Tiga Belas

38 8 0
                                    


Sore itu adalah saat menegangkan buat Luna. Tepatnya lima menit lagi Luna harus tampil di hadapan ribuan orang di arena es untuk penampilan bertajuk White Swan. Sekali-kali Luna mengintip ke balik tirai dan disana telah banyak penonton memadati tempat duduk. Untuk sejenak Luna dapat merasakan dinginnya es menusuk kulitnya. Dia berulang kali menatap layar handphonenya namun Rival tak juga menelpon atau memberi kabar akan datang. Padahal dia sudah memberitahu Rival bahwa hari ini adalah penampilan perdananya. Luna kesal, namun pembawa acara telah membuka pementasan sehingga mau tidak mau Luna segera bersiap-siap mengatur air mukanya dan berusaha memfokuskan pikiran ke gerakan-gerakan yang akan dilakukannya.

Luna meluncur dengan anggun dan perlahan masuk ke arena es dengan topeng putih berkilau menutupi setengah wajahnya. Seorang ice skate dancer pria menghampiri dan menggenggam tangannya. Mereka meluncur bersama mengitari arena es. Keanggunan yang dipancarkan oleh suasana membuat penonton terhanyut. Terlebih saat keduanya melakukan tari berpasangan, sangat romantis. Lekukan demi lekukan tubuh tampak tak ragu, meskipun mungkin bagi penonton, sulit bergerak selincah itu di atas es licin. Luna berhasil melakukan lompatan dan spin dengan begitu dramatis di klimaks lagu, membuat penonton sontak bertepuk tangan. Luna lega, sekaligus merasakan dirinya kembali sedih saat melakukan penghormatan. Dia seolah-olah melihat Rival di antara penonton.

"Luna my swan itu tadi keren bangeett!!" ujar coach Luna, Gustav yang agak sedikit 'gemulai' itu menghambur ke arah Luna di backstage. Luna tersenyum puas. Beberapa teman juga memuji penampilannya.

"Kita semua keren kok," ujar Luna.

"Tapi lo kan bintang utamanya Lun which is awesome dan berhasil menarik perhatian yeayy!!" ujar seorang teman bersorak.

"Iya tapi, tadi lompatan lo agak kaku tuh yang paling pertama.." keluh Gustav.

"Maaf ya Kak.. aku tiba-tiba kehilangan fokus tadi," ujar Luna menyesal.

"Ya udah deh enggak apa-apa. Enggak gitu keliatan kok. Tapi lain kali harus full focus oke? Ini olahraga berbahaya loh. Kalo jatuh gimana hayo?" ujar Gustav.

"Iya kak.. janji deh gak bakal gitu lagi," ujar Luna tersenyum. Mereka pun satu persatu meninggalkan Luna. Perasaan sedih itu kembali muncul. Dia melepas sepatu dan mengganti kostumnya. Dia segera berpamitan dengan teman-teman yang lain dan berjalan pulang lewat pintu belakang.

Luna berjalan sambil memasukkan kedua tangan di saku jaketnya. Ternyata di luar udara juga dingin, walau tak sedingin arena es di dalam. Luna menyusuri jalanan becek, berpikir bahwa selama dia perform tadi di luar sedang hujan.

Tiba-tiba seseorang menarik tangannya masuk kedalam gang kecil dan menutup mulutnya. Luna seketika panik dan ketakutan. Orang tersebut sangat kuat, mendekap tubuhnya dari belakang. Suasana tiba-tiba hening. Luna bisa mendengar debaran jantungnya yang makin tak menentu. Di saat dirinya nyaris pasrah, dekapan di mulutnya tiba-tiba dilepas. Luna dengan segera berbalik dan mendapati wajah Rival yang tersenyum di hadapannya.

"Rival!" Luna kaget lalu memukuli Rival sanking kesalnya.

"Aduh Lun, maaf maaf!" ujar Rival sambil menepis pukulan-pukulan Luna.

"Iseng banget sih!" bentak Luna kesal. Rival hanya tertawa usil.

"Mau kemana malam-malam begini?"

"Mau berenang," jawab Luna asal.

"Ah serius?" tanya Rival kaget, menganggap jawaban Luna benar.

"Ya mau pulang lah. Pake nanya lagi," sahut Luna cemberut.

"Ih dianya ngambek," ujar Rival terus menggoda. "Oh ya gue punya sesuatu buat lo," sambung Rival lalu mengeluarkan sebuket mawar merah dari balik punggungnya. Luna sontak tersipu melihat mawar-mawar cantik di hadapannya.

GLANCE #1: Mr. Eagle & Ms. SwanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang