Recommended song : The Climb – Miley Cyrus
Hope you like it!
Quotes for this chapter :
"If love beckoned unto you, follow him. Although the course is hard and steep. And when his wings enfold you yield to him. Though the sword hidden among his pinions may wound."-KhalilGibran
----------------------------------------------------------
Author's POV
2 Minggu Kemudian...
Harry Styles masih setia untuk menunggu Lucy siuman. Dia tak henti hentinya berharap dan berdoa agar Lucy cepat sadar. Dia yakin kalau Lucy akan sadar. Makanya itu, sekarang dia masih duduk di tempat yang sama selama 3 minggu terakhir yaitu kursi di samping ranjang Lucy. Dan dia masih menggenggam tangan Lucy. Sejak mengetahui bahwa Lucy kecelakaan dan koma, Harry menjadi jarang pulang ke apartemennya. Dia lebih sering menghabiskan seluruh waktunya untuk menunggui Lucy siuman. Dia juga menjadi kurang beristirahat. Kadang dia pulang ke apartemennya untuk istirahat jika teman temannya yang lain memaksanya.
Harry menunduk untuk menatap jam tangannya yang menunjukkan pukul 11 malam. Semua keluarga Lucy sedang menunggu di luar sementara dia berada di sini. Tiba tiba terdengar suara deritan pintu, kemudian di susul suara beberapa orang laki laki. Anggota One Direction lainnya. Mereka menghampiri Harry.
Liam menepuk punggung Harry pelan, "Bung, sebaiknya kau pulang dan beristirahat. Biar kami yang menjaga Lucy di sini."katanya di sambut anggukan setuju dari yang lain.
"Iya, Hazz, kau kelihatan sangat kacau dan berantakan,"timpal Niall. Dia menunjuk pakaian dan wajah Harry yang sudah lusuh. Harry tidak menghiraukan hal itu, dan dia masih menatap Lucy.
"Ayolah, bung, sampai kapan kau akan begini terus?"tanya Louis, tapi tatapannya tertuju pada pemandangan jalan raya di luar jendela kamar rawat Lucy. Jarinya bergerak gerak di atas kaca yang tembus pandang seperti menulis sesuatu. Jaketnya sudah diletakkannya di atas sofa panjang di sudut ruangan.
Harry masih diam.
Zayn mendecak, kemudian maju dan berdiri di samping Harry, "Aku tahu ini berat bagimu, Hazz. Tapi, kau tidak boleh berhenti di sini, dan menyerah pada keadaan."
Louis tiba tiba langsung berdiri di smaping ranjang Lucy dan menimpali dengan ringan, "Zayn benar, Hazz. Kau harus memikirkan dirimu sendiri juga. Lihatlah dirimu sekarang. Kau kurus seperti supermodel, dan lihatlah matamu itu, seperti mata panda."
Harry mengangkat wajahnya dan menatap Louis dan anggota lainnya dengan frustasi, "Jadi, aku harus bagaimana? Memangnya salah kalau aku menunggu Lucy di sini sampai dia siuman?"
Liam menghela napas, "Bukan begitu, Hazz. Benar kata si Carrot tadi, kau juga harus memikirkan dirimu sendiri. Kau boleh di sini menjaga Lucy, menunggunya, tapi kau juga harus beristirahat." Ujarnya bijak.
Louis tersenyum puas kepada Liam, "Terima kasih telah mendukung opiniku, Saudara Liam yang Terkasih," dia menoleh lagi kepada Harry, "Hazz, aku bukan hanya kasihan kepadamu, tapi juga kepada Lucy, My Baby. Kasihan dia harus menerima penderitaan berat selama beberapa minggu ini dengan mencium aroma badanmu yang tak menyenangkan itu."
Niall, Zayn, dan Liam sontak tertawa mendengarnya. Sementara Harry mengerutkan kening menatap Louis yang juga ikut tertawa, "Lou, kalau kau masih ingat, aku selalu mandi setiap harinya."
Louis menggeleng, "Ya, ya, aku masih mengingat itu, Hazz. Aku tahu kau orang yang paling pembersih di sini. Yang kumaksud adalah aroma kesedihan dan kesengsaraanmu itu. Begitu kentarasampai sampai rasanya aku ingin memukul kepalamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Almost is Never Enough
Genç KurguAlmost is never enough. Geezz... Being a Directioner girl? No! I dont like them! However, why I could fall in love with one of them? Love at first sight? Nope I probably do not mean in the eyes Ok ooojookooioikiiiiibo2f c ojjbbp Opo oiooocbf0pxk...