You Or You -- 19

704 100 5
                                    

Dinda mengunci pintu rumahnya tepat saat melihat Mei sudah siap di depan rumahnya. Sejak Mei tinggal di rumah kontrakan Rangga, kini keduanya selalu berangkat bersama.

"Udah siap?" tanya Mei begitu Dinda naik ke atas boncengan motornya.

"Udah," singkat Dinda.

Motor melaju menuju Taman Kanak-Kanak tempat mereka memberikan sedikit ilmu. Jika dihitung-hitung, gaji mereka memang jauh dari kata cukup namun rasa puas saat melihat setiap anak didiknya berhasil meyelesaikan tugas, mematuhi ajarannya, dengan bangga mempersembahkan hasil karyanya atau dengan tulus mereka memberikan pujian, hal itu jauh melebihi 'gaji' materi.

Sesampai di kelas, seperti biasa di hari Senin selalu dilaksanakan upacara bendera. Setelahnya mereka baru masuk ke dalam kelas, memulai belajar dengan mengucapkan doa secara lantang bersama-sama.

♡♡♡

"Din, ehm ... gimana rasanya?" tanya Mei ragu saat jam istirahat berlangsung dan keduanya masih sibuk menorehkan nilai pada lembaran tugas mewarnai murid-muridnya.

"Apanya?" bingung Dinda dengan pertanyaan Mei.

"Rasanya pacaran sama, siapa tuh nama cowokmu?" Pura-pura Mei bertanya tentang nama kekasih baru Dinda.

"Owh, Denis maksudnya? Ya ... biasa aja sih, seneng soalnya ada yang nanyain kabar. Hapeku rame sama tuh orang," pamer Dinda membuat sahabatnya itu sedikit cemburu.

"Ehm gitu ya?" Mei tidak lagi bertanya tentang sosok Denis. Hatinya terlalu kacau. Meskipun rasa sakit itu masih membekas, namun perasaan cinta yang dulu begitu dalam ia tancapkan untuk sosok lelaki itu belum hilang sama sekali.

Kecewa. Ia pernah sangat kecewa dengan sikap Denis yang tidak memberi keputusan tentang hubungan mereka. Meskipun ribuan kata sayang terus terucap, namun apalah artinya bagi perempuan jika status hubungan mereka tidak juga pasti. Sahabat? Tapi perasaanya lebih dari status itu. Kekasih? Bahkan Denis tak sekalipun memplokamirkan hubungan mereka. Adik? Yah, mungkin itu saja arti kehadiran dan rasa sayang bertubi-tubi yang diberikan Denis padanya.

Mei menatap ke arah Adel yang tengah bermain dengan Rasya di dekat pintu.

Anak itu benar-benar tumbuh dengan cantik.

Senyum Mei kemudian terukir melihat Adel tertawa karena berhasil menangkap Rasya dan merebut mainannya kembali.

Ingatannya masih segar saat Adel baru berusia satu tahun mengajaknya bermain. Dengan telaten Mei memegangi Adel kecil yang belajar berjalan. Sesekali terjatuh karena masih belum seimbang. Mei membantu Adel berdiri dan menenangkan anak itu yang masih menangis.

"Hoi, nglamun aja!" tegur Dinda melihat Mei melamun menatap pintu.

"Eh iya sorry  keasyikan melukis awan," kekeh Mei menyembunyikan bayangan masa lalu yang selalu hadir tiap mamandang Adel.

"Minggu depan udah akhir semester dan libur segera datang." Dinda gembira. Bagi Dinda libur semester berarti kesempatannya untuk pulang ke kampung halaman.

"Di mana kampung mu?" tanya Mei

"Jogja, di daerah Sleman."

"Jauh nggak sama Mallioboro?"

"Sama kayak dari rumah ke sekolah."

"Wah asyik dong, aku mau ikut mudik boleh ya ... ya ... please?" rengek Mei.

"Nggak janji ya, tapi boleh lah kapan-kapan." Mei berbinar bahagia saat mendengar tanda setuju dari Dinda.

♡♡♡

You Or YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang