5 Januari 2015

9K 1K 57
                                    

K e j u t a n



Tepat seperti yang Hugo katakan, tanggal tiga kemarin tepatnya hari sabtu adalah terakhir kalinya ia berjumpa dengan Hara.

Mungkin, Hugo akan sibuk dengan sekolahnya, pikir Hara sembari memasukkan tangan kirinya masuk ke dalam cardigan berwarna maroon panjangnya tersebut.

Hari ini, ia mendapatkan kelas pagi. Setidaknya, mengingatkannya semasa sekolah dulu, betapa malasnya ia bangun pagi dan berangkat sekolah. Ya tentunya ia merindukan hebohnya tiap pagi dulu.

"Kak Haraaaa!" kini terdengar lengkingan teriakan adiknya–Hana–yang meneriaki namanya dari lantai bawah.

"Bentaarr!" balas Hara sembari mempercepat geraknya dengan memasukkan beberapa buku ke dalam tasnya. Sebelum keluar, tidak lupa ia menyemprotkan minyak wanginya. Dan, dirasa sudah rapih, ia pun beralih keluar kamarnya dan berlari kecil menuruni anak tangga.

"Eh jangan buru-buru! nanti jatoh lho!" Ibunya segera bersuara memperingati Hara yang tengah menuruni anak tangga. "Nih, sarapan dulu. Jangan sampai sisa awas aja."

Hara terkekeh pelan lalu, beralih menarik kursi dan mulai makan sarapannya tersebut. Di meja makan, hanya ada dirinya. Mungkin ayahnya masih di dalam kamarnya, dan kemana Hana?

"Hana mana, Ma?" tanya Hara sembari mengedarkan pandangannya ke sekitar rumahnya.

"Di luar. Nggak tau ngapain." balas ibunya sembari mengelap tangannya dengan tisu dan beralih duduk berhadapan dengan Hara.

Hara hanya ber-oh panjang lalu, kembali menyendokkan sarapannya ke dalam mulutnya.

"Kak Haraa!" suara melengking Hana kembali terdengar dan kini terlihat sosoknya baru saja masuk dari pintu depan.

"Hana.. suaranya dong.." Ibunya kembali memperingati anaknya yang satu lagi, memang Hana memeliki suara cempreng dan melengking saat berteriak. Memang menyebalkan terkadang.

Hana segera menutup mulutnya dengan tangan kanannya. "Maaf, Ma. Suka terlanjur." ia terkekeh lalu segera menghampiri Hara. "Kak." sahutnya.

"Apa?" balas Hara tanpa menoleh ke arahnya.

"Kakak kenal Hugo?"

Saat itu pula, Hara sedikit tersedak. Ia pun terbatuk kecil.

"Eh? minum dulu ..." Ibunya segera memberikan gelas berisi air putih kepada Hara. Hara pun segera mengambilnya dan meminumnya.

"Hah?! jadi bener?!" suara Hana kembali mengisi segala sudut rumahnya.

"Hana ..." ucap Ibunya sedikit mulai geram kepada anak bungsunya ini.

"Maaf, Ma! lupa lagi." Ia kali ini menepuk dahinya. "Seriusan kak? ..." tanya Hana sembari mengecilkan volume suaranya.

Hara segera menatap Hana yang nyatanya tengah menatapnya menyelidik. "Kenapa emangnya?"

"Orangnya di depan tau!"

Kontan, kedua bola mata Hara melebar. Hara yang sedang makan pagi tersebut pun segera melupakan kegiatan makan paginya, dan beralih menuju pintu rumahnya.

"Loh, siapa Hugo?" tanya Ibunya nampak sedikit kelimpungan dengan gerak anaknya.

Hana menggeleng-gelengkan kepalanya. "Temen ku di sekolah. Kok kak Hara kenal ya?"

Tepat saat Hara melangkahkan kakinya keluar rumahnya, ia mendapati sedan hitam yang tidak asing dimatanya. Tentu saja, ini mobil Hugo yang pada hari sabtu kemarin menjadi kendaraannya saat menjemput Hara.

[1] HugoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang