8 Januari 2015

6.9K 1K 38
                                    

H a n y a  B e r m a l a m



Waktu sudah menunjukkan pukul dua pagi. Hara mengerjapkan matanya. Beberapa hal yang ia temukan saat membuka matanya terbuka. Langit-langit putih, selimut, tirai putih, dan Hugo.

Hara menatap tirai putih yang menutup sekitarnya. Kemudian, ia menatap Hugo yang tengah terlelap di kursi, dengan kepalanya yang ia taruh di tempat tidur.

Dimana sekarang? pikiran Hara bertanya-tanya. Pastinya, ini bukan rumahnya. Ia tidak memiliki tirai putih seperti ini di rumahnya. Rumah Hugo? Ini lebih terlihat seperti rumah sakit.

"Hara?" suara serak itu membuyarkan pertanyaan-pertanyaan pada pikirannya. Hara segera menoleh ke arah Hugo yang mulai mengangkat kepalanya. Ia sudah membuka kacamatanya. "Udah bangun?" tanyanya.

"Ini dimana?" tanya Hara.

"Rumah sakit gitu deh. Kamu pingsan."

Kamu. Ia masih menggunakan panggilan tersebut. Hara kira, ia mabuk atau semacamnya saat ia memanggilnya seperti itu di festival tersebut. "Kamu nggak pegel tiduran kayak gitu?" kini Hara bertanya.

Tanpa menjawab apa pun, Hugo beralih bangkit dan membuka selimut yang menutupi badan Hara. Ia beralih tiduran tepat di samping Hara.

"Siapa yang suruh?!" Hara sedikit tersentak dengan ulah Hugo kali ini.

"Sst. Ada orang lain juga di kamar ini. Jangan berisik." balas Hugo setengah berbisik. "Tadi katanya ditanya pegel atau nggak, ya berarti kode." Hugo tersenyum miring.

Hara memutar kedua bola matanya. "Bisa-bisanya ngeles."

"Masih malem. Tidur lagi, besok aku anter pulang." ucap Hugo.

"Kenapa nggak tadi malem di anter pulang?" tanya Hara.

Hugo menghembuskan nafasnya pelan. "Takut dipandang jelek sama orang tua kamu, dikira nggak bisa ngejagain."

Hara tidak dapat menahan senyumnya. Ia memejamkan matanya kembali tanpa menjawab.

"Hara," sahut Hugo.

"Hm?"

"Tau kenapa aku bikin KTP sama SIM?"

Hara membuka matanya kembali dan menggeleng cepat.

"Karena aku mau ngajak kamu hari ini. Nggak mungkin Pak Kasim harus nunggu lama." jelasnya.

Hara tertawa pelan. "Bisa juga,"

"Kamu kenapa nggak bilang kalau, gampang kecapek-an?" tanya Hugo berganti topik.

"Udah lupa pas kamu ngasih tiketnya." Jawab Hara sambil memejamkan kembali matanya. "Makasih, Go."

"Buat apa?"

"Kemarin. Aku bilang kan, aku seneng." balas Hara. Posisi tidurnya pun beralih menghadap Hugo. Ia menaruh tangannya di atas perut Hugo.

"Sekarang aku mau ganti perjanjian kita di atas gedung waktu itu." ujar Hugo.

"Ganti apa?" Hara mengerutkan alisnya, tanpa membuka matanya.

"Aku bilang, aku mau kamu simpen teriakkan kamu buat tiap kali ketemu aku. Tapi, kayaknya ngeliat aku tiap hari aja, aku tau beban kamu sedikit hilang."

Hara memukul pelan perut Hugo. "Sok tau deh."

"Bener kan tapi? yaudah, kita ketemu tiap hari aja." usul Hugo.

Tiap hari? batin Hara bertanya. "Terserah kamu." Kemudian, Hara menghembuskan nafasnya pasrah.

"Oh ya, tidur. Jangan ngomong mulu." perintah Hugo.

Hara kembali memukul pelan perut Hugo. "Kamu yang ngajak ngomong juga!" ucapnya berteriak namun berbisik.

Hugo tertawa pelan. Tangannya pun beralih menyentuh pundak Hara. Tidak lama, keduanya terlelap.

Aneh rasanya disaat merasa nyaman dengan seseorang, namun semuanya tidak dapat berlangsung lama.

a/n
cukup pendek saja ya! hihi

[1] HugoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang