[11] The Sound is Back

3.2K 346 29
                                    

Lea yang sedang kesal seperti singa mengamuk itu menurutku lebih-lebih baik, ketimbang Lea yang linglung, linglung akan hidupnya sendiri. Aku rela, sangat rela bahkan, tubuhku menjadi sasaran empuknya ketika sedang kesal daripada melihat cairan bening meluncur dari kelopak matanya.

Cairan bening itu mati-matian kujaga, agar tidak meluruh sebagai kesedihan dari kedua bola matanya. Setengah mati aku mengupayakan yang terbaik untuknya. Hanya saja, dia terlalu mudah untuk menangis. Yang mana setiap tetesan air matanya menghujam jantungku, berkali-kali.

Katakanlah, aku terlalu mendramatisir, aku tidak peduli. Kau pasti akan merasakan yang sama denganku, nanti.

"Sekali lagi kau mengejekku seperti itu--" Lea semakin mencubit perutku, dengan pola berputar hingga melilitnya kuat. "Aku tidak segan-segan merobek perutmu!"

Alih-alih marah, aku semakin ingin menggodanya. Gadis itu, tanpa ia sadari, setiap gerak-geriknya membuatku ingin terus menggodanya.

"Kau sudah berani menantangku ya, gadis bokong rata." balasku, sedikit meringis ketika kukunya menancap dikulit perutku.

"Hey!" dia semakin menggeram. "Itu tidak benar!" lalu dia menendang perutku dengan lututnya.

Kuakui, tendangannya tepat sasaran, dia menendangku tepat di tengah-tengah, tapi tendangannya sama sekali tidak bertenaga. Kekuatannya masih bisa kutoleransi rasa sakitnya.

"Oh, jadi bokongmu tidak rata?"

"Tidak!" ia menyahut dengan cepat.

Aku menyeringai. "Mana? Sini coba aku pegang..."

"HARRY!" wajahnya semakin memerah, mungkin kehabisan akal untuk menyiksaku seperti apa lagi.

Setelah tadi berhasil menangkapku yang meninggalkannya lebih dulu, Lea tidak henti-hentinya menerjangku dengan pukulan bahkan cubitannya, hampir diseluruh bagian tubuh atasku telah kena siksaannya. Dan seorang Harry Styles, tidak akan berhenti mengoceh hanya karena pukulan serta cubitan seperti itu.

Aku mengernyit, membuat mimik wajahku sepolos mungkin. Meski aku yakin, wajahku pasti sangat mengerikan ketika melakukannya. "Aku 'kan hanya ingin memastikan."

Lea melongos, berbalik badan meninggalkanku. "Aku tidak tahu harus menghadapimu bagaimana lagi, Harry. Kau..., terkadang bisa bersikap manis dan menyebalkan di waktu yang bersamaan. Tingkahmu yang seperti itu membuatku pusing."

Eh?

Gadis itu kenapa? Aku melakukan kesalahan? Apa bercandaku terlalu berlebihan?

Sialan.

Kenapa tiba-tiba seperti ini, aku 'kan hanya ingin mengalihkan pikirannya dari hal-hal yang membelenggunya. Bukan bermaksud untuk benar-benar meledeknya.

Ahh, perasaan bersalah langsung mengepungku. Menghakimiku.

"Lea," aku mengejarnya, berdiri di depannya dengan tatapan bersalah. Kali ini, aku serius, aku benar-benar merasa bersalah. "Aku tidak bermaksud. Sungguh, aku berani bersumpah untuk itu. Jika kau tidak senang dengan panggilan sayangku itu, aku tidak akan memanggilmu gadis bokong rata lagi--"

Shit.

Apa aku baru saja mengatakan Lea sebagai gadis bokong rata disaat-saat aku mengucap janji padanya?

Pupil mata Lea sontak membesar ketika mendengarnya. Aku jadi semakin bersalah. Buru-buru aku menambahkan.

"Ah, maksudku itu yang terakhir. Tidak lagi. Tidak akan." aku menghela napas. "Jika bercandaku terlalu berlebihan, aku minta maaf."

OH SkizofreniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang