16 Januari 2015

6.7K 886 20
                                    

B u k a n  W a k t u n y a


Hugo : Pasti blm bilang ya?

Hugo : Lagi pula,

Hugo : Mereka harus tau. Merekanya garis bawahin ya.

Hara menarik nafasnya dalam-dalam. Entah mengapa, untuk mengiyakan ucapan Hugo saja, rasanya menghirup udara terasa sesak.

Kepalanya menoleh ke arah jam dinding kamarnya. Waktu menunjukkan pukul sepuluh malam. Pastinya, orang tuanya sudah akan bersiap-siap untuk tidur? dan kalau, ia mengikuti ucapan Hugo, pastinya sekarang bukanlah waktu yang tepat.

Tapi–

Pintu kamarnya terbuka seketika. Ia segera menoleh terkejut ke arah pintu yang hampir saja membuat jantungnya copot saat itu juga.

"Mama ...," ucap Hara lirih seraya mengelus dadanya pelan.

Ibunya tertawa pelan, dan masih berdiri di ambang pintu. "Tidur gih kamu. Udah malem," ucapnya. "Mama kira, udah tidur. Jadinya nggak ngetok deh."

Tiap tutur kata yang di ucapkan Ibunya, semakin membuat keputusan Hara semakin bulat. Ini bukan waktu yang tepat.

Hara tersenyum tipis, kemudian mengangguk pelan. "I–ini, mau tidur kok." jawabnya.

Ibunya mengangguk pelan, ia tersenyum lalu mematikan lampu kamar Hara dan menutup pintu.

Saat itu pun, Hara lagi-lagi menghembuskan nafasnya berat. Ia mengambil ponselnya lagi. Kali ini, ia membalas pesan Hugo yang sudah ia terlantarkan sejak lima menit yang lalu.

Hara : Gak bisa.

Dua kata, mampu membuat Hara mengacak-acak rambutnya asal. Mungkin, ini memang sudah waktunya tidur. Dan meninggalkan segala pikiran beratnya.

Srrt srrt.

Kedua alisnya bertaut. Suara apa itu? pikirnya. Hara menunggu beberapa saat sampai suara itu muncul lagi. Namun, nihil. Semuanya kembali hening.

Tepat saat ia merebahkan kembali tubuhnya, terdengar suara ketukan. Saat itu pun, Hara terbangun kembali. Pandangannya beralih menuju pintu kamarnya. Perlahan, ia menghempaskan selimutnya dan berjalan menuju pintu kamarnya.

Hening. Bahkan, saat ia membuka pintunya pun, di luar sudah gelap. Pastinya, Ibunya sudah mematikan lampu.

Mungkin, hanya perasaannya saja. Hara menghembuskan nafasnya pendek. Ia beralih berjalan kembali ke tempat tidurnya.

Bertepatan dengan dering ponselnya.

Hugo.

Nama itu lah yang tertera di layar ponselnya kini. Tanpa menunggu apa pun, Hara menjawab telfon tersebut. "Halo?"

"Bukain."

Keningnya berkerut. "Bukain apaan?"

"Nggak denger ya?"

"Denger ap–" Saat itu pula, suara ketukan kembali terdengar. Pandangannya mengarah ke segala penjuru sudut kamarnya. Bukan dari pintu. Jendela.

Hara menghela nafasnya. Mungkin, ia sudah gila memikirkan Hugo tengah berada di luar jendelanya saat ini.

Ia membuka horden jendelanya.

Seperti biasanya, ia tengah tersenyum dengan tangan kirinya yang mengenggam ponselnya pada telinga kirinya.

Dan, nyatanya Hara tidak gila.

"Bukain!" ucap Hugo setengah berbisik. Tanpa menjawab apa pun, Hara segera membuka jendelanya. Angin malam pun terasa sedikit.

[1] HugoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang