2 Februari 2015

6.7K 854 15
                                    

A d a  A p a ?


Mentari terbit layaknya sebuah kebiasaan tiap paginya untuk menyambut hari baru bagi seluruh makhluk di muka bumi, tanpa pengecualian.

Tidak hanya bagi mereka yang harus bangun tiap paginya, namun juga bagi mereka yang masih harus melawan bunga tidurnya masing-masing.

Salah jika seseorang mengatakan semua bunga tidur adalah indah dan tidak nyata. Tapi, kini yang ia rasakan bunga tidurnya adalah bagaikan mimpi buruk, atau bahkan lebih mengerikan dibandingkan kenyataannya. Mengapa? rasanya kini ia terperangkap dalam dunia gelap tanpa dapat menemukan jalan keluar.

Namun, tidak satu langkah kaki pun ia pijakkan. Ia hanya diam berdiri, tanpa memikirkan jalan keluar.

Kalau saja ia dapat berteriak minta tolong, mungkin seseorang sudah menolongnya sekarang dan membawanya kepada sinar terang.

Tapi, semuanya tidak ia lakukan. Entah sudah berapa lama ia berdiam di tempat gelap ini. Dengan menimbang-menimbang, sebenarnya apa yang terjadi di luar sana?

Apakah semuanya kini baik-baik saja? apakah sudah ada tawa di luar sana? apakah semuanya sudah terasa lebih ringan sekarang? atau semuanya lebih mudah?

Ia tersenyum kemudian memejamkan kedua matanya.

Semua memori dalam otaknya seolah-olah menayangkan sebuah film tanpa durasi waktu yang dapat ditentukan.

Bagaimana pertama kalinya, ia dapat melihat wajah kedua orang tuanya dengan jelas dan juga dengan jarak pandang yang sudah jauh. Mungkin, ia sudah berumur satu tahun lebih.

'Gimana? sakit nggak disuntik?'

Lalu, bagaimana ia pertama kalinya mendapatkan suntikan yang membuatnya menjerit-jerit persis seperti anak lima tahun, bukan?

'Jangan dipikirin terus. Jangan biarin penyakit kamu gerogotin otak kamu juga.'

Bagaimana, ia menunggu di luar bersama ayahnya, menantikan kelahiran adiknya.

'Setiap harinya, dia cuma main di taman, Taman rumah sakit. Sama orang tuanya, atau nggak pengasuhnya.'

Kemudian, bagaimana ia menghabiskan waktunya, tiap harinya berada di rumah sakit. Bermain, Makan, tidur, pengobatan, semuanya seolah-olah jadwal pasti baginya.

'Good luck Hara. Gue masih percaya semuanya akan baik-baik aja nantinya.'

Waktu terus berjalan, mendatanginya seorang lelaki yang selalu menjadi tempatnya cerita, bahkan tempatnya menaruh segala perasaannya. Praja.

Namun, semuanya terlihat sempurna bukan?

Tetapi, tidak sesempurna bagaimana semuanya mengalir untuk sampai ke akhir.

Di mulai pada malam itu. Mungkin, malam itu akan menjadi malam yang paling bersejarah dalam hidupnya. Ia mendapatkan hasil yang buruk, namun ia dipertemukan dengan seseorang yang baru.

'Nama gue, Hugo, Hugo Mahendra.. Gue pengen ketemu lo di lain hari lagi.'

Sebulan kurang. Hari demi hari, segala kesempatan yang seharusnya tidak ada, namun menjadi ada karenanya. Tanpa paksaan atau semacamnya, ia terus datang, hadir, dan juga mengisi.

Balik kembali kepada kenyataannya, tidak. Semuanya terasa salah. Ia sendiri tidak sanggup untuk melihat wajahnya sewaktu-waktu, ia harus benar-benar meninggalkannya.

Gila, dan benar gila. Segala keputusan ada ditangannya. Dan ia memilih untuk menjauh, dan meninggalkan semuanya di belakangnya. Meninggalkan tanpa sebuah kalimat sampai jumpa, atau semoga kita akan bertemu lagi nantinya.

Mau bertemu dimana?

Karena, hal termudah saat perpisahan terjadi, adalah tidak mengucapkan apa pun, karena dengan adanya kalimat perpisahan tersebut, semuanya akan menjadi lebih berat. Dan membuat semuanya semakin rumit.

Namun, cara yang mudah justru malah terasa lebih menyakitkan bukan?

Sebuah sinar perlahan menembus kelopak matanya. Ia membuka matanya perlahan sekaligus mengeluarkan air matanya.

'Tawar dan manis. Lo bisa aja lupa sama rasa pahit. Nggak selamanya hidup ini flat and sweet'

'Mungkin bukan beban lo aja yang berkurang tiap kita ketemu.. Gue juga.'

'Gue mau lo yakin sama perasaan lo sendiri.'

'Waktu terus berjalan. Kalau semuanya dipendem dalam hati terus, kapan selesainya?'

'Nggak ada yang salah.. semuanya bakal baik-baik aja.'

'Apa kabar Hara?'

Tidak seharusnya seperti ini.

"Maa! Kak Hara sadar!" jeritan yang sangat familiar terdenga melalui telinganya.

Pasti salah.

"Hara?" Sahutan serta elusan hangat yang sama familiarnya.

Tidak mungkin.

"Hara? tenang dulu ya?" suara yang sangat tenang namun tegas, semuanya terlalu familiar.

Ada apa?

a/n
Ada apa sih?

[1] HugoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang