Enam - Little Trouble

197 43 2
                                    

Lelaki itu menatap kedua sohibnya yang sedang bermain x-box. Ketiga lainnya sesekali mencomoti makanan yang sudah disajikan di meja ruang tamu pemilik rumah. Sedangkan si pemilik rumah sendiri berada di dapur, membuatkan minuman untuk mereka.

Tatapannya sangat kosong, ia sedang tidak memikirkan apa-apa.

"Ngelamun mulu lo Dev, gak mau brownies buatan nyokapnya Adit nih?" ucap Ben dengan mulut yang masih penuh dengan brownies.

Pletak.

Satu toyoran dari Gio mendarat mulus di kepala Ben. "Telen dulu, baru ngomong."

Hal itu tentu membuat Ben mendengus sebal.

"Ngelamun mah udah jadi hobi Deva akhir-akhir ini, Ben. Betul ngga, Ka?" sindir Dimas seusai main x-box, diikuti dengan anggukan setuju oleh Arka.

"Ngelamunin siapa sih? Cewek-cewek simpenan lo itu?" tanya Ben yang rupanya masih penasaran.

"Masa lo nggak tau sih Ben? Itu kan udah jadi trending topic banget di Angkasa," ujar Arka disambut dengan gelengan kepala Ben.

Adit --si pemilik rumah-- muncul dari dapur dengan sebuah nampan di tangannya yang berisikan teko besar berserta gelas kosong. Pembantu di rumah Aditsedang pulang kampung, makanya ia kerepotan sendiri karena disuruh-suruh oleh teman-temannya yang jurang ajar. Berasa jadi budak deh Adit, kasian.

"Itu lho Ben, sahabat adek gue. Si anak baru," sambung Adit yang ternyata menguping pembicaraan mereka sejak tadi.

"Jangan sok tau lo, Dit," Bantah Deva datar. sedangkan Adit mencibirnya kecil.

drrtt. drrtt

Satu panggilan muncul di layar ponsel Deva. Ia melirik sekilas dan hanya membiarkan nada dering itu tetap berbunyi tanpa ada niatan untuk menjawabnya setelah mengetahui sebuah nama terlihat jelas di layar ponsel.

*****

Di lain tempat, gadis itu sedang menunggu jawaban dari seberang teleponnya. Beberapa kali ia mencoba, selalu tidak ada jawaban.

Ia mendengus sebal.

Gadis itu tidak mengerti mengapa orang yang diteleponnya tak mau menjawab. Berulang kali ia mencoba, berulang kali pula ia tidak mendapati jawaban.

Angkat dong, please. keluhnya.

Sesekali ia memutari sekeliling kamarnya karena bosan. Di temani ponsel yang bertengger manis di tangan dan telinganya.

Maaf nomor yang anda tuju sedang tidak dapat dihubungi, cobalah beberapa saat lagi...

Namun lagi-lagi yang terdengar hanyalah suara mba-mba operator. Lalu ia memutar-mutar ponselnya bosan, sambil merebahkan diri di atas ranjang menunggu keajaiban.

*****

Lain tempat dan waktu, lelaki itu menopang dagunya di atas pembatas jembatan. Membelakangi seseorang yang sudah berdiri tegap di belakangnya.

"Akhirnya, lo dateng juga," sambutnya sambil tersenyum miring penuh arti.

"Lo mau apa nyuruh gue dateng kesini? Gue gak suka banyak basa-basi," tanya lawan bicaranya.

Lelaki itu membalikan tubuhnya, kemudian bersandar di pembatas tadi. Menatap lawan bicaranya lekat-lekat, seakan tak bisa membendung lagi rasa kebenciannya.

*****

Setiap berangkat sekolah, telat sudah mendarah daging bagi Nata. Dihukum pun ia sudah sangat kebal, seperti bermain GTA dengan darah putih. Mulai dari lari keliling lapangan, nyapu halaman belakang, bersihin gudang, hingga bersihin toilet pun sudah menjadi hal yang sangat mainstream bagi dirinya.

Bu Windu dan guru BK lainnya sampai hafal dengan Nata. Bahkan mereka sudah bosan memberi Nata hukuman, karena ia tidak pernah bertaubat dari kebiasaan buruknya itu.

"Untuk kali ini, kamu tidak saya hukum," ucap bu Windu membuat bunga-bunga di hati Nata bermekaran.

Bu Windu memukul-mukul penggaris ke telapak tangannya dengan raut wajah galak. "Tapi kalau besok kamu telat lagi, orang tua kamu akan saya panggil kesini!" ujarnya dengan nada tinggi, membentak lebih tepatnya. Lalu seketika bunga di hati Nata mengurungkan niat untuk bermekaran.

"Ya, Bu." Dengan pelan Nata menjawab paham. Ia mulai melangkahkan kakinya menuju kelas sambil mencoba mencari jalan keluar agar besok tidak telat lagi. Tentunya karena ia tidak mau orang tuanya dipanggil ke sekolah hanya karena alasan telat.

Mulai dari jam weaker, alarm ponsel, ayam berkokok, hingga teriakan bundanya sama sekali tidak mempan di telinganya. Benar-benar kebo.

"Lo telat lagi?" ujar seseorang yang tiba-tiba sudah menyamakan langkahnya dengan Nata. Ia yang sedang berpikir tetap fokus dalam pikirannya.

"Makanya jangan kebanyakan bergadang!" Orang itu menjewer telinga Nata. Lalu gadis itu meringis kesakitan.

"Fan, sakit tau!" ujar Nata sambil mengusap-ngusap telinganya yang sudah memerah setelah dijewer.

Lalu ditariknya tangan Nata oleh Ifan yang masih dalam tawanya. Nata tentu saja kaget, kaget karena tiba-tiba ia ditarik seperti itu.

*****

Lima hari setelah kejadian itu telah berlalu, Alfan sudah kembali dari masa skorsing-nya. Kini ia sedang duduk rapi di atas bangku kantin sekolahnya. Menurutnya, setelah lima hari ia tidak masuk, di sekolahnya ini tidak ada yang berubah sedikit pun.

Kecuali dia.

Entah mengapa ia merasa gadis itu semakin dekat dengan sahabatnya. Terutama saat kejadian tadi pagi. Gadis itu digandeng oleh sahabatnya sambil tertawa senang.

Apa salahnya sih sahabat menggandeng tangan sahabatnya? Batin lain Alfan berbicara, mencoba berpikir positif.

Kemudian ia mengaduk-aduk lemon tea miliknya. Darah di tubuhnya berdesir panas, saat melihat lagi sosok gadis yang sedaritadi hinggap di pikirannya bersama dengan sahabatnya yang sedang merangkul menuju kantin. Timbul perasaan tidak suka, namun ia bukanlah siapa-siapa bagi gadis tersebut.

"Alfan, aku gabung ya." Suara sok imut itu merusak pikiran Alfan.

"Gak," jawab Alfan singkat. Terdengar sangat tidak perduli bahkan tertarik sedikitpun.

"Makasih," ujar cewek centil itu sambil menarik bangku di samping Alfan.

"Lo nggak liat? Meja lain masih kosong," tolak Alfan menjauhi dirinya dari Friska, yang kerap dikenal sebagai cewek centil. Dan seisi Angkasa juga tau kalau Friska itu berusaha mati-matian mengejar Alfan.

"Aku maunya sama kamu," rengek Friska bergelayutan di lengan Alfan. Menjijikan.

Ia bergeridik ngeri. Mimpi apa semalam Alfan, bisa ketemu orang seperti ini.

Gadis di sebrang mejanya tak sengaja melihat dirinya sedang bersama Friska. Membuat Alfan gelagepan dan langsung berusaha melepaskan tangan Friska dari lengannya. Namun sesaat setelahnya gadis itu kembali lagi ke dunianya. Seolah ia tidak melihat, atau bahkan merasakan hal yang sama dengan yang Alfan rasakan, saat ia dirangkul sahabatnya.

Alfan berdiri dari bangkunya sambil menatap Friska tajam. "Lepasin!" ujarnya dengan nada membentak. Bagus sih cewek centil kayak Firska memang harus dibentak seperti itu. Oke author jahat. Lalu Alfan meninggalkan Friska sendiri.

Sedikit fakta tentang Friska, dia adalah siswi SMA Internasional Angkasa yang duduk di bangku kelas 10, yang artinya satu angkatan dengan Alfan. Akan tetapi ia sangat tidak disukai oleh Alfan, karena ia terlalu centil dan selalu menghalalkan segala cara. Terutama cara supaya Alfan jatuh cinta kepadanya.

*****

A/N:

SORRY YA CHAPTER INI SEDIKIT BANGET. LAGI KEHABISAN IDE:( HUHU.

BTW, makasih masih setia mau baca cerita gue yang absurd ini:)

xoxo.

I'm Into You!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang