Chapter 21

190 21 0
                                    


"Kau mengajakku ke sini?" Tanya Kiran sambil memperhatikan sebuah cafe dari balik kaca mobil Reuben. Ya, memang pria itu yang mencari Kiran ke butik.
Mereka berhenti di depan cafe chocolate, tapi masih sama-sama dusuk di dalam mobil. Alunan lagu 'All at sea' dari Jhone Mayer terdengar dari tape mobil itu, lagu favorit mereka.

"Bukannya kau suka minum soleil choco?" Reuben menyebutkan salah satu minuman favorit dari cafe itu.
"Tapi, aku baru saja berniat mengganti semua uangmu yang sudah kau pakai untuk mentraktirku!" Sahut Kiran cepat.

Reuben melirik kiran yang masih cemberut. "Kau masih marah? Hmm..., aku minta maaf karena ucapanku yang sangat tidak sopan kemarin," ucapnya dan Kiran masih bertahan dengan ekspresi sebelumnya. "Tapi, kau harus tau perasaanku, Kiran!" Ucapnya tanpa duga.
Kiran mendelik, tetapi masih cuek.
"Harusnya, kau lebih memperhatikan orang lain. Kurasa, kau tau apa yang kurasakan saat mendengar bahwa kau menyukai 'suamimu.'" Reuben mendesah, lalu mengecilkan tape, "bukankah kita sama-sama patah hati? Harusnya, kau tau bagaimana rasanya diabaikan?" Lanjutnya sedih.

Kiran memutar badan kesebelah kanan dan menjulurkan tangan kiri. Ia meraih tanga Reuben dan menggenggamnya penuh kasih. "Reuben, apa aku benar-benar mengabaikanmu? Apa selama ini aku sering membuatmu kecewa? Mungkin, banyak hal yang tak kusadari, yang telah menyakitimu! Aku benar-benar minta maaf! Maafkan aku!" Pintanya merasa bersalah.

Reuben tergelak tanpa melepaskan tangan Kiran. "Apa-apaan ini? Kenapa kita seperti sedang bermain sinetron?" Sahut Reuben cepat.
Kiran menarik tangannya walau sempat ditahan Reuben. "Dasar! Kau ini sama sekali tidak romantis!" Kiran membuka mulut dan cemberut lagi. "Aku hanya ingin menghiburmu!" Tambahnya kemudian.

"Lho, bukannya kita sama-sama patah hati? Sudah, jangan sok-sokan menghibur kalau kau sendiri sedang sedih!"
Kiran langsung mencibir dan memalingkan wajah keluar.

"Kenapa? Apa kau mau minum soleil choco?" Goda Reuben sambil mencolek pinggang Kiran. Gadis itu segera menepis tangan sahabatnya dan masih membuang muka. Diam-diam, Kiran tersenyum karena mereka sudah berbaikan. Ia kesepian kalau Reuben marah karena takan ada lagi yang bisa diajak bersama kalau sedang sendiri.
Reuben juga begitu. Meski Kiran sudah menikah, ia tetap harus mendapatkan hati Kiran.
Bukannya pernikahan Kiran dan Mikha pura-pura?
Suatu saat juga akan berpisah karena Mikha pasti juga ingin menikahi kekasihnya.
Ya, Reuben harus mendapatkan cinta Kiran sebelum hati gadis itu dimiliki Mikha sepenuhnya. Masih ada waktu dan belum terlambat. Semua baru permulaan dan Reuben harus rela mengulang dari awal.
**

Sudah hampir pukul sembilan dan Mikha masih duduk di balik meja kerjanya. Ada banyak laporan yang harus dikerjakan.
Mikha menerawang, teringat ucapan Sherin tadi sore saat meneleponnya. Sherin mengatakan kalau ia juga ingin dijemput pacar seperti yang dilakukan kekasih Kiran. Sherin mengaku melihat Kiran pulang bersama seorang teman pria dan dia juga ingin diperlakukan begitu.

Mikha mendesah. Bagaimana mungkin datang menjemput, sementara ia saja tidak bisa pergi keluar karena sibuk. Mungkin besok Mikha akan meluangkan waktu untuk lebih memperhatikan Sherin.
Ia melirik jam yang semakin larut. Sudah waktunya pulang.
**

Sampai di rumah, Mikha langsung menuju kamar. Namun, ia mengurungkan niat saat melihat lampu ruang tengah masih menyala. Mikha ingin memastikan apakah Kiran ada di tempat itu.
Ia melangkah pelan, tetapi tetap saja menimbulkan suara derap kayu terinjak. Saat sampai di ruang tengah, ternyata tak ada siapa-siapa. Mikha meraih swicth lamp, mematikan lampu di ruangan yang tidak digunakan.
"Siapa?" Suara itu menghentikan langkah Mikha dan kembali menyalakan lampu.
Ia menyipit sedikit, sambil menajamkan pandangan pada sosok yang berdiri terhuyung di dekat sofa.
"Kiran?" Panggilnya ragu. "Kau tidur disini?"

Kiran menguap sambil menggaruk kepalanya, "aku ketiduran. Menunggumu bagai menunggu bintang jatuh dari langit, lama sekali!" Gerutunya dan melangkah maju mendekati Mikha. "Apa kau capek?"
Mikha menggeleng, "aku tidak minta kau untuk menunggu. Pekerjaan di kantor sangat banyak dan aku sering pulang larut. Lain kali, jangan menunggu lagi. Kau bisa tidur duluan!" Jawabnya sambil berbalik pergi. "Oh ya, aku juga tidak biasa sarapan. Kau juga tidak perlu membuatkan sarapan untukku lagi!" Tambahnya seraya berbalik.

Dengan Dirinya [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang