Setelah memasukkan beberapa barang ke bagasi, Mikha dan Kiran berpamitan kepada keluarga karena mereka akan segera berangkat.
Mereka berangkulan. Lalu, setelah semuanya rela melepas mereka, barulah mereka benar-benar meninggalkan Bandung siang itu.Kiran mendengar Mikha menghela napas berkali-kali. Ia juga melakukan hal yang sama. Rasanya seperti terbang, lalu jatuh ke atas rumput yang empuk. Perasaan yang tadinya tak tenang berubah sangat nyaman saat tak dikekang orangtua lagi.
"Mikha, apa kau...."
Kiran tak melanjutkan ucapan karena ponsel Mikha tiba-tiba berbunyi. Lelaki itu segera memakai earphone dan mulai bicara sendiri.
Kiran tak ingin menguping dan mengalihkan pandangan ke luar. Kampung halaman tempatnya dibesarkan sudah banyak berubah.Suara Mikha yang samar-samar, bahkan sekarang tak terdengar lagi. Sepertinya, ia sudah selesai menelpon. Kiran ingin menanyakan kehidupan mereka setelah ini. Apa mereka harus tinggal bersama atau semacamnya.
Kiran menoleh pada Mikha dan mengurungkan niat saat menyadari bahwa Mikha tengah murung.
Kiran memilih diam dan berkonsentrasi melihat pemandangan. Namun, suara desahan Mikha sangat mengganggunya. Ia penasaran dan merasa perlu tau. Walau sebelum ini mereka sudah membuat perjanjian untuk tidak saling ikut campur, tetap saja tidak nyaman satu mobil dengan orang yang punya masalah.
"Mikha, aku ikutan tidak tenang mendengarmu mendesah terus," katanya, tetapi tidak dengan nada memaksa.
Mikha memandang sebentar, lalu mendesah lagi.
"Kiran, apa kau bisa ikut aku ke suatu tempat?"**
Saat tau ponselnya berbunyi, Mikha tau siapa yang menelponnya.
Ini hari pertamanya bersama Kiran, mana mungkin dia akan meninggalkannya begitu saja?
Jadi, saat Kiran menanyakan keadaannya, Mikha-entah punya keberanian dari mana-mengajak Kiran ikut bersama.**
Soekarno-Hatta International Ariport
Kiran membelalakkan matanya besar-besar saat membaca tulisan itu. Ia tidak menyangka kalau Mikha akan membawanya kesini. Apa Mikha ingin mengajaknya bulan madu ke luar negeri? Aduh, itu terdengar sangat mustahil. Jangankan untuk membayangkan, untuk mengucapkan saja terdengar sangat aneh dan menjijikan.Kiran terus mengikuti langkah Mikha yang seperti sudah hafal lika-liku bangunan ini. Jalannya juga terburu,seperti sudah terlambat. "Mikha, apa kau ingin pergi ke suatu tempat?" Teriak Kiran di tengah kebisingan yang mengganggu.
Lelaki yang ditanyai hanya menoleh, lalu tersenyum hambar. "Bukan begitu, aku hanya ingin mengenalkanmu kepada seseorang!" Jawabnya berusaha tenang.
Kiran menaikkan alis sebelah, "siapa? Kenapa aku harus dikenalkan kepada orang itu?" Tanya Kiran lagi yang mulai bawel.Mikha berhenti dan membaca sederetan jadwal penerbangan yang ditampilkan sebuah layar besar. Kiran ikut-ikutan dan memperhatikan layar meski ia tidak tau harus memperhatikan apa.
"Agar dia tidak salah paham!" Jawab Mikha akhirnya, setelah cukup lama mendiamkan Kiran.
**
Tadinya, Kiran pikir Mikha hanya akan memeperkenalkannya kepada teman kerja atau semacamnya. Namun, sepertinya, ia salah sangka. Begitu melihat seorang wanita cantik yang sangat familiar dan berpenampilan sangat menarik berjalan mendekati Mikha, lalu memeluknya penuh rindu, dugaan awalnya itu lenyap seperti debu.
