2 0 . T e r a k h i r K a l i n y a
❋Are you tired?
Are you weaker than before?Are you sinking?
Cause I've been thinking that there's something missing.Mmm, it's you.
Back To You - Alex and Sierra
❋
Untuk kesekian kalinya, Hara mengerjapkan matanya. Saat itu pun berkas cahaya menembus kelopak matanya yang sangat berat untuk terbuka.
Tapi, ia harus membukanya. Dengan gerak perlahan, ia membuka kelopak matanya. Matanya langsung mendapati langit-langit putih. Bola matanya turun ke bawah. Ia melihat seserang tengah duduk melamun di samping ranjangnya.
"M–ma?" ucapnya lirih.
Saat itu pula, Ibunya segera menoleh. Matanya kontan melebar menatap Hara. "Hara?! Ya ampun ..." ucapnya. Lalu, ia terlihat sibuk menekan suatu tombol. Yang Hara yakin, Ibunya memanggil dokter.
Setelah dokter Randi datang untuk memeriksa Hara sesaat, ia pun bernafas lega kalau kondisi Hara tidak akan terlalu parah.
Tidak begitu lama, sampai akhirnya doker Randi dan kedua susternya beralih keluar kamar inap Hara.
"Kamu laper nggak, Kak?" tanya Ibunya yang kini sibuk menyediakan meja makan untuk Hara.
"Aku kenapa, Ma?" tanya Hara yang lantas membuat gerak Ibunya terhenti sesaat. Pandangan Ibunya kembali menatap Hara. Ia tersenyum tipis, namun menenangkan.
"Kecelakaan dikit. Kamu, kalau pusing telfon Mama atau Papa atau Hana gitu ... Jangan dipaksain nyetir juga." balas Ibunya dengan raut wajahnya yang cemas.
"Sekarang tanggal berapa?" tanya Hara.
"Dua puluh dua, kenapa?" tanya balik Ibunya dengan kedua alisnya yang bertaut, bingung.
Ya seperti itu lah kejadian saat Hara pertama kali membuka matanya setelah sekitar tiga hari tidak sadarkan diri.Namun, sampai hari ini, ia masih berada di rumah sakit. Bukan hanya orang tuanya yang melarangnya untuk pulang, namun juga dokter Randi pun melarangnya.
Hara menguncir rambutnya yang terurai panjang sedari tadi. Pandangannya beralih menatap dirinya pada cermin kamar mandi.
(a/n : Iya, iya ini yang di prolog..
Tetep dibaca ya!)Kini tubuhnya sudah tertutup rapih dengan pakaian tidur berwarna biru muda. Pandangannya kembali beralih ke arah wajahnya yang semakin pucat. Entah sudah berapa hari ia merasa tubuhnya semakin lemas. Padahal ia sudah berusaha untuk tetap makan, walaupun hanya sedikit. Atau mungkin, ini karena ia terlalu banyak pikiran?
Ya, pikiran. Pikiran mengenai tanggal tiga puluh satu januari yang kini tinggal menghitung hari lagi, dan akan ia lalui.
Dengan cepat, tangannya langsung mengusap wajahnya pelan, lalu keluar kamar mandi tersebut.
Dirinya sempat terkejut saat mendapati seorang lelaki tengah duduk santai di sofa kamar inapnya ini.
Lelaki itu mengenakan jaket favoritnya, karena berwarna abu-abu. Itu lah warna kesukaannya.
Senyumnya tidak dapat ia tahan saat melihat lelaki itu nyatanya tengah tertidur. Mau tidak mau, ia mendekati lelaki itu.
Perlahan, ia menghentakkan dirinya di sofa tersebut, tepat di sebelah lelaki itu. Ia meraih tangan lelaki itu yang terbuka lebar di atas paha lelaki itu dengan tangannya yang bebas dari infus.
Ia menghela nafasnya dalam-dalam. Lalu, berkata setengah berbisik. "Apa kabar Hugo?" ujarnya.
Namun, Lagi-lagi ia terkejut saat tangan Hugo mencengkram tangannya juga. Lalu disusul dengan kedua kelopak matanya yang terbuka dan segera menatap dirinya.
"Apa kabar Hara?" Suaranya sangat membuat Hara ingin memeluknya saat ini juga.
Banyak yang tersembunyi, banyak yang ingin dikatakan, banyak hal yang belum terungkap, namun tidak banyak waktu untuk mewujudkan semuanya.
Namun, yang dilakukan Hara hanya menjatuhkan kepalanya lalu menyenderkannya ke pundak Hugo. Sekuat mungkin, ia menahan isak tangisnya agar tidak keluar saat ini juga.
"Nangis aja kalau mau." terdengar suara Hugo kembali.
Hara menggelengkan kepalanya pelan. "Baru ketemu, masa udah nangis aja?" balas Hara. "Kemana aja?" lanjutnya. Hara bertanya, seolah-olah lupa dengan ucapannya akan menghilang dari Hugo. Namun kenyataannya, dua-duanya melakukan hal yang sama. Menghilang satu sama lain.
Namun, pertanyaan Hara justru membuat Hugo menghela nafasnya panjang-panjang. "Kapan-kapan di ceritain."
Hara segera menarik kepalanya lagi. "Kenapa kapan-kapan?"
"Nggak mau ngerusak suasana." jawab Hugo dengan seringainya. Ia menarik kepala Hara untuk kembali menyender pada pundaknya. Tangannya mulai memainkan jemari Hara. "Lo nggak tau seberapa kangennya gue."
Hara tersenyum simpul. Namun, pilu. "Bukannya cuma lo. Tapi, gue juga."
"Gue masih nunggu jawaban lo." Ujarnya. "Yang di mobil waktu itu. Just in case, kalau lo lupa."
"Lupa."
"Gue sayang sama lo, Hara." balas Hugo. "Harus berapa kali gue bilang?"
Namun, yang dilakukan Hara hanya diam. Ia tentu merasakan jantungnya kembali berdetak cepat. Tapi, ia malah memejamkan matanya.
Biarkan seperti ini.
Karena, ini yang terakhir kalinya.
❋
a/n
Hmm.. so far so.. gimana nih!Yak beberapa chap lagi cerita ini bakal selesai! Akhirnya lepas beban.. HAHA. Gak deng.
Anyway, makasih yang masih baca sampai sini. Yang ngasih vomments makasih banget ya!
Jangan lupa vomments yang ini hihi
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] Hugo
Ficção AdolescenteDia Hugo, Hugo Mahendra. Dan aku, Hara Naufanya. Tidak begitu banyak kesamaan. Namun, kami bertemu dengan alasan yang tidak pernah terucap. [Check out the trailer] #77 - Teen Fiction / 10.07.16 Copyright © 2015 by Bia