Sembilanbelas - Unspoken Feeling

114 14 6
                                    

Siang ini Nata dan teman sebangkunya memilih untuk memanjakan perut di kantin setelah bel masuk berdering. Bukan berniat untuk menghindari pelajaran, namun kebetulan saja jam pelajaran selanjutnya kosong. Begitu informasi yang mereka dapatkan dari bibir sang ketua kelas.

Di sini Nata mendengarkan segala keluh kesah yang keluar dari mulut Friska. Mulai dari hal-hal sepele, hal-hal penting, hingga kembali lagi ke hal-hal sepele telah mereka jadikan topik obrolan. Teman sebangkunya berkata bahwa ia sangat menyesal karena dulu pernah mengibarkan bendera perang kepada Nata ─yang pada kenyataannya tidak seburuk apa yang ia kira sebelumnya. Dan ia sungguh sangat menyesal.

"Sumpah deh, gue nyesel pernah suka sama Alfan kalo tau ujungnya kayak begini. Seharusnya gue sadar dari dulu kalo cintanya Alfan cuma buat lo seorang, Nat. Nggak ada orang lain yang bisa ngerubah sudut pandangnya, saat dia udah terpikat sama lo."

Nata tahu sekali tentang semua perkataan Friska. Dan ia tahu betul tentang bagaimana perasaan Alfan padanya, cara Alfan yang selalu berusaha menarik perhatian, maupun tentang sikap yang selalu Alfan tunjukkan sejak awal mereka bertemu.

Dulu memang Nata pernah sedikit kagum dengan Alfan, karena dia ganteng ─seperti kebanyakan orang bilang─ dan baik. Tapi setelah dipikir-pikir, status mereka hanya cukup sebagai teman. Sedangkan hatinya telah menempati sebuah pelabuhan di hati Devandra Andito.

"Yang gue bingung sekaligus heran nih, Nat. Apa alasan lo lebih milih kak Deva daripada Alfan?" tanya Friska setelah melihat Nata sedang melamun mendengar ucapannya. Nata membisu dan berpikir.

Apa alasan ia memilih Deva?

"Yaa, karena gue lebih sayang Deva, tentunya?" jawab Nata tak begitu yakin.

"Sayang?" ulang Friska. "Dari nada lo jawab pertanyaan gue pun udah ketauan, Nat. Lo masih ragu dengan kesungguhan lo. Apalagi akhir-akhir ini lo lebih sering menghabiskan waktu sama Alfan dibandingkan Deva," tutur Friska mampu membuat Nata telak.

"Terus gimana hubungan lo sama Rafly? Ada kemajuan nggak?" ujar Nata tidak mau ambil pusing.

Friska menggeleng pelan, seraya terkekeh. Ia tahu sekali bahwa Nata sedang mengalihkan topik mereka.  "Gue udah pernah bilang 'kan, Rafly sukanya sama lo."

Sejurus kemudian Nata melambaikan tangan ke arah belakang Friska terduduk. Lalu ia tersenyum setelahnya. Hingga akhirnya seseorang menghampiri mereka dengan sebuah cengiran. "Hai kak Nata," sapanya.

Dia adalah Rafly, si tokoh utama dari topik mereka yang terakhir. Friska memajukan bibirnya, bete. Mengetahui sifat Friska yang super moody-an, Nata terkekeh seakan mengerti apa yang baru saja terjadi. "Friskanya nggak disapa?" ledek Nata menggoda.

Namun pertanyaan itu hanya ditanggapi dengan senyuman. Kemudian Rafly menarik tangan Nata tanpa aba-aba untuk bangkit dari meja kantin. Tentu saja hal itu menimbulkan sebuah tanda tanya di benak Nata. Begitupula dengan cewek berada di hadapan mereka segera bangkit dari kursi dan melangkah pergi ─menyisakan Nata dan Rafly di meja kantin.

Tangan Nata yang berusaha menghentikan kepergian Friska terlebih dahulu ditahan oleh Rafly. Cowok itu memberikan sebuah isyarat kepada Nata untuk membiarkan Friska pergi lalu mendengarkan penjelasannya.

"Lo gila? Lo 'kan tau Friska suka sama lo!" ujar Nata dengan nada meninggi.

"Ada yang mau gue omongin empat mata sama lo, Kak. Ini penting. Jauh lebih penting daripada urusan Friska suka sama gue." Cowok itu menatap kedua mata Nata dalam.

I'm Into You!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang