Chapter 6

242 26 0
                                    

"Apa? Kau setuju?" Bunda Kiran menjerit keras sampai menumpahkan teh yang tinggal setengah.
Kiran mengangguk, lalu menyesap teh itu dengan perasaan tenang. Ia sudah membicarakan semuanya dengan Mikha. Tak ada lagi yang perlu dipusingkan. Mereka hanya perlu melalukan satu hal agar bisa kembali ke Jakarta, yaitu menikah.
Kiran menggengam cangkir dengan perasaan sukacita, terlihat tanpa beban. Ia masa bodoh dengan ekspresi super kaget bunda dan ayahnya yang ada di situ, di ruang keluarga mereka.
"Kau mimpi apa semalam? Kenapa cepat sekali berubah pikiran? Bukannya kau masih menentang habis-habisan permintaan ayah?" Seru Ivan.

Kiran mengerjap, "itu kan kemarin. Lagi pula, ayah dan tuan Lans sangat menginginkan pernikahan ini, jadi ya dilakukan saja! Mikha Angelo juga sangat tampan! Tak ada ruginya dinikahi pria seperti dia!" Jawab Kiran santai sambil bertopang dagu.

Bunda dan kakak laki-lakinya saling pandang. "Kau diancam atau dibayar oleh anak muda itu? Pasti kau dipaksa untuk tetap menikah agar tuan Lans tidak meninggal karena kaget, kan?" Tanya Ivan curiga.

Kiran menepuk kepala kakaknya cepat, "pikirmu dia seperti dirimu yang suka gegabah, suka memukul dan tak tau diri! Tentu ini atas kemauanku sendiri!" Bantahnya cepat, jangan sampai anggota keluarga mengetahui percakapan rahasia di antara dia dan Mikha. "Bunda akan senang kalau aku menikah, kan?" Tanyanya seraya melirik Nyonya Bram yang masih ternganga. "Bukannya Bunda juga menginginkan pernikahan ini?" Lanjut Kiran lagi.

Nyonya Bram bergeser mendekati Kiran. "Tentu saja Bunda senang. Aku hanya tak ingin kau menderita hidup bersama pria yang tidak kau cintai!" Ucapnya khawatir.

Ivan mengangguk-angguk mengiyakan. "Tanpa cinta, urusan rumah tangga pasti sangat rumit. Kau bisa dipukuli jika kalian bertengkar!"
Setelah menyampaikan pendapatnya, Ivan segera meringis karena segera ditepuk keras oleh Bundanya. Ia mengaduh dan mengusap-ngusap bagian yang dipukuli dengan telapak tangan.

"Aku kan sudah bilang kalau dia tidak seperti kakak. Dia lelaki yang baik, kok. Dan, kenapa sekarang jadi kalian yang menentangku? Bukankah kemarin Bunda dan kakak juga setuju dengan perjodohan itu? Kenapa berubah pikiran?" tanya Kiran tiba-tiba.
Nyonya Bram mendesah, tetapi tidak mengatakan apa-apa.

"Asal kau tahu Kiran, kalau aku perempuan, aku pasti menggantikanmu untuk perjodohan ini!" Ujar Ivan tulus.
"Kakak, terima kasih!" Ucap kiran. "Aku sangat terharu dan merasa tersanjung atas apa yang baru saja kau katakan!" Sahut Kiran sambil tertawa.
Kenapa keluarganya jadi melankolis begini? Apa yang salah dengan mereka?

"Aku belum siap kehilanganmu!" Ucap Nyonya Bram kemudian. Mengagetkan kedua anaknya yang saling tertawa. Kiran dan Ivan langsung berhenti dan langsung mengusapi punggung ibu mereka.
**

Mikha meletakkan gelas bekas ayahnya di atas lemari kecil di samping tempat tidur. Beberapa barang yang hanya memenuh-menuhi saja segera ia buang.
Tuan Bram baru saja pulang, setelah menunggui sahabat lamanya seharian. Mikha yang melihat kedekatan kedua orangtua itu semakin yakin untuk tetap mewujudkan janji mereka. Ia juga bertekad untuk memperlakukan Kiran dengan baik, karena menurutnya Kiran juga bukan gadis jahat. Dia baik dan menarik. Tentu saja juga karena gadis itu adalah bocah kecil yang dulu ditinggalkannya. Bagaimanapun, Mikha menjadikan sandiwara ini sebagai ajang menebus kesalahan.

Mikha ingat saat dirinya mengobrol dengan seorang gadis kecil dihalaman rumah. Dulu, gadis itu pernah menanyakan namanya dan ia enggan memberi tau. Lagi pula, Mikha juga pergi tanpa pamit. Ya, tentu saja tanpa memberi tau nama dan kepergiannya. Ia mungkin sudah membuat seseorang bertanya-tanya tentang dirinya yang menyembunyikan identitas.

Tiba-tiba saja, bayangan itu digantikan oleh bayangan Sherin yang sedang menatapnya dengan mata basah. Entah kenapa, Mikha bisa tiba-tiba membayangkan hal itu. Sherin bahkan tak pernah menangis di hadapannya. Namun, kenapa dalam imajinasinya Mikha malah menyaksikkan kekasihnya dalam kondisi berlinangan air mata seperti ini?

"Apa yang kau lamunkan?" Suara berat yang terdengar barusan membuat Mikha nyaris menumpahkan air dalam gelas yang dipegangnya.

Mikha tersentak, lalu dengan salah tingkah segera menjauhkan tangan dari atas lemari dan beralih duduk di kursi tunggu, seperti biasa. "Bukan apa-apa!" Jawabnya akhirnya.

"Bagaimana menurutmu tentang putri Tuan Bram?" Lagi-lagi, suara berat tadi.
Mikha mendesah sebentar, "biasa saja," jawabnya agak gugup, tetapi segera tersadar. "Maksudku, cukup menarik!" Ia menunduk dengan wajah yang terasa panas. Ia tidak ingin terlalu memuji Kiran.

Tuan Lans tertawa kecil sambil memperhatikan putranya yang masih menekurkan kepala. "Apa menurutmu Kiran tidak cantik?" Goda ayahnya sambil berusaha menggoyangkan jari-jemarinya di hadapan Mikha.

Pria itu mendongak malas, tak suka dicandai. "Ayah, aku tidak suka melihat seseorang dari penampilan fisik. Menurutku, kecantikan hati lebih penting. Apalagi perempuan, ada banyak perempuan cantik dikantorku. Kalau mau istri yang cantik, aku mungkin sudah punya banyak anak saking mudahnya memilih pendamping!" Sahutnya, membuat Tuan Lans tersenyum.

"Kau ini, jadi menurutmu Kiran tidak cantik?" Tanyanya lagi yang membuat Mikha seketika menggoyang-goyangkan tangannya. "Bukan, maksudku bukan begitu. Kiran cantik, tapi aku tidak perlu memperhatikan penampilan. Aku hanya perlu mengenal kepribadiannya!" Jelasnya dan Tuan Lans mengangguk paham.
"Baguslah kalau begitu, aku yakin kalau kau tak akan salah pilih. Kiran gadis yang cantik fisik juga hatinya. Dia juga berasal dari keluarga baik-baik. Aku senang karena kalian mau menikah. Sungguh, rasanya sekarang aku sudah rela jika malaikat mengambil nyawaku!"

Mikha mendongak, tak suka jika ayahnya kembali membahas tentang kematian. "Ayah tidak usah bicara seperti itu lagi. Aku kan sudah bilang kalau kau pasti akan sembuh. Sekarang, lebih baik kau istirahat saja!" Paksa Mikha sambil merapikan selimut yang merosot sampai ke pinggang. Ia menarik selimut yang merosot sampai ke dada.

Dengan Dirinya [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang