You Or You -- 30

2K 255 34
                                    

Di tempat lain, Rangga dan Denis tengah duduk menghadap Pak Sodik.

"Jadi, Anda tetap tidak mau membebaskan hutang keluarga Surya?" tanya Denis sekali lagi. Pak Sodik dengan angkuh menggeleng.

"Hutang mereka sudah banyak ditambah bunganya, enak saja kamu minta lunas!" Suara Pak Sodik meninggi. Rangga tersenyum miring.

"Bukankah Anda sudah menukarnya dengan anaknya?"

"Cih! Aku nggak sudi anakku nikah sama perempuan murahan anak Surya. Aku batalkan lamaran anakku dan mereka tetap membayar hutang. Malah harusnya ditambah, karena sudah mempermalukan keluargaku," ujar Pak Sodik berapi-api.

"Yakin Anda tetap menagih hutang mereka setelah tahu kenyataan sebenarnya?" Rangga mulai menggoda dengan senyum miringnya.

"Memangnya apa yang kamu inginkan?" Pak Sodik mulai khawatir karena Denis mengeluarkan map dan laptop dari dalam tasnya.

Dinyalakanya laptop milik Rangga yang kemudian dihadapkan pada Pak Sodik. Tayangan demi tayangan mulai berputar. Wajah Pak sodik pucat pasi, keringat dingin mulai membanjiri pelipisnya melihat kelakuan anak yang diagung-agungkan tengah menjadi pemain utama dalam film tersebut.

"Dan sekarang, dia sudah mendekam di penjara karena kasus lain yakni penganiayaan serta pelecehan terhadap anak Pak Surya," ucap Denis perlahan sambil terus menatap wajah Pak Sodik yang semakin syok.

"Kerugian kami amat besar karena ulah anak Anda. Saya tidak akan meminta ganti rugi atas korupsi uang perusahaan, tapi saya punya tawaran." Rangga sambil membuka map yang sedari tadi dipegangnya.

"Ap ... apa?" Pak Sodik mulai resah dengan tatapan kedua laki-laki yang mengintimidasinya.

"Hapus semua hutang keluarga Surya dan saya akan membebaskan uang ganti rugi anak Anda. Tapi jika tidak, bersiaplah melihat film tadi menyebar luas di jagat raya. Saya tahu kalau Anda sedang mencalonkan diri dalam kampanye dengan uang sogokan yang tidak kecil. Sudah pasti uang yang sudah Anda sebar tidak sedikit juga."
Tawaran  Rangga membuat Pak Sodik semakin ketakutan. Ia memang sedang mencalonkan diri dengan uang sogokan yang lumayan besar agar warga memilihnya. Jika ia gagal, selain rugi uang dia juga akan malu karena sudah bertitah sombong jika dirinya akan menang.

"Kami harap Anda dapat memikirkan baik-baik. Oh ya satu lagi, kasus anak Anda akan tetap diproses oleh pihak berwajib karena kesalahannya tidak dapat ditolerir. Jika Anda masih ngotot menyewa pengacara, saya pun akan melakukan hal sama bahkan pihak kami jauh lebih kompeten."

"Saya kira pertemuan ini sampai disini, jika Anda berubah pikiran bisa langsung menghubungi saya." Denis menyerahkan kartu namanya. Dengan cepat keduanya memberesi bawaannya kemudian pamit.

Keduanya berjalan keluar menuju gerbang namun terhalang oleh warga yang berbondong-bondong ingin masuk. Beberapa orang berteriak marah pada Pak Sodik yang sudah memfitnah keluarga Surya. Ada juga yang berteriak mengolok anaknya bejat, tak tahu moral. Mendengar hal itu Rangga semakin tertarik bagaimana bisa warga sudah tahu kelakuan Burhan dan kabar dia dipenjara karena Rangga meminta polisi tidak mengabari pihak keluarga.

Denis bertanya pada salah seorang warga kemudian segera mengajak Rangga pergi.

♡♡♡

Tok. Tok.

"Iya ... sebentar!" teriak Dinda mendengar suara pintu rumahnya diketuk. Dengan tergesa ia segera membukakan pintu. Betapa terkejutnya ia melihat Rangga berdiri di depan pintu rumahnya bersama Denis.

"Ngga?"

"Iya, Sayang ini aku." Keduanya berpelukan dan karena deheman Denis membuat keduanya harus melepas pelukan.

"Nggak disuruh masuk, Din?" tanya Denis tanpa peduli dengkus sebal Rangga yang pelukannya terhenti.

Dinda mempersilakan tamunya masuk. Dari dalam, Bapak dan Ibu menyambutnya hangat. Mei yang tadinya hendak tidur langsung bangun begitu mendengar kekasihnya datang.

Karena hari sudah malam, keluarga Dinda mempersilakan Rangga dan Denis menginap di kamar tamu multifungsi. Sedangkan Dinda, Dina dan Mei tidur di kamar Dinda.

Selesai mandi dan berganti baju dengan kaus pendek yang dibawa di dalam tas ransel, kini kedua lelaki itu berbincang santai di ruang tamu.

"Jadi Nak Denis dan Rangga ini sepupunya Mei?" Rangga mengangguk sambil tersenyum sopan.

"Maaf jika kami merepotkan karena menginap di sini," ujar Denis merasa tidak enak hati.

"Ndak apa-apa, lagipula kami jarang menerima tamu begini."

"Ehm .. sekalian Pak, Bu saya mau minta restu," ucap Rangga tiba-tiba tepat saat Dinda berjalan ke arah dapur setelah menyuguhkan teh.

"Restu apa tho ?" tanya Pak Surya tidak paham.

"Saya mau meminta restu ingin menikahi putri Bapak, Dinda. Dan kalau diizinkan lusa orang tua saya akan melamar ke sini dari Jakarta." Dinda yang kaget dengan pernyataan Rangga langsung menjatuhkan nampan plastik yang dipegangnya. Untung saja teh sudah tersaji dan jatuhnya juga masih dalam pangkuanya.

"Tapi Bapak tidak bisa memutuskan sendiri, itu semua terserah Dinda. Lagipula apa orang tuamu tidak keberatan punya besan seperti kami ini?" Bapak mulai was-was dengan statusnya yang kaum petani sedangkan keluarga Rangga terlihat dari kalangan atas.

"Bapak tidak usah khawatir, kami tidak pernah memandang status sosial seseorang. Lagipula orang tua saya sudah kenal dengan Dinda dan mereka amat menyukai putri Bapak." Dinda yang duduk di kursi dapur dan mendengar ucapan Rangga membuat pikirannya bertanya.

Kapan aku kenal dengan keluarganya.

Dinda hanya tahu Rangga adalah sepupu Mei. Keluarganya hanya ... Denis dan Karin serta Adel.

"Nduk, Dinda!" Panggilan dari Bapak membuyarkan lamunannya. Dinda berjalan menuju ruang tamu tempat Rangga dan Denis duduk berhadapan dengan kedua orang tuanya.

"Ya, Pak, ada apa?"
Dinda mendekat. Sesekali melirik Rangga yang berkedip genit ke arahnya.

"Nak Rangga melamarmu, gimana jawabanmu?"

Dinda tampak berpikir sejenak sebelum menjawab. Diliriknya Rangga yang memohon untuk menerima lamarannya dengan ekspresi memelas.

"Maaf Pak, Bu, Dinda tidak bisa."

-----------------

You Or YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang