Hope you like it!
"Saa yukou!"
"love does not form each other's gaze. but looking outward together in the same direction."
-----------------------------------
Lucy's POV
Pembagian rapor semester satu dilakukan pada bulan Desember, tepat beberapa hari setelah ujian semester satu berakhir. Dan sekarang adalah bulan September yang artinya detik detik ujian tengah semester akan dimulai.
Makanya setiap hari jadwalku selalu padat dan itu semua dipakai untuk belajar. Aku benar benar belajar dengan keras. Bahkan jam tidurku dalam sehari hanya mencapai 5 jam. Sungguh menyedihkan. Padahal ini hanya untuk ujian tengah semester, tapi aku seperti ingin berperang dan bersaing dengan Albert Einstein di olimpiade.
Kalau boleh jujur, aku belajar terus menerus karena aku tidak ingin si Morse menang. Setelah kata katanya di taman kemarin, dia benar benar membuktikannya dengan selalu menjawab soal di kelas yang diajukan guru, tidak bersantai santai lagi. Bahkan semua guru memujinya karena nilainya yang sempurna. Tapi aku tidak akan kalah. Meskipun lawanku si Morse yang jenius.
Pernah aku ketiduran di kelas karena begadang untuk mengerjakan soal soal. Waktu itu aku hanya tidur 2 jam saja. Dan Morse akan sepenuh hati untuk menganggu tidurku di kelas. Aku sangat kesal. Sangat.
Sialan dia.
***
Jam tujuh kurang lima belas menit.
Dan aku harus sudah ada dikelas pada jam 7 kurang sepuluh menit. Sialan. Tadi malam aku harus mengorbankan waktu tidurku untuk mengerjakan 100 soal matematika dan itu benar benar menghabiskan waktu tidurku. Alhasil aku bangun tadi sudah jam setengah tujuh lewat.
Aku berlari dengan seluruh tenaga yang kupunya ke arah gerbang sekolah yang hampir ditutup. Setelah aku melewatinya, aku langsung mendesah lega. Tapi kemudian teringat kalau aku ada kelas hari ini. Double shit...
Dengan segera aku kembali berlari menuju kelas yang berada di lantai 3 gedung sekolah, menaiki tangga yang panjang dan besar.
Ketika aku sampai di kelas, seluruh murid yang ada disana langsung memusatkan perhatiannya kepadaku. Sepertinya guru belum datang. Dan sekali lagi aku mendesah lega.
Aku berjalan dengan gontai ke mejaku. Tak lupa memasang wajah datar ketika melihat senyum menyebalkan Morse di pagi hari. Membuat mood-ku yang sudah buruk bertambah buruk saja.
Setelah meletakkan tas ku yang penuh dan berat akan buku buku pelajaran, aku menghempaskan diri di bangkuku.
Aku mengambil tissu yang selalu ada di tasku dan mengelap keringatku. Kulirik sekilas Morse yang sedang memperhatikanku dengan ekspresi aneh.
"Apa?!"tanyaku ketus. Bukannya membalas perkataanku, dia malah mengerutkan kening.
"Wajahmu pucat." Justin mengatakannya dengan serius.
Wajahku pucat? Aku rasa tidak. Tapi...mungkin saja sih karena aku kurang tidur.
Aku menyipitkan mata melihatnya. Tapi dia tetap menatapku. "Kantung matamu juga terlihat jelas."
Aku mendengus mengabaikannya. Aku sekarang benar benar capek. Sudah tidak tidur, aku malah harus berlari lari ke sekolah karena takut terlambat. dan aku sedang tidak berselera untuk membalas ejekannya.
Kepalaku kuletakkan di atas meja dan wajahku ku miringkan menghadap Justin.
Aku mengambil napas dalam dalam dan dengan perlahan mataku terpejam. Rasanya sangat damai. Yang terakhir kurasakan adalah Justin yang menempelkan telapak tangannya di keningku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Almost is Never Enough
Teen FictionAlmost is never enough. Geezz... Being a Directioner girl? No! I dont like them! However, why I could fall in love with one of them? Love at first sight? Nope I probably do not mean in the eyes Ok ooojookooioikiiiiibo2f c ojjbbp Opo oiooocbf0pxk...