You Or You -- 29

1.5K 246 25
                                    

Rangga dan Denis sudah tiba di Jogja bersamaan dengan tibanya Mei dan Dinda. Sebenarnya mereka satu pesawat hanya saja tempat duduk mereka berjauhan. Dan semua itu memang rencana Rangga untuk mengikuti gadisnya tanpa diketahui.

Setiba di kampung halaman Dinda, keduanya bertanya letak rumah Pak Sodik, keluarga yang menjadi biang masalah dalam kehidupan Dinda, perusahaan Rangga serta pikiran Denis dan Mei gara-gara insiden pengepungan di kamar hotel.

Betapa terkejutnya mereka saat melewati kantor kelurahan terlebih Rangga, karena di sana terpampang foto dirinya bersama Dinda. Meskipun wajah Rangga tidak begitu jelas, namun sudah dipastikan bahwa itu dirinya, tersebar memenuhi papan pengumuman di kantor kelurahan dengan judul yang membuat tanga Rangga mengepal menahan emosi

BURHAN KURANG KAYA, DINDA GAET BOS KAYA.

JADI SIMPANAN BOS, TIDAK PANTAS JADI MANTU SODIK.

PEREMPUAN MURAHAN MENJAJAKAN TUBUH TAPI HUTANG MENGGUNUNG.

SEKALI MURAHAN TETAP MURAHAN!

Rangga meradang dengan berita yang baru saja dibacanya. Emosinya seakan tersulut. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana jika gadisnya tahu, pasti dia akan syok dan keluarganya pun sudah tentu akan dihina habis-habisan.

"Tahan emosimu!" nasehat Denis melihat Rangga yang meradang sambil memukulkan telapak tangannya ke arah foto tersebut.

"Aku tidak tahan dengan mereka. Ayo segera kita selesaikan dan buat mereka tak berkutik dengan kesombongan yang dibanggakan!" ucap Rangga segera beranjak pergi menuju tempat tujuannya.

♡♡♡

Mei ngotot meminjam motor bebek milik Dina dan mengajaknya sekalian untuk menemani ke suatu tempat. Dinda yang sedari siang sibuk di dapur tidak tahu menahu jika dua orang di rumahnya itu telah melesat keluar di sore menjelang magrib ini.

Tidak lebih dari satu jam keduanya telah sampai di rumah. Setibanya di rumah mereka disambut pertanyaan dari Dinda dan hanya dijawab Mei dengan senyum dan bahu terangkat sedangkan Dina yang diharapkan bisa menjelaskan malah langsung pergi.

Makan malam kali ini ditemani gudeg yang dibeli Mei sewaktu jalan dengan Dina. Selesai makan malam, Dinda dan Mei mengobrol santai di teras. Waktu menunjukkan pukul tujuh malam, kumandang Isya' sebentar lagi terdengar. Baru saja mereka berdua hendak menikmati sepiring tape ketan tiba-tiba beberapa orang warga berdatangan. Mendengar suara ribut di luar membuat Ibu dan Bapak yang sedang mengupas singkong di dapur segera keluar.

"Jadi yang benar berita yang mana, Mbak Din?" tanya salah seorang warga yang diketahui namanya Pak Gimin.

"Maksudnya berita apa ya, Pak?" tanya Dinda bingung warga menyerbu rumahnya dan berebut memberinya pertanyaan.

"Mbak Din kemaren katanya sudah jadi simpenan bos kaya, dan tadi kami lihat ada foto Mbak Din yang hendak diperkosa sama anaknya Pak Sodik. Jadi berita mana yang benar, Mbak?"

Semua warga antusias ingin mengetahui kabar tersebut langsung dari Dinda. Namun sebelum dirinya angkat suara, Mei terlebih dulu menyela.

"Maaf ya, Bapak-bapak, Ibu-ibu jika saya yang akan menjawab pertanyaan kalian karena saya di sini termasuk saksi dan korban dari kejahatan Burhan yang kalian kenal sebagai anak Pak Sodik. Benar memang dia hampir melakukan pelecehan terhadap kami." Mei memberi jeda pada kalimatnya. "Dan berkat bantuan banyak pihak akhirnya kami selamat dan sekarang Burhan sudah mendekam di penjara daerah Surabaya," jelas Mei penuh semangat. Semua orang hanya mengangguk-anggukkan kepala sambil saling berbisik.

"Lalu berita Mbak Din jadi simpenan bos kaya itu gimana?" celetuk salah seorang ibu-ibu berdaster bunga-bunga.

"Kalian cuma melihat foto orang pacaran saja sudah percaya kalau Dinda jadi simpanan bos kaya. Laki-laki yang kalian lihat di foto itu kekasihnya temen saya ini, sekaligus saudara saya." Semua warga ber-oh panjang.

"Jadi jangan mudah percaya dengan gambar yang belum tentu benar. Kalau kalian butuh bukti Burhan melakukan tindak asusila, saya bisa perlihatkan videonya dan juga saya bisa tunjukkan di kantor polisi mana sekarang dia ditahan," imbuh Mei berani. Dinda amat bersyukur dengan cara sahabatnya itu menjelaskan dan menenangkan warga.

Bapak dan Ibu tersenyum melihat beberapa warga akhirnya meminta maaf karena kemaren-kemaren sempat mencibir soal foto dari Pak Sodik yang disebar luaskan. Setelah meminta maaf, warga mulai beranjak pulang. Beberapa orang ada yang emosi hingga ingin mendatangi kediaman Pak Sodik yang sudah menuduh keluarga Dinda yang dikenal terhormat menjadi terhina.

Usai semua orang pergi, Mei dan Dinda melanjutkan menikmati tape ketan yang kini Dina ikut nimbrung.

"Aku heran deh kok mereka bisa tahu kabar soal Burhan? Emang kamu apakan mereka?" tanyanya pada Mei yang asyik menyendok tape ketan ke dalam mulutnya.

"Aku nyebarin foto yang ada di hape," ujar Mei santai.

"Ya ampun, Mei, kamu tuh kurang kerjaan amat!" Mei hanya nyengir.

"Tahu nggak, Mbak, di mana fotonya ditempel?" celetuk Dina pada kakaknya.

"Dimana emangnya? Nggak mungkin kalo ditempel di Kelurahan soalnya sore apalagi gelap gini jarang orang lewat situ."

"Di pos kampling sama di deket angkringan tuh di ujung jalan," jawab Dina sambil terkekeh sedangkan Dinda hampir tersedak tape ketan yang sedikit masam.

Dinda benar-benar tidak menyangka sahabatnya sampai berbuat begitu. Memang sejak melihat foto Dinda di kelurahan tadi, Mei terlihat amat murka namun beberapa saat kemudian dia tersenyum jahil bahkan sepanjang perjalanan.

"Kok kamu sempet-sempetnya rekam, nggak nolongin aku duluan!" kesal Dinda menyadari memang saat itu dirinya tengah ditampar dengan keras oleh Burhan dan Mei malah asyik merekamnya.

"Awalnya aku video call sama Rangga tapi nggak diangkat juga. Ya akhirnya aku video aja baru kirim ke Rangga. Jadi aku punya rekaman khususnya di hape."

"Jelas nyambung lah orang Rangga langsung dateng gitu."

"Iya dateng tapi pas ditelpon berkali-kali sibuk mulu kan kita semakin takut." Mereka berdua mengingat betapa takutnya jika Rangga dan Denis yang membawa serta polisi tidak datang tepat waktu.

"Makasih ya, Mei," ucap Dinda tulus.

"Buat apa? Kita kan sahabat dan sebentar lagi jadi ipar," kekeh Mei yang membuat wajah Dinda merona.

"Nggak makasih sama aku, Mbak? Udah dianterin nyetak foto sama beli gudeg plus ngrayu polisi biar nggak ditilang gara-gara lupa bawa helm." Dina cemberut dan langsung dicubit pipinya oleh Mei.

"Iya, Makasih ya, Dina sayang." mereka bertiga tertawa bersama.

--------------

You Or YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang