Chapter 19

188 23 1
                                    

Kiran berhenti di depan sebuah rumah besar bergaya tradisional sambil memperhatikan layar ponselnya, Kiran tak ingin salah alamat. Alamtnya sudah sesuai dengan pesan yang diberikan Mikha. Namun, Kiran masih ragu untuk masuk, dia takut salah rumah karena tidak menyangka Mikha tinggal di rumah semegah itu. Kiran sering memuji rumah yang sering dilewatinya jika berangkat kerja, tetapi siapa sangka kalau dia juga akan tinggal disitu? Ah, benar-benar tak terduga!

Kiran mendorong pagar berwarna cokelat itu dan berusaha menarik tasnya yang berat. Ia hanya membawa baju-baju.
**

"Kamarmu ada di depan!" Ucap Mikha yang disambut tatapan bingung Kiran.
"Oh... Kamarku jauh, ya," ucapnya sambil memperhatikan ruang yang ditunjuk Mikha.
Rumah itu memang bergaya tradisional. Tidak seperti rumah modern yang semua ruangannya berada dalam satu bangunan. Rumah Mikha, ruangannya berpisah-pisah. Seperti guesthouse. Tetapi dengan jarak ruang satu sama lain cukup jauh. Bahkan, kamar Mikha dan Kiran dipisah sebuah pohon besar.
"Hanya dipisahlan pohon itu dan... Kolam!" Jawab Mikha memperjelas. "Apa kau takut?"
Kiran menggeleng sama, "tidak. Hanya khawatir saja membayangkan tidur dalam tempat sebesar itu. Lagi pula, hanya kita berdua yang tinggal di rumah sebesar ini. Aku takut kalau kesulitan bertemu denganmu! Jangan-jangan, aku juga bisa tersesat!" Katanya sambil tertawa.
Mikha ikut tertawa dan memasukkan tas Kiran ke kamar, "kau tidak akan tersesat menemukanku karena hanya kamar saja yang dipisahkan. Hanya ada saru ruang makan dan ruang lainnya, jadi kita bisa bertemu di sana nanti!" Ujar Mikha sambil tersenyum.
"Hmm..., Kiran, apa kau tidak keberatan kalau kutinggal sendirian?"
Kiran menggeleng yakin, "tentu saja tidak apa-apa. Aku bukan penakut seperti yang kau pikirkan!" Sekarang, kau boleh kembali ke kamarmu! Sekali lagi, terima kasih!"
Mikha balas tersenyum, "sebenarnya, bukan begitu. Maksudku, aku akan keluar menemui Sherin. Tidak apa-apa,kan?" Ralat Mikha yang membuat senyum Kiran membeku.
Ia kecewa lagi untuk kesekian kalinya dalam satu hari. "Apa-apaan kau? Bukankah kita sepakat untuk tidak ikut campur dalam masalah apa pun? Jadi, jangan bersikap seolah-olah aku ini istri sungguhanmu!" Sahut Kiran berlagak marah dan memaksa tersenyum.
Mikha mengangguk senang dan langsung berblik sebelum mengucapkan selamat tinggal.
**
Kiran duduk memeluk lutut seraya menatapi kolam ikan penuh teratai yang terletak di depan kamarnya. Rumah Mikha sangat besar dan terlalu sepi untuk ditinggali sendiri. Sama seperti hati Kiran.
Kiran selalu ingin menarik ucapnnya dan mengembalikan waktu kali pertama bertemu Mikha. Kalau tau begini, ia pasti pikir-pikir dulu untuk menikah.
Kiran juga bingung pada perasaannya, bukankah selama ini ia tidak mudah tertarik pada pria? Namun, kenapa dengan Mikha, Kiran begitu mudah menyatakan bahwa ia jatuh cinta? Apa ada yang salah? Kenapa Kiran menyukai seseorang yang sudah punya pacar?
Apa karena Mikha menggenggam tangannya erat? Ah, kalau sekedar itu, Reuben juga sering melakukannya. Apa mungkin karena Mikha sangat karismatik? Ya, bisa saja. Wanita mana pun pasti akan jatuh cinta kepadanya. Namun, Kiran masih belum yakin kalau ia menyukai Mikha karena itu. Bukannya banyak pria tampan yang berkeliaran di sekitarnya dan ia tak pernah merasakan apa pun selama ini. Jadi, mengapa dengan Mikha pernyataan cinta iti muncul begitu saja?

**
Sherin tidak ingin menanyakan perihal Kiran saat ia dan Mikha berkencan. Dia tetapi khawatir karena malem ini Kiran akan tinggal serumah dengan kekasihnya. Pikiran buruk yang sudah ditepisnya jauh-jauh kembali datang saat pembicaraan mereka diisi kekosongan. Akhirnya, Sherin selalu tak bisa menahan diri untuk tidak bertanya.
"Bagaimana Kiran? Apa dia sudah tiba dirumahmu?"
Mikha langsung membuang muka, "kenapa? Kau masih cemburu? Bukannya aku sudah bilang kalau kami hanya pura-pura?" Jawabnya dengan nada tak senang.
Sherin menggigit bibir, "tentu saja aku khawatir. Kau pria dan dia wanita. Kalian akan bertemu setiap hari, makan bersama setiap hari, berpapasan setiap hari, dan aku takut kalau dia menyukaimu!" Akunya jujur.
"Sherin, kau kan lihat sendiri kalau Kiran sudah punya pacar? Lagi pula, apa kau lupa bagaimana bentuk rumahku? Kami tak akan semudah itu bertemu! Anggap saja kalau Kiran menyewa satu kamar di rumahku. Beres, kan?"
Penjelasan yang masuk akal karena Sherin langsung diam. Ia cukup sependapat dengan Mikha. Rumah sebesar itu bagaimana bisa mempertemukan mereka? Mikha tidak suka sarapan, dia juga di kantor sampai malam, dan baru pulang setelah pukul sembilan. Mereka tak akan mudah berkomunikasi.
Sherin menghembuskan napas, lalu mengantupkan kedua telapak tangan, "aku mohon jangan pernah menggapnya ada!"



Dengan Dirinya [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang