Chapter 17

177 22 0
                                    

Seorang bocah perempuan tengah berlari sekuat tenaga sambil sesekali menoleh ke belakang, pada seorang bocah laki-laki yang mengikut di belakangnya dengan ekspresi marah.

Bocah perempuan itu baru enam tahun. Wajahnya sama kucelnya dengan bajunya. Tidak seperti anak perempuan lain yang mengenakan baju-baju lucu, diam justru menggunakan kaus kebesaran sampai lutut tanpa celana. Rambuntnya tergerai berantakan, dengan tangan kotor penuh tanah.

"Hei, berhenti kau!" Teriak bocah laki-laki yang mengejar, umurnya sekitar delapan tahun.

Gadis pemberani itu tak peduli dan terus berlari.
Bocah tadi makin naik pitam hingga menambah kecepatan larinya. Ia mengerahkan seluruh tenaga yang tersisa untuk meraih kaus Kiran yang melambai-lambai tertiup angin. Satu, dua, tiga, dan hap! Ia berhasil menarik ujung kaus itu dan membuat Kiran hilang keseimbangan, hingga akhirnya terjatuh tersungkur dengan tangan bertopang pada kerikil dan pasir halus yang berhasil melukai kulit telapak tangan.

Lelaki berbadan besar tadi tersenyum puas melihat gadis yang dikejarnya jatuh tersungkur. Gadis mungil itu hanya meringis menahan sakit di telapak tangan dan lututnya, sama sekali tak menangis.

"Mati kau, beraninya kau melawan anak laki-laki!" Seru anak laki-laki itu geram.
Yang dihardik manjulurkan lidahnya. "Weeekk, aku tidak takut, dasar gendut!" Balasnya cuek.
Si bocah makin naik pitam dan berjalan mendekat. Namun, saat sudah dekat, tiba-tiba langkahnya terhalang oleh anak laki-laki lain yang lebih tinggi.

"Apa yang kau lakukan?" Tanyanya marah, lalu membuat gadis itu bangun.
Bocah berbadan besar mendadak takut karena badan lelaki yang barusan berteriak itu lebih besar dan dia tampak lebih tua daripada dirinya, mungkin berumur sekitar sepuluh tahun.

"A-aku tidak melakukan apa-apa," jawabnya tergagap.
"Dia yang mengambil mainanku!" Tuduhnya emosi sambil menunjuk gadis yang kini mencibir padanya.

"Kiran, kau tidak apa-apa?" Tanyanya mengalihkan perhatian ada anak kecil yang terluka itu.

Ia mendongak kaget, tidak mengira kalau lelaki asing itu mengenalnya. "K-kau, tau namaku?" Tanyanya terang-terangan.
"Ya, aku tau dari ayahmu," jawabnya sambil menunjuk seorang lelaki tiga puluhan tahun yang muncul sambil berkacak pinggang, terlihat marah melihat putrinya melakukan kenakalan lagi.

Kiran meringis dan segera bangkit. "Hei, ini mainanmu! Aku tidak berminat lagi!" Katanya ada bocah tengil sambil melempar sebuah mobil-mobilan.

Bocah itu memungut mainannya yang terhempas ke tanah. Meski kesal, dia mengikhlaskan perilaku tidak sopan Kiran karena takut kepada lelaki yang tadi membela gadis itu.

"Kali ini, kau selamat, ya. Awas kalau kau mengambil mainanku lagi!" Ancamnya sambil menunjuk-nunjuk Kiran, lalu berlari jauh.

Anak lelaki yang menolong Kiran tertawa terbahak, menertawakan tingkah anak-anak yang bertengkar gara-gara berebut mainan.
"Kenapa kau tertawa? Apa menertawaiku?" Tanya Kiran sinis.
Anak lelaki itu segera berhenti menutup mulutnya.
"Bukan begitu, hanya saja kalian terlihat sangat konyol!" Jawabnya jujur sambil menahan tawa.
"Ck, dasar, bocah nyentrik! Kau bahkan tampak lebih konyol dengan sepatu warna-warnimu itu!" Cibirnya, lalu berlari menghampiri ayahnya yang menunggu dengan muka masam.
Yang dicibiri hanya tersenyum sambil memandang Kiran yang terpincang-pincang. Mungkin, kakinya masih sakit karena jatuh tadi.
Gadis itu memang nakal dan bengal, tetapi tetap saja dia perempuan. Anak lelaki ini ingin melihatnya beranjak dewasa.
'Kiran, pasti akan berubah jadi wanita yang sangat cantik', guman laki-laki yang dikatai "Bocah Nyentrik" itu tanpa sadar.

Dengan Dirinya [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang