[13] Hilang

2.4K 326 13
                                    

-HARRY'S POV-

"Natha!"

Aku terlonjak dari ranjang, menutup mataku sepersekian detik untuk menjernihkan kembali akal sehatku yang sempat menghilang. Aku baru saja memanggil Natha. Kakakku.

Entah bagaimana, ini kali pertama aku memimpikan Natha, setelah sekian lama ia memilih untuk pergi meninggalkanku. Di mimpi itu, Natha sedang menghujam Lea dengan ucapannya, mengatakan kalimat-kalimat tidak jelas yang membuat Lea berteriak.

Pada awalnya aku tidak paham. Dan mencoba untuk tidak peduli. Siapa yang peduli dengan bunga tidur seperti itu? Kalaupun ada, orang itu bukan aku.

Aku mendengar suara itu lagi. Semuanya berawal dari situ.

Tapi sesuatu mendorongku. Ucapan Lea menggema di pendengaranku. Bodohnya, aku menghubung-hubungkan hal itu dengan mimpi barusan.

Sial.

Dengan cepat aku menerobos pintu kamar, berlari dengan gontai menuju kamar Lea. Hening. Gadis itu sepertinya sedang tertidur. Mengetahui kalau ia baik-baik saja, pun aku berniat kembali ke kamar. Iya, andai saja kalau aku tidak menemukan secarik kertas di samping tempat sampah yang berada di sudut sebelah pintu.

Aku cukup mengenal surat itu.

Datanglah jam delapan malam nanti. Aku merindukanmu.

-Louis.

Senyum masamku tiba-tiba terbentuk. Mencabik lidah, pun aku meremas kembali surat itu. Surat empat tahun yang lalu. Gadis itu masih menyimpannya. Awal mula aku kehilangan semuanya, termasuk Lea.

'Apa yang kau lakukan dengannya barusan?'

Kala itu aku kalut setengah mati. Melihat Lea bercumbu dengan lelaki yang sama sekali tidak kukenali.

Gadis itu, dengan mata berbinar dan suara penuh percaya diri, menjawab. 'Dia kekasihku. Namanya Louis.'

Yang aku lakukan saat itu? Tidak ada. Aku tidak merespon apapun hingga akhirnya aku meninggalkan Lea, tepat ketika Louis lagi-lagi kembali menemui Lea. Ciuman itu tidak terelakkan dari ekor mataku.

Berengsek.

Aku pengecut, sekaligus pecundang. Ya itu. Bodoh karena aku tidak sengaja menemukan isi surat tersebut tersemat di sela kelopak bunga berwarna putih, semakin bodoh karena aku mengekornya diam-diam, bertemu dengan Louis. Dan sangat-sangat menjadi bodoh karena meninggalkan gadis itu begitu saja.

Aku patah hati. Mungkin terdengar menjijikkan.

'Hei, kau kemana saja keriting?' suara Natha menyembur ketika aku mengangkat telepon, kala itu.

'Kau tidak pulang ke rumah seminggu ini.' imbuhnya.

Aku tergelak, seraya menyesap segelas wine yang menemani malam durjaku. 'Kau baru menyadarinya sekarang, heh?'

'Katakan saja kau dimana!'

'Tidak kemana-mana. Aku disini saja.'

'Jangan konyol.' Natha menghentak. 'Serius, Harry. Pulanglah sekarang. Apa yang membuatmu kabur seperti itu? Aku membuat kesalahan?'

Aku terbatuk-batuk sejenak, lalu tertawa sumbang. Natha jelas khawatir terhadap diriku, aku cukup menikmati suaranya yang bergetar. 'Bukan salahmu. Aku hanya ingin membenahi hatiku.'

Natha mencibir. 'Sampah! Lelaki berengsek sepertimu patah hati? Yang benar saja!? Cepat pulang, aku tidak mau dimarahi Dad kalau tahu kau kabur begitu saja!'

OH SkizofreniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang