Tali yang Terputus

6.7K 1.5K 142
                                    

Ketika mereka masuk ke ruang BK, dapat dipastikan suasana tidak baik-baik saja. Beberapa guru sudah bersiap, begitupun ayah Steve. Sekali lihat saja semua orang tahu, mata ayah Steve menyorotkan rasa geram. Underground Rascal benar-benar di ujung tanduk.

"Langsung saja Pak Kepala Sekolah," kata ayah Steve dengan nada sengit. "Saya ingin anak-anak ini segera ditindak."

Brianda dan yang lainnya pasrah ketika ayah Steve mengeluarkan unek-unek. Bahwa Steve di-bully, lalu tertekan, kemudian nekat bunuh diri adalah karena ulah mereka.

"Apa yang mereka lakukan bukan lagi kelakuan anak sekolah."

"Kami paham sekali apa yang Anda rasakan, Pak Rio," kecap Pak Ali dengan nada lunak. "Kami sebagai tenaga pengajar di sini pun menyanyangkan apa yang sudah terjadi. Dan selaku kepala sekolah, saya meminta maaf karena belum mengawasi semua murid secara intens. Saya mengakui kelalaian saya, Pak Rio."

Pelan-pelan amarah ayah Steve mereda. Pasti karena kata-kata Pak Ali. Kepala Sekolah yang disegani ini memang luar biasa. Tutur katanya bijak. Sikapnya sopan. Tatapan matanya menenangkan. Pak Ali tidak saja mendengarkan semua protesan ayahnya Steve, ia pun bersikap layaknya pemimpin sejati. Hal itu menambah respek ayah Steve. Ia yang tadinya hendak melapor pada polisi, mau tak mau harus mengambil keputusan dengan bijak.

"Saya pegang kata-kata Anda, Pak Kepala Sekolah," kecap ayah Steve dengan emosi yang bisa dikendalikan. "Dan sebagai jaminan, kalau nanti Steve menghendaki mereka dilaporkan pada polisi, tolong jangan dihalangi lagi."

Ayah Steve melirik ke arah remaja-remaja yang telah menyakiti anaknya. Ia sama sekali tak iba. Meskipun muka mereka sudah disedot lantai, meskipun kepala mereka tertunduk dalam, meskipun gestur tubuh mereka sudah begitu pasrah.

"Kalau begitu saya pamit sekarang," tutupnya seraya beringsut. "Permisi!"

Telah dijelaskan bahwa Pak Ali memang pemimpin sejati. Di depan semua orang, termasuk para guru yang meneruskan rapat di tempat yang sama, beliau masih membela anak didiknya. Meskipun jumlah guru yang kontra lebih banyak, Pak Ali masih di jalurnya. Yakni membela kelima anak itu.

"Yang mereka lakukan adalah kejahatan," sahut Pak Saiful, guru kimia kelas sebelas.

"Tapi mereka punya alasan," tukas Bu Erlita, salah satu pengajar fisika. Yang mendorongnya untuk membela Underground Rascal adalah karena Aila Elektrika Rivani—alias murid kesayangannya—duduk sebagai tersangka. "Mereka korban penindasan. Salahkah kalau mereka membela diri?"

"Membalas kejahatan dengan kejahatan tidak penah dibenarkan, Bu Erlita."

"Ya, saya setuju apa yang dibilang Bu Rana. Tidak sepantasnya mereka membalas perbuatan Steve dengan cara seperti ini."

"Mereka hanya perlu bimbingan," berkeras Bu Erlita. "Usia mereka ada di ambang kelabilan. Wajar kalau mereka bertindak tanpa melihat sudut pandang lain."

Perdebatan belum berhenti. Pro dan kontra masih sama-sama kuat. Pak Ali sudah beberapa kali menengahi, namun lempar pendapat tak kunjung berhenti.

Di luar sana satu-dua murid yang tak sengaja lewat tampak mengintip kepo. Kalau saja tak digebah Bu Erlita, barangkali mereka akan mengabadikan perdebatan para guru, kemudian menyebarluaskan berita melalui media sosial.

"Saya akan turun tangan menghadapi masalah ini," tutur Pak Ali masih sesabar tadi.

Pak Ali memang bijak. Jika di hadapan banyak orang ia akan membela mati-matian, maka ketika ia diberi kesempatan bicara dengan Underground Rascal, ia tak segan menunjukkan kekecewaannya.

"Keterlaluan kalian," kecapnya begitu pilu, menorehkan rasa bersalah mendalam di hati mereka. "Hanya tinggal beberapa bulan lagi kalian lulus dari sekolah ini. Kenapa berani sekali melakukan ulah sejahat ini?"

Underground RascalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang