-LEANDRA'S POV-
"Sebenarnya apa yang terjadi?"
Harry membawakanku segelas teh hijau hangat, mengambil posisi di sisi ranjangku. Kejadian tadi, dimana aku bertemu Louis untuk yang pertama kali -setelah bertahun-tahun menghindar- nyatanya mampu membuka luka lamaku kembali.
Kenangan buruk itu menghampiriku, menyerbu minta diingat kembali. Seolah waktu menyeretku ke belakang, masa dimana kehidupanku lebih kelam daripada sekarang.
Aku nyaris menjadi jalang pada suatu hari dimasa lampau. Yang bodohnya, kekasihku sendiri yang ingin menjualku pada waktu itu.
"Aku tidak apa-apa." mulutku bergumam getir, mendadak sesuatu menyumbat tenggorokanku.
"Aku tidak mau jawaban itu." kilah Harry tidak terima.
Menghiraukannya, pun aku berbaring membelakangi Harry, memejamkan kedua mataku rapat-rapat, mencoba untuk menjauhkan kenangan masa lalu yang sebenarnya sudah lama aku kubur mati-matian.
"Hei," Harry menyentuh bahuku. "Aku berbicara padamu."
"Jadi kau mau jawaban apa dariku? Kau ingin mendengar bahwa aku tidak baik-baik saja?"
Harry menarik kembali telapak tangannya, ia tidak bersuara dalam lima detik ke depan.
"Iya," balas Harry pada akhirnya. "Karena aku tahu kau tidak baik-baik saja."
Dengan kesal aku membalikkan badanku, menatapnya tajam. Sungguh, aku benci jika di intrograsi seperti ini. Tidak ada gunanya. Hanya memaksaku terus-menerus untuk mengingatnya kembali.
Dan aku tidak suka mengingat yang dulu-dulu.
Karena diriku yang sekarang adalah untuk masa depanku, bukan masa laluku.
"Kalau kau tahu, kenapa kau masih bertanya?!"
Tanpa diduga-duga, Harry menyentuh keningku, membuat sekujur tubuhku membeku sepersekian detiknya. Tangan besarnya perlahan mengelus kerutan-kerutan dahiku, kedua matanya seolah mengatakan bahwa; jangan terlalu banyak berpikir.
Hei, sejak kapan pria didepanku ini menjadi sangat romantis?
"Aku memang tahu kau tidak kenapa-napa, tapi aku tidak tahu apa penyebabnya," katanya lembut. "Mungkin kau bisa bercerita padaku, hitung-hitung meringankan bebanmu."
Aku mendelik, menangkis tangannya yang kekar dari dahiku. "Haruskah aku mengatakannya padamu, orang asing?"
Yang kuinginkan itu reaksi Harry yang balik mengataiku, lebih keji, lebih tajam atau lebih hina. Bukannya reaksi menghela napas lelah dengan wajah jengah seperti ini.
Eh, maksudku, apa-apaan reaksi semacam itu?
Harry menghela napas sekali lagi, membuat aku bingung dengan reaksinya yang diluar asumsiku. "Kalau kau mempercayaiku, kenapa tidak?"
Entah ada angin darimana, atau badai darimana, yang jelas raut wajah Harry semakin menyedihkan saat ini. Ya, sebenarnya aku ingin menertawai wajah jeleknya itu, namun aku cukup punya hati untuk tidak melakukannya.
Tapi, kenapa wajahnya seperti itu?
Apa dia baru saja bertemu dengan mantan kekasihnya? Sama seperti aku tadi?
Nah 'kan, sekarang aku mulai memikirkan Louis lagi!
"Aku bertemu dengan Louis," kataku pada akhirnya, otakku mengkhianati hatiku. "Jika kau bertanya siapa Louis--"
"Kekasihmu?" selanya cepat.
Jawabannya sukses membuatku terperanjat kaget, ba-bagaimana Harry tahu?
KAMU SEDANG MEMBACA
OH Skizofrenia
FanfictionTidak ada yang tahu apa yang akan terjadi lima menit ke depan di kehidupan kita, terlalu banyak rahasia-rahasia yang terpendam, kejutan-kejutan kecil yang membingungkan serta ledakan-ledakan yang menyakitkan. Sama halnya denganku, sang gadis satu ji...