Kaya Hawkins
Aku berjanji pada diriku sendiri kalau setelah malam ini, aku tidak akan menangis lagi. Sudah seminggu penuh setelah aku dan Zayn berpisah. Rasanya sulit sekali untuk percaya kalau hubungan roller coaster yang sudah kami jalani selama 4 tahun bisa berakhir begitu saja.
Begitu teganya dia menyuruhku untuk menyerah begitu saja setelah semua yang sudah aku lakukan selama ini demi hubungan yang aku kira akan terus berlanjut sampai selamanya.
Setelah Zayn bilang kalau kami lebih baik berpisah, aku langsung pergi kekamar Harry dan menyuruhnya untuk memesankan tiket pesawat untukku. Dia terlihat agak bingung karna aku menangis tapi aku tidak mau cerita tentang masalahku sama sekali waktu itu. Dia tetap memesankan tiket pulang untukku dan bahkan ikut pulang walaupun dia masih mempunyai beberapa urusan disana.
Setelah kami sampai dirumah Harry, aku tidak mau pulang kerumahku dan Zayn karna aku takut kalau aku akan menangis sejadi-jadinya disana, makanya aku memilih untuk menginap dirumah Harry sampai sekarang. Barulah aku cerita sesampainya kami dirumah Harry. Harry terlihat kesal dan kecewa bahkan dia minta maaf padaku karna dia berpikir kalau gara-gara dia kami sampai putus, padahal sama sekali tidak. Aku malahan jadi sadar kalau Zayn sebenarnya tidak benar-benar mencintaiku. Kalau dia mencintaiku, dia tidak akan melakukan hal ini padaku apalagi dia tau jelas-jelas kalau aku sedang mengandung anaknya.
"Apakah kau yakin kalau ini hal yang terbaik?" Tanya Anne sambil membantuku untuk melipat baju-bajuku yang Harry bawa dari rumahku dan Zayn tadi pagi. Aku tidak punya kekuatan untuk melihat rumah itu. Aku yakin kalau aku akan menangis dan tidak akan pergi sampai kapanpun kalau aku kembali kerumah itu.
"Aku yakin, Anne. Kau tidak mau ya kalau aku tinggal bersamamu?" Anne tertawa dan menggeleng. Aku harap sih ini bisa jadi keputusan yang terbaik untukku dan calon anakku.
"Tidak, aku takut kalau orangtuamu akan mencarimu. Lagipula, kau sudah memberitahu orangtua Zayn belum?" Aku sudah memberitahu Trisha kalau aku dan Zayn sudah putus. Begitu mendengarnya, dia langsung menangis dan aku jadi ikut menangis juga. Dia bilang kalau sampai kapanpun, dia tidak akan pernah bisa menerima kenyataan ini. Aku jadi tidak tega memberitahunya kalau aku akan tinggal bersama Anne, Robin dan Gemma di sebuah kota kecil di Jerman. Masih disekitaran Eropa dan aku rasa akan sangat mudah untuk mencariku kalau Trisha mau, pikirku.
"Aku bilang kalau aku akan tinggal bersamamu dan Gemma. Hanya saja aku tidak bilang dimana, aku tidak tega untuk memberitahunya."
"Astaga, Kaya. Bagaimanapun, Trisha itu adalah Nenek dari calon anakmu. Dia berhak tau keberadaan cucunya kelak saat lahir nanti."
"Anne, aku akan memberitahunya kalau kita sampai disana nanti. Ngomong-ngomong, Mum dan Dad sudah tau dan mereka bilang kalau mereka akan sesekali berkunjung." Aku tidak tau bagaimana hubunganku dengan kedua orangtuaku. Yang jelas saat aku pulang kerumah mereka beberapa hari lalu, mereka menyambutku dengan ramah seolah-olah tidak ada masalah yang terjadi sebelumnya. Mereka terlihat kaget saat aku bilang kalau aku putus dengan Zayn. Entah kaget, atau senang, aku tidak tau. Tapi Kian, dia terlihat kecewa dan seolah-olah akan membunuh Zayn kalau sampai dia bertemu dengannya nanti.
"Aku masih tidak menyangka kalau akan jadi seperti ini." Kataku sambil memasukan kotak perhiasan dan make up-ku kedalam koper besar.
"Sayang, semua terjadi karna suatu hal. Aku percaya kalau kau sanggup melewati ini semua, kau adalah gadis yang kuat dan pintar. Aku yakin kalau kau akan bisa melewati ini semua dengan mudah." Mudah? Mustahil. Mana mungkin semua yang sudah terjadi ini mudah untuk dilewati? Aku bahkan hampir mati ketakutan saat aku pendarahan lusa kemarin. Aku tidak pernah berhenti menangis dan terlalu banyak pikiran makanya aku pendarahan. Dari situlah aku berjanji kalau aku tidak akan sedih dan akan berhenti menangis. Aku tidak mau kalau sampai terjadi apa-apa nanti terhadap calon anakku. Aku ingin bahagia supaya calon anakku kalau lahir nanti, akam bahagia juga walaupun ya, dia lahir tanpa sosok seorang Ayah.
"Terima kasih karna sudah selalu ada disampingku, Anne. Kau itu sudah aku anggap seperti anakku sendiri." Kataku seraya memeluknya.
"Kau juga sudah kuanggap seperti anakku sendiri. Apalagi Gemma dan Harry, mereka selalu bilang kalau mereka empat bersaudara." Katanya sambil tertawa membuatku tertawa juga. Saat aku mau menutup resleting koperku, tiba-tiba ponselku bergetar.
*3 new unread messages*
From: unknown number
I knew you blocked my number that's why I changed my number.....Hah?
From: unknown number
Aku dengar kemarin kau pendarahan? Apakah kau dan calon anak kita baik-baik saja? Kenapa kau tidak menelponku sama sekali? Aku sekarang ada dirumah dan menemukan kalau sebagian besar pakaianmu sudah tidak ada dilemari....Ah, sudah kutebak. Untuk apa lagi dia mengirimiku pesan?!
From: unknown number
Kalau kau tidak mau tinggal denganku lagi, biar aku saja yang pergi. Setidaknya tetaplah tinggal disini supaya aku gampang mencarimu. Tolong balas pesanku, aku benar-benar bisa mati karna mengkhawatirkanmu. Harry tidak mau bilang apa-apa selain meninjuku dan bilang kalau akulah penyebabnya kau sampai keguguran. Kaya....aku akan tetap mencintaimu sampai kapanpun, setidaknya beritahu aku kalau kau baik-baik saja? XAku menghela nafas dalam-dalam. Aku berjanji kalau aku tidak mau menangis. Aku akan membalas pesannya, setelah itu aku akan memblok nomornya lagi. Aku harus bisa membiasakan diri untuk bisa hidup tanpa Zayn mulai hari ini.
To: unknown number
Calon anakmu baik-baik saja. Sukses ya untuk karirmu.Setelah aku membalas pesan itu, aku langsung memblok nomornya dan mematikan ponselku.
"Zayn menanyakan kalau bagaimana keadaanku dan calon anaknya, aku bilang saja calon anaknya baik-baik saja. Setelah itu aku memblok nomornya lagi." Anne hanya menggeleng, masih sambil membantuku untuk melipat bajuku yang sangat banyak, padahal tidak semua pakaianku yang ada dirumah dibawa Harry kesini. Eh tunggu, tadi kalau aku tidak salah Zayn bilang kalau Harry meninjunya dan bilang kalau-astaga! Apakah Zayn baik-baik saja sekarang? Harry itu sama sekali tidak menyukai kekerasan kalau tidak terpaksa. Dan biar kuberitahu, pukulan Harry pernah membuat hidung Kian patah beberapa tahun lalu. Oh tuhan, aku harap Zayn baik-baik saja.
"Sudah semua? Apakah ada yang bisa aku bantu?" Tiba-tiba Harry masuk membuatku memutarkan kedua bola mataku.
"Kenapa kau?"
"Harusnya aku yang tanya. Kenapa kau meninju Zayn?" Anne langsung menatap Harry yang sekarang kaget mendengar kata-kataku.
"Pasti, that bastard, memberitahumu ya?! Dasar pengecut! Sudah kubilang agar dia jangan mengganggumu lagi! Akan ku-"
"Harry, darling, violence is not the answer. Jangan ikut campur masalah mereka berdua, pumpkin. Dan aku rasa sebaiknya sudah saatnya kau bersikap biasa saja dengan Zayn."
"Mum! Dia sudah menghancurkan hati adikku! Bagaimana bisa aku membiarkannya begitu saja apa lagi bersikap biasa? Sampai kapanpun aku bahkan tidak akan pernah memaafkannya."
"Haz, sudahlah. Lebih baik kau bantu aku membawa koper-koper ini kedalam mobil. Pesawat kita akan berangkat jam 1 pagi, kan?" Harry menghela nafas dan mengangguk sebelum akhirnya mengangkat koperku.
Aku rasa semua hal baru akan diawali mulai besok dan aku harus bisa melewatinya. Tanpa Zayn.
KAMU SEDANG MEMBACA
Home - Zayn Malik
FanficNo matter how far you go, you'll always find a home. (Written in Indonesian)