[22] Selamat Tinggal

2.5K 265 41
                                    

Baku hantam terjadi dalam sepersekian detik selanjutnya. Aku dan Leo sama-sama bertarung melawan empat saudara lelaki Valt. Saling memukul, menendang, menindih. Tidak peduli bahwa gusiku sudah berdarah, ataupun buku-buku tanganku yang memerah, aku tetap melanjutkan. Menjatuhkan mereka satu demi satu.

Seorang wanita berambut pirang menjerit histeris, begitu aku dengan sigap menangkap tangkisan anaknya dan membekuk kedua tangannya ke belakang, lalu melemparnya hingga menghempas lantai. Wanita yang kuyakini sebagai Ibu dari Valt selain hanya bisa berteriak, ia juga semakin terasa jauh. Dan lama-lama menghilang. Pergi entah kemana.

"Leo, kau pergi ke arah sana," aku memberi aba-aba. Sesekali melirik-lirik wilayah sekitarku, takut-takut mereka akan bangkit dan balik menyerang. "Dan aku akan ke arah situ."

Leo mengangguk, membenarkan bajunya yang menjelma lusuh. "Hati-hati Harry."

Aku mengangguk samar dan segera berbalik badan. Memfokuskan pandanganku pada apa yang ada di depan dan tentunya selalu mewaspadai keadaan disekelilingku. Ah, aku tidak sabar ingin menyelamatkan gadis itu, membawanya ke dalam pelukanku, dan mengecupnya tanpa henti seraya mengatakan bahwa aku sangat-sangat mencintainya. Akan melindunginya sampai kapanpun.

Perasaan hangat menjalar disela-sela rasa cemas dan khawatir. Perasaan itu membuatku sedikit merasa tenang--

BRAK!

Seseorang menyerangku dari belakang. Menerjang tengkuk leherku dengan sikunya sehingga aku ambruk. Sepersekian detiknya, pandanganku menghitam, hanya ada bayang-bayang hitam yang kemudian disusul dengan suara mengilukan.

Seseorang yang menyerangku tadi, kini menendang perutku kuat. Menekannya hingga aku kesulitan bernapas. Aku sudah persis seperti ikan terdampar yang memerlukan air untuk mempertahankan hidupnya. Dan aku butuh oksigen. Aku butuh udara.

Tetapi si bangsat ini sama sekali tidak membiarkanku untuk itu.

Bahkan kini ketiga saudaranya yang lain mendekatiku dan ikut menyerangku dari berbagai arah. Seolah aku adalah seekor ayam tak berdaya, ditengah-tengah empat singa yang sedang kelaparan.

"Ada perlu apa kau kemari, hah?" tanya salah satunya. "Bukankah dulu kau mengatakan bahwa kau tidak akan pernah datang ke rumah keluarga yang katamu bedebah itu? Tapi kenapa sekarang malah hadir disini, Styles?"

Jim, lelaki yang baru saja berbicara padaku itu. Lelaki tertua diantara mereka. Jim tertawa, melihatku tidak bisa berbuat apa-apa. Bahkan untuk membuka mulutku saja tidak mampu. Menyedihkan.

"Apa? Mau membalaskan dendam atas kematian Kakakmu itu?"

"Atau ingin menjadi pesuruh Valt demi mencukupi kehidupan sehari-harimu?"

Jim tertawa mendengar celotehan dari adik-adiknya itu. Entah apa yang ia tertawakan, menurutku ucapan dari mereka sama sekali tidak ada yang berguna.

Dan inilah satu-satunya kesempatanku. Mengambil alih perhatian mereka, sehingga mereka tidak menyadari bahwa Leo sudah bergerak untuk menemukan Lea. Aku akan mengorbankan diriku untuk itu, apapun, asal Lea selamat.

"Asal kau tahu saja, Louis, mantan gadis Skizofrenia itu adalah anak buah Valt. Tentunya kau tahu persis apa jabatan Valt, 'kan? Ya, tetua pub." Jim menyeringai. "Sayangnya Louis tidak cekatan. Lelaki bodoh itu terlalu lambat. Dan Valt membenci hal itu. Dia, sama sekali tidak bisa diharapkan, Styles."

Aku masih diam ketika Jim semakin menekan perutku, sedangkan ketiga lainnya bergantian menendang dadaku. Sial, aku memang kalah banyak dari jumlah anggota, tetapi akan kubuktikan aku yang lebih lama bertahan diantara mereka semua.

"Nah, nah, apa kau ingin menyusul Louis? Membusuk di dalam penjara sebelum akhirnya dikuburkan secara tidak hormat?" Jim tertawa lagi dan lagi. "Ya..., beruntung Louis belum juga mati sampai sekarang. Itu artinya, kau akan berada di satu sel yang sama dengannya. Waw, menarik!"

OH SkizofreniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang