"Udahlah Tang, mau gimanapun juga Nara itu cantik. Gue yakin Radit pasti tertarik sama dia." Hibur Lavina.
Lintang dan Lavina sedang duduk berhadapan di sebuah kafe sepulang sekolah untuk membicarakan hal ini. Lintang tak kuat jika harus memikirkan masalah ini sendirian.
"Tapi gue masih sayang sama Radit, Vin. Gue udah berusaha bela-belain pindah kesini buat ngelupain Radit, tapi dia tiba-tiba pindah kesini juga." Lintang menghembuskan napasnya putus asa. Ini sangat berat baginya.
"Gue pengin Nara sama Radit gak deket. Itu aja." Tambahnya.
"Nara kan sahabat lo?"
"Tapi gue gak sanggup liat sahabat gue deket sama mantan gue sendiri. Gue gak bisa, Vin."
"Nara juga ngerasain hal yang sama kok, Tang. Lo nyadar gak sih? Ony kan sahabatnya Nara dan tadi pagi Ony jadian sama Darian kan? Darian mantannya Nara kan? Dan lo nyadar gak sih Nara gak ada seharian tadi di sekolah? Lo tau dia kemana?"
"Enggak."
"Dia ke taman kota. Gue liat dia keluar sekolah tadi pagi. Dan disana juga ada-"
"Radit?"
"Iya, tapi-"
"Vin please, tadi pagi Nara bareng Radit kan?" Emosi Lintang mulai memuncak.
Lavina mengangguk dan menjawab, "Lintang, lo harus belajar mengikhlaskan. Sesusah apapun itu. Di setiap pertemuan pasti ada perpisahan."
Seketika itu juga, Lavina beranjak dari tempat duduknya. Meletakkan beberapa lembar uang kemudian pergi. Lintang kembali mendengus pelan. Kepalanya pusing. Ia mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang. Tapi sepertinya orang yang dihubungi tidak mengangkat telepon. Lintang pun meninggalkan pesan melalui aplikasi Line.
Lintang : Bantuin gue. Lo harus deketin Nara sampai dapet. Oke?
Gadis itu tersenyum puas. Ia tahu ia sangat jahat. Ia tahu ia pasti telah mengecewakan sahabatnya. Tapi ia tidak bisa seperti ini terus. Lintang masih menyayangi Radit.
Lo harus belajar mengikhlaskan.
Kata-kata Lavina barusan masih bergema di pikirannya. Tapi Lintang adalah Lintang. Dia tetap pada pendiriannya.
- - - - - • - - - - -
N A R A
Gue belum pernah merasa seburuk ini. Hari ini benar-benar hari terburuk gue. Pertama, Ony jadian sama Darian. Kedua, Radit tiba-tiba ninggalin gue sendirian di taman kota. Alhasil, gue balik ke sekolah. Ketiga, Lintang berubah seratus delapan puluh derajat. Gue gak tahu dia habis kesambet apa yang penting dia bertingkah seolah-olah gue bukan sahabatnya lagi. Oke. Gue kehilangan dua sahabat hari ini.
Karena bosan, gue pun membuka Line. Berharap ada yang menyapa gue atau sekadar bertanya PR.
Radit Angkasa : Nara? Gakpapa kan?
Seketika, mood gue kembali. Si Radit selalu bisa membuat gue senang bagaimana pun caranya.
Nara Aderyn : Gakmama kok ;)
KAMU SEDANG MEMBACA
Aderyn
Teen FictionTidak perlu sesuatu yang romantis, cukup mengobrol lewat jendela saja aku sudah senang. Tidak perlu restoran mewah nan eksotis, aku tetap bahagia pergi ke warteg asalkan bersama dirinya. Tidak perlu cincin berlian yang berkilau sebagai janji, dengan...