Kiran kenal siapa yang sekarang tengah berdiri di antara mereka. Namanya Sherin Dianiya. Lagi pula, siapa yang tidak kenal Sherin? Kiran rasa, semua masyarakat Indonesia juga tau. Sherin kan artis Ibu Kota.
Namun, ia belum belum habis pikir, di antara jutaan penduduk Jakarta, kenapa Sherin yang dipilih Mikha untuk dikenalkan kepadanya? Ya, Sherin memang cantik. Sangat cantik, malah. Tubuhnya langsing dengan lekukan yang diidamkan setiap wanita. Rambut panjangnya membuatnya seperti tokoh putri cantik dalam dongeng. Belum lagi tulang rahangnya yang tirus dan dagunya yang panjang.Kiran merasa kecil di antara dua orang sangat serasi itu. Mikha yang tinggi, tampan, penuh wibawa, dan karismatik terlihat sangat cocok dengan wanita yang baru saja mendatangi mereka. Sherin terlihat elegan dan modis. Benar-benar jauh jika dibandingkan dengan Kiran.
Kiran masih membelalak menyaksikkan adegan temu kangen itu. Ia bahkan sedikit menyesal saat tau kalau Mikha sudah punya pacar dan lebih sedih lagi saat tau siapa kekasihnya itu. Yah, memang dari awal mereka sepakat untuk tetap menjalankan kehidupan percintaan masing-masing. Salahnya, Kiran tidak pernah menanyakan apa Mikha masih sendiri atau sebaliknya. Kalau tau seperti ini, dari awal, dia pikir-pikir dulu untuk menerima perjodohan ini.
"Kiran, Kiran!" Mikha tampak melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Kiran.
Kiran segera menyaut dan mengerjapkan mata. "Ya?"
Kiran tidak tau, apa Mikha sudah memanggilnya sejak tadi. Ia tidak sadar sejak kapan melongo aneh seperti orang bodoh itu. Kiran mengulas senyum tipis. Disambut gumaman pelan dari mulut wanita yang tengah menggandeng Mikha.
Lelaki itu mendegut, "Kiran, ini seseorang yang ingin kukenalkan padamu!" Ucapnya tak enak."Aku Kiran!" Sapa Kiran.
Sherin tersenyum, lalu menoleh bingung kepada Mikha. "Sekertarismu?" Tanyanya, walau ia sendiri sebenarnya ragu dengan pertanyaan itu.
Kiran membuang pandang dan merasa sedikit tak enak, tiba-tiba merasa seperti wanita perebut pacar orang.
"Bukan." Mikha menggeleng, kemudian melirik Kiran sebentar. "Justru itu aku membawa Kiran ke sini. Ada sesuatu yang ingin kukatakan padamu! Benar bagitu, Kiran?" Mikha coba minta dukungan.
Kiran tersenyum samar, lalu mengangguk, "ya."
*
*
*
*HI!! 12 CHAPTER!
HMM.. DENGAN DIRINYA INI SEBENERNYA UDH PERNAH DI SHARE DI TWITTER, DAN AKU UDH SERING BILANG INI, JADI KARENA DI TWITTER NGGA BISA VOTE ATAU KOMEN BNYAK, AKU SHARE LAGI DI SINI, YG UDH BACA PLEASE VOTE ATAU KOMEN YAA.. BIAR AKU TAU KURANGNYA DIMANA, KARENA BAKAL ADA PROJECT BARU LAGI NIH BUAT FF SELANJUTNYA
KAMU SEDANG MEMBACA
Dengan Dirinya [COMPLETED]
Fiksi PenggemarYa, ia harus mulai menata hidup kembali, bersama suaminya-- Mikha Angelo. Started : 2015 Okt' 22 Finish : 2016 Jun' 12