14 Januari 2015

6.5K 931 53
                                    

D i a  Y a n g  P e r t a m a



Hugo: Gue di atap.

Hugo: Langsung aja ke atas.

Hara yang baru saja turun dari mobilnya, langsung meredupkan layar ponselnya seraya setelah membaca pesan Hugo tersebut. Langkahnya tidak bisa ia lambatkan. Bahkan, kini ia seperti tengah setengah berlari.

Ponselnya seketika berdenting kembali. Ia segera mengangkat ponselnya kembali. Terlihatlah notif pesan baru.

Hugo: Gak usah buru-buru.

Lantas, Hara pun menghentikkan langkahnya. Ia mendangakkan kepalanya ke atas. Tepat saat itu juga, ia mendapati Hugo di atap gedung rumah sakit. Bahkan, dari jaraknya yang sangat jauh dengan Hugo sekarang, ia dapat melihat seulas senyum mengembang dari kedua sudut bibir lelaki itu.

Hara pun tidak dapat menahan senyumnya. Ia kembali beralih memasuki rumah sakit, langkahnya kini lebih santai.

Alasannya ia berada di rumah sakit hari ini, bukan karena check up atau apa pun yang menyangkut tentang penyakitnya. Hugo mengajaknya untuk bertemu hari ini. Hanya itu, dapat membuat Hara langsung melaju pergi saat dosennya menyatakan kelas selesai.

Ia masih hafal jalur yang ditunjukkan Hugo sewaktu itu. Ia terus melangkah sampai akhirnya, ia berhenti di depan pintu menuju atap. Tangannya berhenti saat menyentuh kenop pintu tersebut.

Namun, secepat mungkin ia menyingkirkan bayangan pada malam tahun baru kemarin. Ia pun segera membuka pintu, suara decitan pintu pun terdengar. Sampai-sampai, orang yang tengah berdiri menatap langit dengan jarak dua puluh langkah darinya, menoleh.

Hugo.

Mengenai bagaimana keadaan Hugo sebenarnya, masih terbayang jelas di pikiran Hara. Jujur saja, semalaman ia tidak bisa berhenti memikirkan lelaki itu.

"Hai." sapa Hugo tepat saat Hara sudah berada di hadapannya.

"Lo ... lo nggak mau nyoba bunuh diri kan?" tanya Hara ragu seraya menatap ke bawah. Mengerikan.

Hugo tersenyum, ia terus menatap Hara. "Seenggaknya, gue nggak punya pemikiran pendek kayak lo waktu itu."

Pandangan Hara langung menatap Hugo lurus dan sebal. "Gue bisa aja berubah pikiran waktu itu." Hara segera beralih melangkah menjauhi Hugo.

"Gue nggak bilang, gue pengen di tinggal?" terdengar langkah kaki Hugo mendekat.

Hara menahan senyumnya, kemudian ia memutar balik tubuhnya. Ia kini berjalan mundur. "Kenapa lo nyuruh gue kesini?"

Keduanya terus berjalan. Hugo mengangkat bahunya, "Gue nyuruh lo kesini, bukan keharusan buat lo dateng."

Hara memutar kedua bola matanya. "Yaudah, gue balik." Ia berhenti melangkah mundur dan mulai berjalan menuju pintu.

Namun, Hugo mencegatnya. Tepatnya, ia beralih berdiri di hadapan Hara. "Jangan." ucapnya.

Hara mulai berjalan lagi, tanpa menjawab apa pun. Kini keduanya bertukar posisi, Hugo lah yang kini berjalan mundur.

"Hara." sahutnya.

Hara langung menatapnya lagi, tanpa menjawab apa pun.

"Banyak yang harus gue bilang sebenernya." ucapnya.

Hara mengerutkan alisnya, "Bilang apa?"

"Gue bilang, banyak."

"Sebutin."

[1] HugoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang