[21] HARRY'S POV

2.5K 265 27
                                    

Semua ini salah. Ada kekeliruan di dalamnya. Oleh sebab itu, terjadi kesalahpahaman.

Kau tahu darimana semua itu berasal?

Dari aku.

Harry Styles.

Aku naif, akhirnya aku mengakui. Menyalahkan orang lain yang jelas-jelas itu adalah salahku. Aku melampiaskan semuanya pada semua orang, agar salahku tersamar. Agar rasa penyesalanku tidak membengkak. Agar..., aku tidak dibelenggu.

"Kau tahu pasti apa penyebab dia seperti itu," Leo mengembuskan napas berat. "Aku, kau, maupun Louis sama-sama salah disini. Kita sama-sama berjanji untuk melindunginya, tetapi yang terjadi kita justru menyeretnya terhadap masalah."

Aku menggeleng. "Ini salahku. Aku terlalu pecundang, sehingga meninggalkannya begitu saja. Melepaskannya bersama orang yang tidak aku kenali sama sekali. Aku pergi, karena ingin menyelamatkan hatiku." aku tergelak rendah. "Aku hanya memikirkan diriku sendiri saat itu. Bagaimana agar aku tidak tersakiti, oleh pilihannya.

"Dan di lain sisi, aku ingin Lea bahagia. Tetapi kebahagiannya bukanlah bersumber dariku, tetapi Louis." imbuhku. "Jadi, sudah dipastikan, ini salahku. Maafkan aku, Leo."

Sore ini, Leo mengunjungi rumahku, tepat ketika aku pulang setelah melepaskan Lea dengan berat hati. Tidak, aku tidak ingin melakukannya, tapi gadis itu memaksaku untuk melakukannya.

Alasan Leo kemari adalah; menjelaskan semuanya yang sebelumnya belum kuketahui. Tentang perubahan Lea, sejak aku menghilang tanpa pamit. Gadis itu, seperti yang dikatakan Leo–merasa kehilangan. Kehilanganku. Aku, lelaki berengsek ini.

Tentang Louis, yang selalu menemani Lea, berusaha berbuat baik untuk mengambil hatinya. Hingga pada saatnya, dengan bengisnya, menjual Lea kepada tetua pub, tempat dia bekerja.

Leo juga bercerita, malam itu, kala Lea berhasil lolos dari cekalan para manusia hidung belang; dia bukanlah Lea lagi. Sejak peristiwa itu, Lea sering berteriak-teriak, tidak ingin didekati siapapun. Dan mengurung diri di kamar.

Sial, aku pikir hanya aku yang menderita saat itu. Tetapi ketika Leo menceritakannya, aku benar-benar mengutuk diriku. Penderitaanku atas patah hati tentu tidak separah penderitaannya.

Hingga pada akhirnya, Lea demam tinggi. Sempat pingsan beberapa hari dan begitu terbangun; dia sudah tidak mengingat semuanya. Yang ia ingat hanya betapa bejat kelakuan Louis padanya.

Gadis itu, selalu ada di sampingku saat aku terpuruk. Bahkan ia yang menenangkanku kala Natha meninggal, selalu menemaniku hingga aku merasa lebih baik. Tetapi yang kulakukan? Aku pergi ketika ia sangat-sangat membutuhkanku.

Maka dari itu, saat ini aku benar-benar membenci diriku. Mengutuk diriku.

"Ini bukan waktu yang tepat untuk menyalahkan siapapun! Semuanya sudah terjadi, Harry, kita tidak bisa terus-menerus menoleh ke masa lalu," ujar Leo. "Tujuan utamaku kesini..., aku ingin minta maaf."

"Untuk apa?"

"Semuanya. Semua keteledoranku," Leo tertawa bengis. "Aku membenci Kakakmu, yang meninggalkanku demi Valt. Kurasa kau tahu benar hal itu," aku mengangguk samar. "Dan aku, menyebarluaskan kebencianku. Padamu, dan pada Lea. Kalian yang sebenarnya tidak ada hubungannya dengan masalahku,

"Aku sampai berniat untuk menjual Adikku pada Valt, lelaki yang merebut Natha dariku. Aku ingin membalaskan dendamku pada Valt, dengan perantara Lea. Kemudian, begitu kau muncul di hadapan Lea lagi, aku tidak henti-hentinya mengasut Lea, bilang kalau kau sebenarnya tidak nyata, sudah mati, dan hanya halusinasi gadis itu."

OH SkizofreniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang