Chapter 34

163 19 0
                                    

Sherin terjaga dari tidurnya pukul enam pagi. Hari ini, dia akan melakukan apa yang tak pernah dilakukannya lagi seumur hidup, yaitu memohon. Sherin ingin mengajak Kiran kembali lagi bekerja di Butik miliknya. Bukan karena dia mengaku kalah atau semacamnya, semata karena kontrak yang sudah ditandatangani dengan sekolah menengah atas dan mencantumkan nama Kiran.
Walau Sherin sudah susah payah menjelaskan pada pihak sekolah untuk mengganti desainernya, mereka tetap tidak terima karena menyukai apa yang dibuat Kiran. Untuk itu, meski berat, Sherin tetap harus meminta Kiran kembali. Paling tidak, sampai proyek ini selesai.

Bagi Sherin, harga diri memang penting, tetapi kerja sama dengan klien yang bertahun-tahun dipegangnya jauh lebih penting. Sherin yang profesional tidak akan mencampurkan masalah pribadi dan pekerjaan. Hanya saja, sejak kedatangan Kiran, dia jadi berubah tidak logis.

Sherin mendesah, lalu mengikat rambutnya dengan asal. "Ini akan jadi hari yang berat!" Ucapnya sambil melangkah malas menuju kamar mandi.

Ia berdiri lama di depan kaca besar yang memantulkan bayangan dirinya. Mendadak, Sherin merasakan kesedihan melingkupi hatinya saat melihat wajah yang sudah tidak sebahagia dulu lagi. Sekarang, dia terlihat lebih tirus dan lebih pucat.

Sudah tiga minggu berlalu sejak pertengkarannya dengan Mikha dan pria itu sama sekali belum pernah menghubunginya. Itu berarti, dia masih tinggal serumah dengan gadis itu.
Ini membuat Sherin semakin sulit mengendalikan emosi jika harus bertemu lagi dengan Kiran. Secara tak langsung, Kiran sudah merebut Mikha dari dirinya. Namun, apa pun itu, dia akan berusaha untuk tegar dan melupakan permasalahan mereka. Urusan pekerjaan memang tidak sepantasnya dicampur adukkan dengan masalah pribadi.
Ya, Sherin hanya perlu mengingat-ingat kalimat itu dalam kepalanya agar tidak kehilangan kendali.

**

"Bagaimana dengan rancangan untuk proyek di Kalimantan? Apa kau bisa menanganinya dengan baik?" Tanya Mikha kepada Ivan yang berdiri diam di depan meja kerjanya.
Ivan mengangguk, lalu menyodorkan beberapa rancangan yang sudah dibuatnya beberapa hari ini. Mikha menerima senang dan memperhatikan gambar itu secara detail satu persatu.
Dia mengangguk-angguk, merasa puas dengan hasil gambar Ivan yang jauh dari kata amatir. "Kerja bagus, kau melakukannya seperti seorang profesional," pujinya.
Ivan memaksa tersenyum. "Kau juga melakukannya dengan baik, seperti profesional," balasnya dingin.
Mikha mendongak, mengalihkan perhatian dari kertas gambar pada Ivan. "Apa?" Tanyanya tak mengerti.
Ivan menggeleng. "Bukan apa-apa," tolaknya. "Hanya saja, aku tidak tau ke mana adikku dua hari ini. Dia tidak pulang kerumahmu, kan?" Tanya Ivan sambil memiringkan kepala dan memandangi Mikha dengan tatapan yang sulit dimengerti.
Mikha menutup berkas yang sedang dipegangnya, lalu berdeham kecil. "Maaf, aku tidak pernah membawa masalah pribadi dalam urusan kantor. Mungkin, bisa kita bicarakan nanti sepulang kerja," tolaknya halus yang disambut anggukan paham oleh Ivan.
"Ya, aku sudah tau itu!" Katanya, "Kalau begitu, aku keluar dulu!" Ivan melangkah pelan keluar.

Mikha balas mengangguk dan memukul pelan meja kerjanya. Siapa bilang dia tidak membawa masalah pribadi pada urusan pekerjaan? Sejak tadi, bahkan kepalanya hanya dipenuhi oleh bayangan Kiran. Ia mencemaskan apa yang disampaikan kakak iparnya, Kiran sudah tidak pulang dua hari ini.
Mikha tau bahwa Kiran pasti ingin menghindar darinya demi rasa hormatnya kepada Sherin. Di mana pun dia berada, Mikha pasti akan menemukannya.
Kini, dia ingin menemui Sherin terlebih dulu. Dia ingin menyelesaikan hubungan mereka agar bisa memulai hubungan dengan Kiran. Memang terdengar egois dan kurang ajar, tetapi Mikha tak ingin menunda lebih lama lagi. Sudah terlalu banyak waktu dibuang percuma untuk menunggu takdir mempertemukan mereka.
Sekarang, Mikha ingin mengendalikan takdir. Dia ingin menjemput takdir demi kepuasan batinnya.

**

"Lalu, apa yang akan kau lakukan sekarang?" Tanya Reuben pesimis saat melihat Kiran yang masih memeluk lutut di atas sofa. Dua hari ini, dia menginap di rumah Reuben. Kondisi fisik dan batinnya tidak memungkinkan untuk kembali ke rumah Mikha dalam waktu dekat.

Dengan Dirinya [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang