Hurt

72 8 2
                                    

Recommended song : You and I – One Direction

Hurt

Hope you like it!

Quotes for this chapter :

"I love you, but I hate the way you act sometimes."

----------------------------------------

Lucy's POV

"Love you, Mom,"kataku sambil memeluk erat Mom. Mom balas memeluk dan menepuk punggungku.

"Baik baik di sana, ya."pesannya terakhir kali sebelum aku masuk ke ruang pemeriksaan. Aku hanya mengangguk.

Friska dan Ethan melambai lambai, sangat sangat norak. "Jangan lupa bawa oleh oleh, ya, jelek!"

"Tidak akan!"balasku cepat. Mereka langsung cemberut.

Eric hanya tersenyum simpul.

***

London, Inggris

Aku melangkah cepat sambil menggeret koperku melewati orang orang ramai yang berlalu lalang. Beberapa kali aku harus meminta maaf karena menabrak mereka. Mataku jelalatan mencari seseorang. Tapi, tidak tampak.

Setelah berjalan cukup jauh, karena bandara yang luas, aku berhenti sebentar di depan sebuah Coffee shop. Tepat saat itu kulihat Dad sedang melambai lambai ke arahku. Dia masih mengenakan pakaian kantor dan tas kerjanya. Senyumnya hangat.

Aku berlari menuju Dad dan setelah itu langsung memeluknya. Dad mendekapku erat. Sungguh aku rindu padanya.

Selama perjalanan ke rumah Dad, aku hanya duduk diam sambil menyandarkan kepala ke kaca mobil, kelihatan merana sekali. Tampak dari kaca mobil, jalanan kota London yang ramai di kunjungi turis. Jalanan diapit gedung gedung tua bersejarah yang memiliki arsitektur yang indah dan megah. Kental dengan budaya Eropa. Pohon pohon berjajar di pinggir jalan beserta bangku bangku taman. Orang orang berlalu lalang. Salju turun. Aku menyukai salju.Winter!

Akhirnya aku sampai di rumah Dad. Rumahnya bisa di bilang seperti apartemen, dekat dengan pusat kota. Melihat lihat ke gedung apatermen yang raksasa, apartemen Dad terletak di lantai 14. Dan apartemennya sangat luas. Mencakup 1 dapur lumayan besar, 3 kamar tidur di lengkapi kamar mandi, 1 ruang keluarga, dan ruang makan. Aku memilih tidur di kamar yang memiliki balkon yang menghadap ke jalanan dan gedung gedung raksasa yang tepat bersebelahan. Selesai mengganti baju, aku keluar untuk mencari Dad. Dan memutuskan untuk makan malam sambil nonton TV.

"Bagaimana sekolahnya di sana?"tanya Dad sambil melahap Omelete yang dibuatnya.

Aku mengangkat bahu. "Yah, ditu deh, Dad..."

Dad tersenyum. "Mau menceritakannya?"

Aku meringis. "Tidak ada yang istimewa sih."

"Bener?"

Aku menghela napas. "Oke, ada."

Dad mengangguk sambil tersenyum . Mempersilahkanku untuk bercerita.

Aku mulai menceritakannya dari awal. Tentang pertemuanku dengan Harry, One direction, Justin. Aku menceritakan semuanya karena Dad merupakan pendengar yang baik. Setelah aku selesai bercerita, rasanya sangat lega. Dad mengangguk paham. Dia percaya kalau semua yang aku katakan benar.

"Dad sekarang mengerti. Jadi, Lui, kalau ada masalah dengan siapapun, entah itu Harry maupun Justin, jelaskan secara baik baik kepada mereka. Kamu kan udah besar, udah bisa nentuin jalan sendiri. Lagian Dad percaya sama kamu. Dan percaya kalau mereka pasti akan mengerti. Dan jangan pernah lari dari masalah, okay?"

Almost is Never EnoughTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang