13 Januari 2015

6.8K 1K 75
                                    

K i s a h n y a



"Ada Pak Kasim, ada istrinya juga, Bi Ima. Ada nyokap gue juga. Nggak kita doang." Hugo berkata seolah-olah Hara tengah berpikiran yang tidak-tidak tentangnya. Namun, padahal tidak sama sekali.

Hara mengangguk kecil. Lalu, ia masuk ke dalam mobil Hugo. Seperti biasa, duduk di kursi penumpang di samping Hugo.

"Lo kemaren malem jadi tidur kan?" tanya Hugo sembari memasang sit belt nya. Hara masih seperti tadi. Mengangguk, tanpa bersuara.

Hugo hanya tersenyum samar saat mendapati jawaban itu lagi dari Hara. Mobil pun melaju, dengan keheningan yang menyelimuti keduanya.

"Eh? Non Hara lagi. Udah lama nggak ketemu." Pak Kasim yang tengah mencuci mobil langsung beralih menatap kedatangan Hara dan juga Hugo.

"Emang kalau sering ketemu mau diapain, Pak? Bi Ima mau di kemanain hayo?" Hugo kembali bergurau sembari menghalangi tubuh Hara untuk mendekat ke arah Pak Kasim.

Pak Kasim tertawa melihat tingkah Hugo yang kekanakan itu. Tanpa menjawab apa pun lagi, ia kembali melanjutkan mencuci mobilnya. Sesekali bersiul.

"Pak Kasim emang gabut orangnya," ucap Hugo seraya membukakan pintu dan bergeser sedikit untuk memberikan Hara jalan.

"Gabut gimana?" kali ini Hara bersuara. Ya, tidak ada salahnya bersuara bukan?

"Liat kan? dia lagi nyuci mobil? Padahal, kemaren dia nyuci mobil itu juga." Pasang mata milik Hugo dan Hara pun menatap gerak Pak Kasim yang tidak terintrupsi sama sekali oleh tatapan keduanya. "Yaudah, ayuk Har." Hugo menyodorkan tangannya.

Hara menatap telapak tangan Hugo sesaat. Entah untuk apa memandanginya, namun ia kembali tersadar dan segera meraih tangan tersebut. Lantas, Hugo pun tersenyum mendapati respon Hara.

"Eh si Mama." ucap Hugo saat keduanya melewati ruang makan dan didapati seorang wanita paruh baya tengah membaca majalahnya.

Wanita tersebut segera menoleh. Pertama kepada Hugo, lalu kepada Hara. Seketika, kedua matanya melebar. "Astaga. Ini toh yang Hara-Hara itu?!" ia setengah berteriak lalu menghampiri Hara.

Hara memaksakan dirinya untuk tersenyum. "I–Iya, Tante." jawabnya sedikit ragu diawal.

"Wah, akhirnya tante stop ngayal-ngayal muka kamu gimana. Eh sekarang ketemu wujudnya!" serunya lagi sembari menyentuh kedua bahu Hara. "Kamu kok mau sih main sama Hugo?"

Saat itu pula, Hara tidak dapat menahan tawanya. Ia melirik Hugo yang tengah memasang wajah cemberutnya.

"Udah ya, Ma. Nanti lagi–" Hugo mencoba melepaskan tangan Ibunya tersebut dari bahu Hara.

"Ih kamu mah. Orang baru kenalan juga. Oh iya–" Ibunya kembali menatap Hara. "Nama tante, Jani. Panggilnya Tante Jani aja." Ia tersenyum lembut ke arah Hara.

"Nah! yaudah kan, aku ada urusan sama Hara." Ia kini menarik-narik Hara menjauh dari Ibunya.

Ibunya mendesis kesal. "Yaudah. Jangan di apa-apain tapi ya, Go. anak orang itu."

"Siap, Ratu." teriaknya sembari mengarahkan Hara naik ke atas. Keduanya akhirnya berhenti melangkah tepat di depan sebuah pintu.

[1] HugoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang