29 Januari 2015

6.3K 897 45
                                    

2 1 .  T i d u r  P a n j a n g


Kali ini, suasana kamarnya sepi. Ibunya tengah pulang sebentar untuk mengambil beberapa pakaian bersih, dan membawa pulang pakaian kotor.

Sedangkan Ayahnya, masih berada di kantornya. Ini masih hari kamis, walaupun dua hari ke depan, ayahnya lah yang akan menjaganya, mungkin hari ini ia akan menyelesaikan pekerjaannya.

Lalu, Hana? Hana tentunya masih berada di sekolah. Mengingat sekarang masih pukul satu siang. Ini pasti belum jamnya untuk pulang.

Siapa lagi? tidak ada.

Oh ... Hugo? Setelah pernyataan Hugo kedua–ketiga–kalinya, Hara tidak menjawab apa pun lagi, bahkan mengeluarkan suara sekali pun tidak. Ia hanya diam. Menyimpan semua ucapannya di ujung lidah.

Kini, pandangan Hara menatap telivisi dengan bosan. Sudah tidak terhitung berapa kali ia menekan tombol ganti channel. Hanya karena, tidak ada yang membuat tertarik. Atau memang moodnya sedang tidak ingin menonton.

Dentingan ponselnya tidak kunjung berhenti. Ia tahu pesan dari siapa saja itu, namun tidak ada rasa ingin tahu lagi dalam dirinya. Maka, yang dilakukannya adalah menghiraukan suara ponselnya yang sedari tadi mengisi keheneningan kamar inapnya.

Hara menghela nafasnya berat kemudian, mematikan telivisi. Pandangannya beralih ke arah kalender kecil yang terdapat pada nakas. Ia mengambil kalender tersebut, dan menatap garis silang yang sengaja ia silangkan sejak keberadaannya di rumah sakit ini.

Dua puluh sembilan. Hari ini. Ia menyilangkannya tadi pagi.

Hara menghembuskan nafasnya perlahan lalu, menaruh kembali kalender tersebut dengan posisi tertutup.

Ia memejamkan matanya dan kembali merebahkan tubuhnya. Suasana yang hening, justru membuat indra pendengarannya hanya mendengar tetesan infusnya. Ia benci suara tetesan itu. Suaranya bagaikan hitungan tiap detik yang dapat membuatnya meringis kapan saja.

Namun, ia kembali membuka kembali kelopak matanya. Dan beralih menatap tasnya yang tergeletak di atas nakas. Ia mengambil tasnya tersebut, dan membuka leseting belakangnya. Terdapat sebuah botol kecil dengan dua pil di dalamnya.

Mungkin, Hara sudah gila sekarang. Benar-benar gila. Ia sendiri tidak begitu ingat, kapan dan dimana pula ia membeli obat ini. Atau ... dapat ia bilang, racun ini.

Perkataan Ayahnya mungkin sudah terlalu terlambat. Karena kini, penyakitnya mulai mengusai otaknya, sampai-sampai tidak dapat berpikir tenang dan jernih kembali.

Ya Tuhan. desahnya dalam hati.

Hara membuka tutup botol tersebut. Dengan tangannya yang sedikit gemetar, ia meraih satu pil.

Sebelum ia memasukkannya ke dalam mulutnya, terdengar dering ponselnya berbunyi.

Hugo is calling..

Hara tidak berkutik, namun tetap menatap layar ponselnya dengan diam. Tidak ada pergerakan sampai akhirnya, ponselnya berhenti berdering, dan berganti dengan notif baru dari Hugo.

Hugo : Lagi tidur ya?

Hugo : Gue mau kesana.

Perempuan itu merasakan sakit di sekujur tubuhnya, namun ia hanya dapat meneteskan satu demi satu air matanya. Pandangannya beralih kepada pil yang ada di tangannya.

Tanpa berpikir panjang, Hara mengambil satu pil lagi dari dalam botol tersebut, dan menelan kedua pil tersebut, tanpa meneguk air sedikit pun.

Rupanya, semuanya terangsang begitu cepat. Karena, kini tubuhnya terasa sangat kaku. Dan pandangannya menjadi rabun.

Mungkin, ini yang namanya, awal dari tidur yang panjang.

Sebelum akhirnya ia menutup matanya, beriringan dengan dentingan ponselnya kembali terdengar.

Hugo : Yah tidur beneran ya.

Hugo : Selamat tidur ya.


Hugo tidak pernah tahu sampai hari itu, bahwa jaraknya dengan Hara ...

akan semakin jauh.

[1] HugoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang