Sembilan

78 9 0
                                    

Siang itu jam 12.10, mata kuliah terakhir Luna hari ini pun selesai. Dia berjalan sambil bersenandung kecil keluar dari kelas. Alice dan Corrine mengikutinya dari belakang.

"Entar datang nggak Lun ke Valentine Party di rumah kak Nano?" tanya Corrine.

"Hmm gak tau, masih bingung nih. Kalian?" tanya Luna berbalik ke arah mereka.

"Kita sih bisa-bisa aja, ya nggak Rin?" ujar Alice diiyakan Corrine. "Lo?"

Luna sebenarnya juga bisa datang ke pesta itu, tapi jauh di lubuk hati Luna dia berharap bisa menghabiskan Valentine dengan Rival. Faktanya, Rival sampai sekarang belum juga menghubungi dia, membuat dia berpikir mungkin Rival tidak ingin merayakan Valentine dengannya. Untung-untung kalau alasannya murni karena Rival lupa kalau hari ini Valentine atau dia bukan tipe orang yang merayakan Valentine, tapi setidaknya dia kan bisa menelpon.

"Lun?" Luna sedikit tersentak dari lamunannya. "Gimana? Kalau bisa biar kita entar jemput lo,"

"Hmm," Luna mencari-cari jawaban yang bisa ditawarkannya sekarang. And finally... "entar sore gue telfon lo deh. Oke?"

Alis kedua temannya itu mengkerut, tapi Alice akhirnya mengangguk setuju. "Oke,"

Begitu Alice dan Corrine pergi, Luna pun memutuskan untuk menghubungi Rival sembari dia berjalan menuju gerbang depan. Saat hendak mengambil hand phone, dia merasa seperti ada yang tertinggal. Seperti ada barang yang lupa dimasukkannya ke dalam tasnya. Dia pun berusaha mengingat hingga akhirnya... Oh no! Dasi Rival!

Dia lantas mengubrak-abrik isi tasnya dengan panik, tapi tetap juga dia tidak menemukannya. Dia yakin sekali kalau dasi itu enggak pernah dia keluarin dari tasnya. Kecuali... kecuali itu gak sengaja terjatuh. Tapi jatuh dimana? Apa di kelas? Oh, wait. Apa di...?

Dengan jantung yang mulai berdebar tak menentu, Luna akhirnya mengambil hand phone nya dan mulai mencari nama yang hendak dihubunginya hingga hand phone itu berdering, menunjukkan nama Rival di layar.

"Halo?" ujar Luna menelan ludah.

"Lun?" sahut Rival di seberang. "Lo kenapa? Kok suara lo pelan banget gitu?"

"Enggak, gak apa-apa," jawab Luna gugup.

"Oh," gumam Rival. Luna bisa merasa bahwa Rival masih ragu, tapi cowok itu tidak bertanya lagi. "Nanti sore ada acara gak?"

"Hmm," Luna benar-benar gak bisa berpikir jernih sekarang. "Kenapa emang?"

"Hari ini Valentine bukan?"

"I-iya. Terus?"

"Gue mau ngajak lo nge-date,"

Dan yang ditunggu-tunggu Luna daritadi akhirnya terjadi, Rival ngajak dia nge-date! Tapi boro-boro dia bisa ngerasa senang. Dasi Rival yang hilang ngebuat dia terus kepikiran. Gimana kalau misalnya yang nemuin tuh dasi adalah anak Glance? Waduh, bisa gawat.

"Lun?" panggil Rival lagi. Ternyata Luna cukup lama melamun. "Lo masih disitu kan?"

"I-iya kok, iya," Dia harus cari tau sama siapa dasi itu sekarang. "Hmm, tapi Rival, sorry banget ya. Gue udah keburu ada janji ke Valentine's party senior gue. Enggak apa-apa kan?"

"Oh," suara Rival terdengar kecewa dan sumpah demi apa itu ngebuat hati Luna nyess. Kalau bukan karena dia harus nemuin itu dasi, dia pasti udah terima ajakan Rival itu. "Ya udah, gak apa-apa kok,"

"Sorry ya," jawabnya memelas. "Entar gue telfon lagi ya, gue masih ada kelas,"

"Oke," dan percakapan mereka berakhir. Luna bahkan merasa miris banget harus bohong kalau dia ada kelas.

GLANCE #1: Mr. Eagle & Ms. SwanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang