20 Februari 2015

8.1K 1K 186
                                    

U n t u k  H a r a


"Ada kekeliruan terhadap hasil testnya Hara." ujar Dokter Randi dengan senyumnya.

Ayah dan Ibunya saling bertukar pandang. "Jadi ... gimana, Dok?"

"Hara sembuh. Dia sembuh, Bu, Pak." ucapnya dengan satu hembusan nafas.

Udara yang terasa di ruangan Dokter Randi pun seketika terasa hangat dan begitu nyaman. Ibunya tidak kuasa meneteskan air matanya dan memeluk anaknya tersebut hangat.

Yang dipeluk, hanya mampu tersenyum bahagia dan meneteskan air matanya.

Ia sembuh. Semuanya akan baik-baik saja.

"Permisi, Mbak?" Suara seorang lelaki menginterupsi Hara.

Hara yang tengah membuka pagarnya pun berhenti. Ia menatap lelaki dengan pakaian seragam tukang pos yang tadi menginterupsinya. "Ada apa ya, Pak?" Tanya Hara.

"Ini rumahnya Ha–ra Naufa–nya?" Tanyanya sembari membaca sebuah tulisan yang tertera pada sebuah surat di tangannya.

Hara melemparkan seulas senyumnya. "Kebetulan saya sendiri, Pak."

Lelaki itu tersenyum tipis. "Oh, ini surat kiriman buat, Mbak." Ia menyodorkan surat tersebut kepada Hara.

Hara menautkan alisnya samar-samar sembari menerima surat tersebut. "Oh, makasih ya, Pak. Omong-omong ini dari ... mana ya?"

"Wah, kalau itu sih saya kurang tau, Mbak. Mungkin, ada di dalam suratnya." Jawabnya.

"Oh yaudah, Makasih banyak ya, Pak." Ucap Hara lalu, beralih menuju mobilnya yang masih terparkir.

Ia membuka pintu mobil dan menaruh surat itu di atas dashboard. Ia akan membacanya nanti. Karena kini, ia punya tujuan.

Hari ini, ia akan menemui Hugo.


Setelah ia sadar waktu itu, ia yakin semuanya pasti salah. Namun, semuanya terasa benar saat Dokter Randi mengatakan kalau hasil testnya, terjadi kesalahan. Kesalahan fatal yang hampir membuatnya bunuh diri, dan memikirkan hal gila lainnya.

Namun, semenjak hari itu juga, ia belum lagi bertemu dengan manusia satu itu. Hugo. Kemana Hugo? Lagi pula, tidak ada pesan masuk dari Hugo lagi, selain selamat tidur.

Hara menghembuskan nafasnya perlahan dan memberhentikan mobilnya tepat di depan sebuah rumah, yang tidak asing baginya.

Sebulan yang lalu, Hugo mengajaknya kesini. Menceritakan segalanya tentang dirinya. Namun hari ini, ia tidak mengundang, melainkan ini adalah keinginan Hara. Untuk menemuinya.

Lagi pula, bagaimana bisa Hugo mendiamkannya berhari-hari seperti ini? Lihat saja kalau ketemu. Batin Hara. Ia pun terkekeh mendapati batinnya bicara seperti itu.

Namun, kekehannya seketika pudar saat menemukan sesuatu yang asing pada pagar rumah Hugo.

Dijual.

Banner berwarna kuning memanjang terpampang besar dan jelas di depan pagar. Rumah Hugo akan dijual? Tanya Hara dalam hatinya.

[1] HugoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang