Please

56 20 2
                                    

  "Nih, kalung lo." Sulthan menyodorkan kalungnya pada Nikita yang duduk di sebelahnya.

Nikita pun mengambil kalungnya, tanpa berterima kasih. Seperti biasa.

Bukannya ia simpan kalungnya di sakunya-atau langsung dia pakai-, Nikita malah memandang kalung itu dan menggenggamnya erat. Hal itu membuat Sulthan curiga, pasti tuh kalung spesial banget, pikirnya.

"Berharga banget, ya, tuh kalung. Sampe dipegang terus gitu." Ujar Sulthan.

"Ini bukan sekedar berharga buat gue, Than. Kalung ini yang menemani gue selama gue masih sama dia." Jawab Nikita. Sengaja, ia sebut 'dia', Nikita yakin kalau Sulthan takkan pernah tau siapa 'dia' yang Nikita maksud.

"Dia? Dia siapa?" Tanya Sulthan.

Nikita tersenyum. "Lo gak perlu tau. Dan gak usah cari tau. Gak penting juga."

"Idihhhhh, siapa juga yang mau cari tau. Geer banget, sih, lo." Jawab Sulthan.

"Sebenernya..." Ujar Sulthan yang ingin bicara ini dari lama. "Gue itu selalu penasaran sama lo. Apa yang lo rasain sekarang ini. Kejadian apa yang telah menimpa lo sampai lo kayak gini. Kenapa lo selalu terlihat senang dan lalu sedih di saat yang bersamaan. Gue gak akan cari tau, tapi gak tau kalau nanti. Gue bisa aja cari tau kalo lo emang bener-bener gak mau cerita."

Mendengar begitu, Nikita langsung menatap mata Sulthan tajam. "Kenapa? Kenapa lo penasaran? Apa gue seperti ini udah mengganggu panca indra lo? Mengganggu hidup lo?"

Sulthan yang langsung memasang muka iba berkata, "Just tell me why, Nikita. Mungkin aja setelah lo cerita, gue bakal berhenti penasaran."

Nikita yang sudah terlalu geram bangkit dari duduknya, dan lalu berdiri menghadap Sultan. "Cukup, Sulthan! Lo harusnya ngerti dengan privasi orang! Lo juga pasti punya privasi, kan?! Lo gak mau, kan, mengumbar privasi lo sendiri?! Gue udah cukup lelah jadi bahan ejekan semua orang di dunia ini, Than! Tolong, menjauhlah! Lo membuat gue risih dan MUAK!"

Dan lalu Nikita berlari, pulang ke rumahnya.

Dan dari situ Sulthan sadar,

Nikita tidak seperti perempuan kebanyakan, yang galau dikit langsung curhat, langsung mengumbar-umbar kegalauannya.

Atau mungkin dia seperti perempuan kebanyakan, tetapi pengalaman yang ia rasakan cukup pedih, sehingga ia tidak sanggup menceritakannya.

BlackstripsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang