Hari ini hari Sabtu. Lintang terduduk sambil memandangi ponselnya. Haruskah ia menelponnya? Lagi? Dengan perasaan bercampur aduk, Lintang menekan beberapa nomor yang sangat dihafalnya kemudian nada sambung pun terdengar.
"Kenapa?"
Gadis itu menarik napas panjang.
"Gue pingin ketemu sama lo."
Tak terdengar jawaban. Hanya sebuah tarikan napas yang berat.
"Sampai kapan mau kaya gini? Gue mau jelasin semuanya, dan lo gak pernah mau dengerin gue. Gue tau lo marah sama gue. Gue tau lo kecewa, Dit. Tapi lo belom tau yang sebenernya, lo cuma-"
"Besok. Di Cafe Cammomile."
Telepon diputus secara sepihak. Lintang meringis. Ini akan baik-baik saja. Pasti.
- - - - - • - - - - -
Nara melakukan putarannya sekali lagi. Setelah itu diakhiri dengan gaya membungkukkan badan memberi salam. Lagu pun berhenti. Ia menarik napas dalam-dalam. Kemudian, merebahkan dirinya di atas karpet beludru putih yang halus. Diambilnya ponsel yang tergeletak tak jauh darinya. Ada 3 misscall. Nara menegakkan tubuhnya, berusaha menelpon kembali orang itu.
"Halo?"
"Halo, Ratu."
Terbentuk sebuah senyuman di bibir Nara. Rajanya menelpon. Ia mengambil boneka beruang kesayangannya dan kembali merebahkan diri.
"Kok lo tau nomor telepon gue?"
"Radit sang detektif."
"Hii serem juga diikutin Radit. Kabur aahh.."
"Kalau kabur nanti dikejar Radit sang pelari kencang."
"Apasih, Dit."
"Kangen nih sama Nara."
"Habis sakit?"
"Iya apa?"
"Kasih tau gue lo sakit apa."
"Ngobrol lewat jendela yuk?"
"Kasih tau gue lo sakit apa."
Radit diam saja. Tidak menjawab. Tidak juga memutuskan sambungan.
"Gue ke rumah lo."
"Jangan."
"Kalau perlu gue lompat dari jendela ke jendela kamar lo."
"Kalau jatoh nanti sakit. Kalau sakit entar kita gak jadi ketemu."
"Yaudah gue ke rumah lo sekarang."
"Gak usah."
"Kenapa?"
Radit memutus sambungan. Nara mematikan ponselnya sebal. Kenapa sih Radit tak pernah jujur padanya? Sekarang Nara sudah bergegas menuruni tangga. Ia akan pergi ke rumah Radit. Masa bodoh kalau Radit tidak mau ia datang ke rumahnya.
"Mau kemana sayang?" tanya mama begitu melihat Nara membuka pintu rumah.
"Ke rumah Radit. Daah mamaa.."
KAMU SEDANG MEMBACA
Aderyn
Teen FictionTidak perlu sesuatu yang romantis, cukup mengobrol lewat jendela saja aku sudah senang. Tidak perlu restoran mewah nan eksotis, aku tetap bahagia pergi ke warteg asalkan bersama dirinya. Tidak perlu cincin berlian yang berkilau sebagai janji, dengan...