Kaya Hawkins
"Sayang, aku mau makan masakan Mum hari ini." Kata Zayn sesaat setelah bangun tidur membuatku mengangkat kedua alisku.
"Ibumu baru sampai tadi malam. Dia masih lelah, sebaiknya kau jangan merepotkannya." Kataku sambil mengikat rambutku kemudian bergegas kekamar mandi.
Perutku sudah mulai membesar, rasanya sulit untuk percaya kalau ada seorang calon bayi didalam perutku. Ini adalah sebuah anugrah yang harus disyukuri. Aku bahkan bingung kenapa banyak orang yang tega mengaborsi atau membuang anak mereka. Kalaupun anak itu tidak diinginkan, toh itu bukan salah anaknya kan? Itu salah kedua orangtuanya, jadi seharusnya anak itu dirawat dengan baik, bukan malah di sia-siakan.
"Tuh kan, pasti aku selalu tergoda kalau melihatmu seperti ini." Kata Zayn yang langsung memelukku dari belakang dan melihat ke bayangan kami dicermin. Aku hanya memakai sebuah kaos punya Zayn yang kebesaran, sedangkan Zayn hanya memakai sebuah boxer.
"Aku bahkan sama sekali tidak menggodamu." Kataku sambil memonyongkan bibirku.
"Itu kau sedang menggodaku kalau bibirmu begitu." Kata Zayn membuatku menggeleng dan tertawa kecil sebelum akhirnya mencium pipinya.
"Jadi kita mau kemana hari ini, sayang?" Tanya Zayn sambil menciumi puncak kepalaku.
"Kau besok pergi, kan? Bagainana kalau kita packing saja? Kau kan paling malas kalau soal packing."
"Tidak mau. Bagaimana kalau kita pergi keluar hari ini? Hanya kau dan aku, dan little Zayn." Katanya yang sekarang mengelus perutku.
"Kenapa kau yakin sekali kalau anak kita nanti laki-laki sih?"
"Hanya feeling saja. Bayangkan kalau anak kita perempuan, pasti dia akan cantik sepertimu. Dan kalau laki-laki, pasti akan sangat tampan dan menawan sepertiku. Dan yang pasti akan digilai oleh banyak wanita." Aku mengangkat alisku sambil memukul pelan dadanya.
"Pede sekali sih kau ini?"
"Tapi memang benar kan?" Iya sih memang benar. Setiap hari aku bersyukur karna Zayn memilihku sebagai tunangannya walaupun banyak sekali wanita cantik diluar sana yang menggilainya.
"Jangan besar kepala kau. Jadi hari ini kita mau kemana?"
"House hunting?" Untuk apa? Memangnya rumah yang sekarang kami tinggali berdua masih belum cukup? Padahal menurutku rumah ini sudah sangat besar sekali.
"Aku mau menunjukan rumah untuk Mum, dan aku juga mau menunjukan hadiah pertunangan kita." Oh, aku masih ingat beberapa bulan lalu aku dan Zayn pergi untuk house hunting, dan kami menemukan sebuah rumah yang cukup besar dan pasti cocok untuk keluarga Zayn.
"Zayn, kau tidak membelikan sesuatu yang menghabiskan banyak uang kan?"
"Well, uang yang dikeluarkan tidak terlalu banyak. Tapi waktu yang dibutuhkan cukup lama, hampir 1 tahun lebih." Aku jadi penasaran....sebenarnya apa sih hadiah pertunangan yang Zayn belikan untukku?
"Zayn, aku tidak menyukai kejutan. Kau tau itu kan?"
"Ini bukan kejutan. Ini adalah hutangku padamu beberapa tahun yang lalu." Duh, aku jadi semakin penasaran dibuatnya.
"Memangnya apa sih? Memang kau pernah berhutang apa padaku? Berhutang waktu sih iya, banyak sekali, tapi kalau hal lain....." Zayn melihatku dengan wajah yang merasa bersalah. Aku tidak bermaksud bilang kalau dia banyak berhutang waktu padaku, hanya saja aku merasa kalau selain hutang waktu, dia tidak punya hutang apa-apa denganku.
"Cerewet sekali sih...hmm...." Zayn langsung menciumi pipiku berkali-kali dan itu membuatku tertawa kecil karna janggutnya membuatku geli.
"Kau mandi duluan ya? Aku mau telepon Mum dulu." Aku pun mengangguk dan bergegas melepaskan bajuku setelah Zayn mencium pipiku dan meninggalkan kamar mandi. Zayn benar-benar mempunyai mood yang bagus hari ini dan aku senang bisa melihatnya tersenyum dan tertawa dengan lepas seperti ini. Aku harap hal ini bisa berlangsung lama. Maksudku, terlalu banyak drama yang terjadi belakangan ini dan hari ini, aku harap aku bisa menghabiskan waktu bersama Zayn dengan tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Home - Zayn Malik
FanfictionNo matter how far you go, you'll always find a home. (Written in Indonesian)