Chapter 25

194 18 1
                                    

Mikha membuka mata perlahan. Refleks, ia menekan sisi samping kepalanya yang terasa berdenyut. Memikirkan dua wanita dalam satu malam membuat energinya terkuras. Bahkan, sampai merenggut kesehatan yang selama ini berhasil dijaganya dengan baik.
Mikha melupakan sedikit tentang Kiran atau Sherin dan melangkah pelan menuju kamar mandi. Ada banyak pekerjaan yang menunggunya di kantor dan ia tidak boleh sakit hanya karena masalah perasaan. Ia tetap bisa bekerja jika pikirannya tak terusik lagi. Mikha yakin ia bisa mengenyahkan semua masalah dalam otaknya, pusat pengendali segala tindakan.
Namun, sepertinya, Mikha salah karena sebenarnya hatilah yang menjadi pusat segala kegiatan, bukan otak.

Tak lama, suara bel terdengar memenuhi ruang. Mikha yang sedang bersiap untuk pergi segera memutar langkah dan mendapati kekasihnya dibalik pintu. Ia tersenyum kecil dan segera membukakan pintu. Harusnya, ia senang mendapati Sherin ada di sana, tetapi kenapa Mikha merasa bahwa bebannya semakin berat?

**

"Selamat pagi!" Seru Sherin girang dan segera melangkah masuk.
Mikha menatap dengan wajah datar, ia memang tak bisa berpura-pura. "Kau kesini?" Tanyanya enggan.
Sherin mendekat dan bergelayut di lengan kukuh kekasihnya. "Sudah lama, kan? Aku sangat rindu mengunjungi rumahmu ini!" Jawabnya manja. Kali ini, dia menyandarkan kepala ke bahu Mikha.
Lelaki itu hanya diam sambil melangkah dengan Sherin yang masih menempel di sebelah kanannya. "Apa Kiran sudah memberi taumu tentang kepindahannya?" Tebak Mikha yang disambut sentakan hebat Sherin. Ia tak menyangka kalau Mikha akan menanyakan masalah itu pada awal kedatangannya.
Cepat, Sherin melepaskan tubuh dan berjalan ke hadapan Mikha. "Tentu saja, bahkan aku adalah orang pertama yang diberi tau. Bagaimana menurutmu, dia wanita hebat, kan? Dia telah menyelamatkan hubungan kita yang nyaris tamat. Lalu, kapan kau akan menceraikannya? Aku tak bisa menunggu lebih lama lagi," ujar Sherin dengan keceriaan penuh. Matanya mengerjap semangat dengan tangan bertaut didepan dada, benar-benar sosok Sherin yang berbeda dengan biasanya.

Mikha membuang pandang dan beralih menuju ruang tamu. Ia menghempaskan tibuh di sana. Sherin mengikuti.
"Kenapa? Apa kau tidak senang?" Tebak Sherin curiga.
"Siapa bilang?" Sahut Mikha cepat.
"Lalu, kenapa gelisah begitu?" Sergah Sherin dan ikut duduk. "Harusnya, kau tersenyum lebar menjawab pertanyaanku. Tapi, sebaliknya, kau terlihat sedih dan... kecewa. Apa kau menyesal karena telah diputuskan? Atau, jangan-jangan kau mulai jatuh hari kepada gadis itu?" Selidik Sherin dengan nada menuduh.

Mikha berdiri bangkit, melangkah gontai meninggalkan kekasihnya tanpa mengatakan apa-apa.
Sherin mengikuti lagi. Ada rasa cemas yanf menggerogoti hatinya. Karaguan yang selama kni dirasakannya mulai terasa nyata.

"Aku mulai sadar," ucap Mikha pelan dan itu membuat langkah wanita yang mengikutinya berhenti secara mendadak. "Aku...."
"Oke, aku akan pergi. Sepertinya, kau terlalu lelah hari ini!" Sela Sherin dan segera berbalik langkah menuju pintu.
Ya, Mikha pasti lelah hingga kesulitan berpikir. Mungkin, memang saatnya bagi Sherin untuk memberikan Mikha waktu. Meski harus menunggu lagi, ia rela.

**

Reuben menginjak gas dalam-dalam. Ia ingin segera bertemu Kiran setelah lima hari tak berkomunikasi dengan gadisnya itu.
Dulu, Reuben tak pernah menggubris siapa pun di sekelilingnya. Apalah itu keluarga, teman atau sekedar orang-orang yang ingin memanfaatkan kekayaannya. Reuben yang tak pernah mendapatkan kasih sayang dari orangtuanya merasa kalau cinta yang diagungkan semua orang itu hanyalah omong kosong. Hanya saja, saat kali pertama melihat Kiran, ia merasakan hal berbeda. Gadis itu bahkan tak berusaha menarik perhatiannya seperi gadis lain. Dia berbeda dan membuat Reuben mulai percaya akan cinta. Hati yang tadinya dingin mulai menghangat seiring berjalannya waktu. Terlebih saat sudah mengenal Kiran lebih dekat, ia berubah derastia. Reuben menjadi peduli dan ramah. Untuk itulah, ia tak ingin kehilangan gadisnya itu.

Begitu sampai, ia segera memencet bel tak sabaran. Hingga menimbulkan kehebohan yang lumayan gaduh, tapi Reuben tak peduli. Ia khawatir pada Kiran yang terakhir ditinggalkannya dalam keadaan kacau dan ya, patah hati. Bisa saja gadis polos itu berbuat nekat hingga melukai dirinya sendiri.
Ia memencet bel lagi, untuk kesekian kalinya.
Lagi, lagi dan lagi, tetapi belum ada yang membuka pintu.
Tepat pada saat Reuben hendak memutar langkah, pintu di hadapannya terbuka. Kiran muncul dengan mulut penuh makanan. Reuben seketika menghembuskan napas kuat-kuat. Tanpa sadar, ia seger memegang kedua bahu gadis itu dan swgera memeluknya.
"Aku senang kau baik-baik saja," ucapnya tanpa melepaskan pelukan terlebih dahulu. "Kupikir kau sudah jadi mayt bwrjalan selama aku pwrgi. Tapi, syukurlah kau maaih punya keinginan untuk makan!" Lanjutnya yang semakin menguatkan dekapan.

Kiran yang masih kaget mulai sadar hingga dengan swgwra mendorong tubuh Reuben ke belakang. "Hei, kau pikir kau siapa berani memelukku!" Pekiknya diikuti dengan muntahan makanan dari mulutnya.
Reuben tersenyum jahil, lalu menarik kepala Kiran dan menempelkannya di dada. "Jangan begitu, kau pasti juga senang kupeluk, kan?"
Keduanya terdim, sama-sma menikmati pelukan penuh kehangatan itu.
"Entah ini normal atau tidak, aku sangat merindukanmu selama kau tidak di sini. Aku merasa sepi dan kehilangan." Kiran berhenti sebentar. "Dan, jangan pernah melupakan ponselmu lagi, kau harus tau betapa aku sangat mencemaskanmu!" Lanjtnya dan membalas memeluk Reuben dengan hati lapang.
**

Hari ini, Reuben ingin membuat kejutan. Setelah mendengar pengakuan Kiran kemarin, ia merasa sangat bahagia. Ia kembali percaya diri karen ternyata Kiran tak benar-benar mengabaikannya.

Begitu pintu rumah gadis itu terbuka, seseorang muncul dengan muka penuh riasan. Ia ternganga sejenak, tetapi seketika menyemburkan tawa sampai berjongkok saking tidak tahannya. Reuben memengang perutnya dan menekannya kuat-kuat.
Ia melikat sekali lagi pada sosok yang membukakan pintu itu memastikan dan tawanya kembali menyembur.
Sementar itu, sosok yang ditertawainya habis-habisan, hanya terpaku seraya memperhatikan tamunya yang sangat tidak sopan. Namun, ia seketika tersadar saat memperhatikan pantulan dirinya di jendela, lalu dengan cepat menutupi mukanya dengan tangan. Dalam sekali gerakan, ia segera berbalik masuk, diikuti dengan Reuben yang langsung bangkit sambil menyeka air mata. Dia merasa lucu melihat gadis yang dikenalnya alergi peralatan make-up justru menggunakannya dengan sangat tidak wajar.
"Hei, Kiran, kau ini lupa ingatan, ya?" Tanyanya tak sabar sambil membuntuti di belakang Kiran yang melangkah lebar-lebar mencari cermin atau barang apa pun yang bisa memantulkan bayangan dirinya.

Kiran belum menyahut.
"Aku bukannya ingin meledekmu atau apa, hanya saja kau terlihat sangat aneh dengan dandanan seperti itu!" Lanjut Reuben kemudian yang merasa tak enak karena telah mematahkan semangat gadis yang dicintainya itu.
Kiran berbalim, lalu memajukan bibirnya. Reuben yang menyaksikan tingkah komyol Kiran seketik terbahak lagi.
"Kau sudah terlihat cantik dan menarik tanpa riasan. Jadi, jangan tambahkan apa pun lagi pada wajahmu," ucapnya yang membuat pipi Kiran merona. Reuben mendekat, lalu meraih kepala Kiran dan mengecup bibirnya pelan secara tiba-tiba.
"Aku mencintaimu!" Ucapnya.

Dan, Kiran mulai hilang kesadarn.

Dengan Dirinya [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang