Abby POV
Semenjak kejadian di malam itu, aku mati-matian berusaha untuk menahan diri agar aku tidak jatuh terlalu dalam pada pesona suamiku. Aku berusaha melenyapkan ciuman itu jauh-jauh dari otak mesumku. Aku rasa aku sudah mulai gila! Mungkin tingkat kewarasanku juga perlu di pertanyakan kembali.
Apa aku masih waras? Entahlah.
Entah kenapa setiap kali aku bertatap muka secara tidak sengaja dengan lelaki itu, darahku mendadak berdesir tidak menentu. Aku seperti anak ABG labil yang sedang jatuh cinta. Tapi, apa aku ini sedang jatuh cinta dengan pria aneh itu?
Aku rasa tidak.
Mungkin aku hanya kepedean saja mengingat selama ini aku tidak pernah berciuman dengan lelaki lain. Pacaran saja tidak pernah bagaimana mau berciuman. Bisa jadi kan??
Siang ini rencananya aku ingin sekali makan siang di cafe bourgue, cafe langgananku.Tempatnya sih lumayan jauh dari kantorku. Tapi tak apalah, sesekali jalan-jalan kan tidak masalah.
Oh iya! Sudah seminggu ini aku sudah diperbolehkan untuk masuk kerja. Lagian kakiku juga sudah lumayan enak diajak berjalan.
Aku mengeluarkan ponselku dari dalam tasku. Kucari namanya dari daftar panggilan telepon, lalu kutekan tombol hijau. Tak lama panggilan teleponku terhubung.
"Iya hallo. Pak Amat saya tunggu di lobby ya? Cepetan nggak pake lama, oke Pak?" ujarku sambil bergurau pada pak Amat diseberang sana.
Tak harus menunggu lama mobil pak Amat sudah standby di depan lobby. Entah kenapa hari ini moodku sedang ingin makan disana. Ada apa sih di sana?
Pak Amat benar-benar orang yang sangat baik menurutku, dibalik sifatnya yang ramah beliau juga sangat penyabar. Jadi inget Ayah. Ayah, Abby kangen! Hem ngomong-ngomong aku jadi kepo deh sama keluarganya pak Amat. Umurnya sudah mendekati senja saja beliau masih semangat untuk mencari nafkah untuk keluarganya.
Dari pada sepi begini mending aku ajak Pak Amat ngobrol aja, kayaknya seru. "Oh iya! ngomong-ngomong anaknya Pak Amat di rumah ada berapa sih?" Tanyaku yang benar-benar ingin tahu.
Pak Amat yang sedang fokus mengemudi menoleh ke belakang sebentar dan tersenyum sopan menatapku, "Anu tiga non, tapi yang dua sudah pada punya keluarga sendiri-sendiri. Tinggal satu, tapi dia masih kecil," jawabnya sambil tersenyum.
Aku hanya manggut-manggut, "Terus yang kecil itu udah umur berapa Pak? cewek atau cowok?" Tanyaku lagi.
"Tiga tahun non. Dia cewek," ujarnya setengah malu.
Whatt? Tiga tahun? Yang benar saja Pak?!
Aku tidak menyangka Pak Amat yang sudah berumur ini masih memiliki anak sekecil itu. Kasian sekali dia. Pantas saja dia rela bekerja siang dan malam menjadi supir untukku hanya untuk alasan itu. Aku jadi terharu. huhu
Sesampainya di cafe tujuanku, aku menyuruh Pak Amat untuk kembali pulang saja. Aku berinisiatif untuk menggunakan jasa taksi saja jika aku sudah selesai dengan acara makan siangku. Kasian juga kan bila dia disuruh untuk menungguku.
Saat Pak Amat hendak menyalakan mobilnya kembali, aku langsung menghentikannya.
"Ini Pak ada sedikit rejeki untuk Bapak. Diterima ya, mudah-mudahan bermanfaat untuk keluarga Bapak?" Ujarku tulus lalu memberikan beberapa lembar uang ke Pak Amat.
Dia ragu-ragu menerimanya, tapi setelah melihat senyum tulusku yang mengisyaratkan 'Ambil-saja-pak- enggak-papa' dan menganggukkan kepalaku akhirnya beliau mau menerimanya. Aku menghela nafas lega, mudah-mudahan keluarganya selalu diberikan kesehatan tanpa kekurangan suatu apapun. Doaku dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unexpected Wedding
RomanceEntah ini pantas disebut sebagai kesialan atau keberuntungan bagi Abby, karena tidak ingin menanggung malu tiba-tiba saja ia disuruh orangtuanya untuk menggantikan pernikahan kakaknya yang sedang sakit kronis di rumah sakit untuk menikah dengan calo...