You Or You -- 16

740 107 6
                                    

Kencan?
Kencan macam apa yang akan mereka lakukan? Memangnya keduanya sedang pacaran seperti ABG ? Meski umur sudah dua puluhan, sepertinya kata itu kurang tepat.

Minggu pagi Dinda disuguhi cucian menggunung. Dari setelah subuh hingga matahari sudah mulai menyengat, cuciannya baru selesai tinggal menjemur. Masih direndam dengan pewangi kemudian ditinggal sejenak untuk membuat sarapan.

Dering ponsel yang tergeletak di meja makan tak begitu ia hiraukan. Lama kelamaan deringnya semakin tak berjeda hingga sedikit kesal diangkatnya panggilan tersebut. Ternyata dari Rangga.

"Kenapa?"

"Masih jemur. Sabar sedikit napa!"

"Terserah aku lah!"

"Ya."

***

Selesai sarapan tumis tahu dan kacang panjang, Dinda segera menyelesaikan jemuran baju. Kemudian mandi dengan sedikit mengurangi jatah jam yang biasa ia pakai mandi. Berdandan santai dengan menggerai rambut panjang, serta penjepit rambut warna polos sedikit menarik rambut sebelah kanan ke atas.

Selesai dengan persiapan 'kencan' segera Dinda menelepon Rangga jika ia sudah siap. Belum sempat menelpon, Rangga sudah menggedor pintu rumah.

Memakai helm dan duduk menghadap punggung, Rangga membuat perjalanan terasa santai. Yah, santai karena Dinda tidak harus berdandan atau mengenakan gaun mahal dan naik mobil seperti dengan Denis. Hari ini Dinda memakai celana, jadi lebih leluasa bergerak. Entah ke mana tujuan hari ini, Dinda hanya pasrah. Sepanjang perjalanan Rangga maupun Dinda tidak bersuara sama sekali.

♡♡♡

"Rame banget, Ngga." Dinda memperhatikan lautan manusia sedang berjalan ke sana ke mari.

"Namanya juga bazar, Din, kalo sepi noh di kuburan," jawab Rangga saat keduanya tengah mencari tempat untuk memarkirkan motor.

"Ayo!" Rangga menarik tangan Dinda untuk mengikutinya.

Ucapan selamat datang terpampang besar di pintu masuk. Dari nama acaranya saja sudah membuat air liur menetes, membayangkan apa saja yang disuguhkan di dalam.

Berbagai stand kuliner nusantara berjejer rapi. Dari sabang hingga merauke lengkap di sana.

"Kita mau pilih yang mana, Ngga?" Dinda bingung saking banyaknya.

"Ehmm ... coba kita makan jajanan aja. Aku masih kenyang tadi habis minum kopi."

Rangga menggandeng Dinda ke stand yang menjual aneka jajanan basah seperti lumpia, lemper, pastel, kue bolu, aneka puding yang ditempatkan dalam cup plastik dan masih banyak lagi. Dinda dan Rangga memilih apa yang mereka inginkan. Setelah membayar, keduanyaberjalan kembali sambil menikmati kue yang dibeli barusan.

Melewati stand makanan daerah Sumatera, keduanya mencicipi tempoyak, kemudian beralih ke daerah Papua ada papeda dengan sagu yang begitu kental membuat keduanya yang awam merasa kesulitan makan namun tak mengurangi cita rasanya.
Berjalan lagi, mereka menikmati seporsi berdua es dawet ayu dari daerah Jawa.

Karena begitu kenyang tapi rasa penasaran mencicipi bermacam kuliner sangat besar, akhirnya mereka memesan satu porsi untuk dimakan berdua.

Dua jam lebih berkeliling menikmati berbagai kuliner. Bahkan rasanya Dinda sudah tidak sanggup berjalan karena begitu kenyangnya.

"Ngga, aku nggak kuat nih, perut rasanya penuh. Kita duduk di situ dulu ya?" Dinda mengajak Rangga berjalan menuju parkiran. Ada sedikit lahan rerumputan dengan naungan pohon palem sedikit terasa rindang. Diambil koran dari jok motor yang tadi sempat dineli saat macet di lampu merah. Melebarkan di rerumputan yang sebenarnya masih terlihat tanahnya.

"Yaelah pake koran, Din? Kayak pemulung aja sih kita," dengkus Rangga memperhatikan Dinda yang sibuk dengan koran.

"Biar nggak kotor, Ngga, celanaku," alasan Dinda.

"Ah, sini ikut aku." Meskipun sudah terlanjur duduk mau tak mau Dinda mengikuti langkah Rangga yang ternyata menuju motor. Membayar uang parkir kemudian motornya meluncur meninggalkan lokasi bazar makanan nusantara dengan wajah Dinda sedikit kecewa.

"Ke mana, Ngga, aku masih pengen keliling lagi."

"Nggak capek apa? Udah diem aja kita ke tempat kencan berikutnya." Rangga sedikit berteriak karena laju motor bercampur angin menyamarkan suara.

Hingga tibalah di sebuah taman. Banyak keluarga maupun pasangan yang datang. Ada air mancur di tengah-tengah taman. Rangga menggandeng Dinda menuju salah satu bangku kosong yang teduh.

"Duduk sini kan lebih nyaman. Nah sekarang aku mau tidur. Pinjem ini bentar." Kepalanya diletakkan di atas paha Dinda.

Tak berapa lama kemudian terdengar dengkuran halus pertanda tidur.

Katanya mau kencan kok malah tidur sih?

Duh ... tidur gini kok imut banget ya muka Rangga? Disentuh bentar boleh gak ya?

Disusuri garis wajah Rangga dengan jari telunjuk. Kening, alis, mata, hidung dan ... mulut yang pernah mencuri ciuman pertamanya.

"Makasih ya, Ngga, udah ngajakin aku hari ini."  Sambil menatap wajahnya yang terlelap.

"Ngga, kenapa kami baik sih sama aku padahal dulu kamu kelihatan benci banget sama aku. Tau nggak, Ngga, waktu lihat kamu mesra di kafe sama Mei aku ngerasa sesak di sini." Sambil ditunjuk dada Dinda.

"Tapi setelah tau kalian sodara, aku jadi lega."

"Ngga ... maaf ya aku sempet curiga kalau kamu bakalan berbuat asusila pas bawa Mei ke rumah. Dan ... maaf juga udah lancang lihat itu kamu hihihihihi," kikik geli Dinda membayangkan penggrebekan mendadak yang malah membuat syok berhari-haru efek benda di balik handuk yang melorot.

Dimainkan rambut Rangga yang hitam lurus dan tebal. Ah untung dia tidur jadi gak bakal denger aku ngomong apa.

"Ngga ... kamu jahat. Kenapa kamu nyuri ciuman pertamaku? Padahal kan akhhmmppphh!"

Ditariknya tengkuk Dinda semakin menunduk, hingga bibir keduanya menyatu. Rangga mengecup lembut masih dengan matanya terpejam, sedangkan Dinda melotot kaget dengan perlakuan spontannya.

"Enak nggak?"

Sontak Dinda memejam mata karena malu. Sementara Rangga, malah terkekeh puas.

"Kenapa diem? Kayaknya tadi ada yang bacain dongeng pengantar tidur deh."

"Malu? Apa mau lagi?" goda Rangga membuat pipi Dinda memanas. Matanya kembali terbuka namun melengos.

---------------------------

You Or YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang