Zian baru turun dari mobil ketika kegaduhan itu terjadi.
"Anjis anjiiiiiiiing! Awas, awas!"
Zian menyipitkan mata. Dari kejauhan, suara Brianda terdengar menggelegar. Begitu Zian memastikan, didapatinya cewek berambut pendek itu sedang ngibrit dikejar anjing. Ia menggerakkan kaki dengan kesetanan. Dinamika tangannyapun kian cepat. Terutama setelah ia menoleh ke belakang. Cipratan ludah dan gonggongan anjing di belakangnya menjadi pemecut dirinya agar lebih kebut.
Anjing itu berjenis herder. Warnanya cokelat tua di bagian badan dan bercak hitam di muka. Giginya yang tajam dilapisi lendir, siap mengoyak kaki Brianda. Dilengkapi kaki-kaki kokoh dengan tempurungnya yang enerjik, kegarangan anjing itu tak bisa diragukan lagi.
Zian masih memperhatikan cewek tomboy itu. Melihat Brianda yang berlari seperti orang kesetanan membuatnya geleng-geleng kepala. Dan ketika Brianda memanjat pohon layaknya monyet, saat itu juga Zian menetapkan; Brianda adalah cewek rasa cowok. Tidak salah kalau di awal perjumpaan, Zian mengira Brianda itu laki-laki.
"Huss, husss hhh... hhh... huss!" kata Brianda dengan napas terengah, sambil menghentak-hentakkan kaki.
Si anjing tak menurut. Makhluk itu terus menggonggong ke arahnya. Matanya kelihatan marah, nyalaknya makin galak.
Tak jauh dari sana, terlihat dua siswa sedang terbahak. Boim dan teman sebangkunya, Si Gembul. Mereka mengabadikan adegan tadi. Di mana Brianda ngibrit sambil teriak-teriak hingga akhirnya memanjat layaknya monyet kesetanan.
"Boim, sialan lo! Hapus video gue, anjir!" teriak Brianda yang masih menghentak-hentakkan kaki guna mengusir si anjing.
"Gue sebar di Instagram biar lo eksis." Boim tertawa gelak-gelak. Cowok gemuk di sebelahnya ikutan ngakak.
"Zoom in, Im! Sorot muka cewek transgender ini."
Boim memutar arah kamera. Barangkali mau ikut eksis juga sebab kini ponselnya menyorot ke mukanya. "Hallo, Gaess. Kalian udah lihat video barusan, kan?" ucapnya sambil tersenyum angkuh. "Di belakang gue ada anjing yang dikejar anjing. Ahahahaha...."
"Boim, setaaaan!" pekik Brianda tak bisa sabar. Ia melepas sepatu lalu melemparkannya ke arah Boim. Lemparannya keren sekali! Pas mengenai ponsel Boim sehingga benda pipih itu langsung terjun ditarik gravitasi. "Heh, guguk! Gue lempar juga pake sepatu, nih! Hushus!"
Brianda masih berusaha mengusir herder di bawah pohon. Karena guguk garang itu tetap menyalak maka mau tak mau Brianda melempar sepatu yang satu lagi. Sengaja ia memakai kekuatan penuh saat melempar. Supaya anjing itu kapok. Tetapi meski begitu, ia masih berperikeanjingan. Ia memang melempar dengan kuat, namun tujuannya bukan ke si anjing, melainkan ke tanah. Dan rupanya hal itu berhasil. Si anjing langsung ngacir.
"Turun lo, anjing!"
Wah, rupanya perkara belum selesai. Anjing tadi sudah kabur, eh sekarang ada makhluk lain yang cari masalah.
"Hape gue rusak. Ganti rugi!"
"Dih, suruh siapa ngerekam penderitaan gue."
Brianda sama sekali tidak takut meski muka Boim sudah memerah padam. Dengan santainya ia turun dari pohon lalu memakai sepatu kiri. Ketika hendak mengambil sepatu kanan yang jaraknya lebih jauh, langkahnya diinterupsi. Boim dan Si Gembul menahannya.
"Ganti rugi atau gue patahin tangan lo!"
Brianda meringis ketika jemarinya diremas kuat-kuat. Ia ingin menjerit namun ia tak mau disebut cengeng. Ditahannya saja rasa ngilu ketika Boim terus mempelintir tangannya.
Krekk! Bunyi tersebut terdengar cukup keras. Brianda tak tahu apakah tangannya patah atau cuma terkilir. Yang pasti, rasanya membikin ia tak bisa melawan. Apalagi Si Gembul menahan bahunya kuat-kuat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Underground Rascal
AçãoIngin hukum musuhmu tapi tak punya kekuatan? Jangan risau! Segeralah : 1. Buka website kami. 2. Tulis apa saja ulahnya. 3. Transfer dananya. 4. Nikmati kehancuran dia! Tertanda. Underground Rascal.