Sinar matahari merambat masuk melalui celah-celah tirai. Bergerak perlahan naik ke atas kasur, dan pada akhirnya mengenai kedua mata seorang gadis yang masih tertutup rapat. Ia tidur dengan tenang. Seulas senyum kecil terukir di bibirnya. Mungkin sedang mimpi indah? Atau memang begitulah caranya tidur? Sangat cantik. Lilin beraroma vanilla menyala di atas meja kecil yang sukses membuat seluruh kamar terasa wangi dan nyaman. Gadis itu memeluk sebuah boneka yang berukuran besar. Sepertinya pelukannya sangat erat. Aku tak tahu. Karena bukan aku yang ia peluk, yakan?
"WOI KEBO! BANGUN LO!" Suara Rio yang khas menghancurkan ketenangan yang sedang terjadi. Namun gadis itu tetap menutup matanya.
"Astaga, Nara.. BANGUN GAK LO!" Kali ini Rio memukul tubuh Nara dengan bantal. "Lo gak mati kan, Nar? Anjir. Gue kok deg-degan gini ya?"
Belum bangun.
"NARA! BANGUN!" Rio meninggikan suaranya. Hasilnya? Nihil. Nara tetap tertidur. Rio mendekatkan jari telunjuknya ke hidung Nara, berharap semoga masih ada hembusan napas di sana.
Syukurlah. Masih hidup.
Rio menarik boneka yang sedari tadi Nara peluk.
"Happy Birthday, adek gue yang jelek kayak badak!" bisiknya.
Mata Nara langsung terbuka lebar sampai-sampai terlihat akan melompat keluar, "Gue ulang tahun?!"
"Dasar nenek. Udah pikun, kebo pula. Udah mandi sana. Radit nungguin lo di bawah dari tadi."
"RADIT ADA DI BAWAH?!"
"Bawel. Mandi sana buruan," Rio menutup pintu kamar Nara. Meninggalkan Nara yang masih setengah sadar.
Nara berjalan lunglai menuju kamar mandi. Matanya terasa berat. Tapi lihat! Ini hari ulang tahunnya! Siapa sih yang akan melewatkan hari ulang tahunnya dengan tidur-tiduran di atas kasur? Tidak ada yang mau. Apalagi saat ini Radit sedang menunggunya di bawah. Sejak kapan cowok itu tahu hari ulang tahunnya?
Nara memakai pakaian terbaik yang dapat ia temukan. Gadis itu bergegas turun ke bawah untuk menemui Radit. Ia pergi ke ruang tamu. Tak ada siapa-siapa. Ruang tengah. Kosong. Ruang makan. Hening. Nara mengerutkan alisnya.
"Radit? Kamu lagi main petak umpet ya? Satu hal yang harus kamu tau. Aku benci petak umpet. Aku paling takut kalo diajak main petak umpet. Jadi, tolong keluar sekarang." ucap Nara sambil terus memandangi sekitarnya.
Rafi melongokkan kepala dari kamarnya, "Ngomong sama siapa, Nar?"
"Ada Radit gak disana?"
"Hah? Sejak kapan?"
Kali ini Rio membuka pintu kamarnya dan tertawa terbahak-bahak, "Lo tuh bener-bener lemot ya. Gue cuma bercanda kali, Nar. Radit gak kesini. Dah."
Nara terkesiap. Yang benar saja?
"Tapi.. Ini kan ultah gue?""Ya terus?" Rio balik bertanya acuh tak acuh. "Palingan dia sibuk."
"Oh.."
"Lebay banget sih langsung sedih gitu. Telepon aja orangnya, suruh kesini." saran Rio.
"Enggak ah. Masa gue yang minta dia ke sini?"
"Lo pacarnya kan?"
Lagi-lagi Nara terkesiap, "Sejak kapan lo tau?"
"Semalem dia bawa lo ke sini. Lo lagi tidur. Terus gue denger dia bilang 'selamat tidur, pacarku' ke lo." Rio menunjuk Nara.
Kali ini Rafi membuka mulut, "Keren banget adekku. Pacarnya ganti-ganti. Kemaren Nazry, sekarang Radit. Ganteng-ganteng semua pula.."
"Ih! Apaansih kak!" Nara memukul pelan pundak Rafi. "Jadi? Gak ada yang ngasih Nara kejutan? Kue? Kado?"
Rafi tersenyum kecil, "Kayaknya enggak. Mama sama Papa lagi pergi, Rio? Gak mungkin dia ngasih kado ke kamu,"
"Kalo Kak Rafi?"
"Kan tau sendiri kalo aku bokek banget. Dompet kemarau. Kekeringan."
Nara menjitak kepala kakaknya, "Dasar pelit."
Yah beginilah. Tidak ada yang spesial di hari ulang tahun Nara. Tidak ada kejutan ataupun acara makan malam. Hanya di rumah. Ditemani musik-musik klasik dan sepatu tari serta bertumpuk-tumpuk novel.
Sedangkan Radit? Tidak ada kabar. Hilang begitu saja. Bahkan di hari ulang tahun Nara. Apakah laki-laki itu lupa tentang kejadian semalam? Apakah laki-laki itu tidak ingat bahwa Nara telah menjadi pacarnya? Tetapi, Nara tidak terlalu merasa sedih. Kenapa? Karena mungkin Radit sedang sibuk dengan pekerjaannya di cafe, atau dengan aktivitas sekolahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aderyn
Teen FictionTidak perlu sesuatu yang romantis, cukup mengobrol lewat jendela saja aku sudah senang. Tidak perlu restoran mewah nan eksotis, aku tetap bahagia pergi ke warteg asalkan bersama dirinya. Tidak perlu cincin berlian yang berkilau sebagai janji, dengan...