Sebelas - Strange

165 24 0
                                    

Air mata mulai membasahi si pemilik pipi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Air mata mulai membasahi si pemilik pipi. Sedangkan ia terus berjalan entah kemana kakinya akan berhenti. Pikirannya berantakan. Yang ada di kepalanya hanya satu, tentang bagaimana bisa orang yang paling ia cintai memeluk perempuan lain, di depan matanya. Itulah sebab mengapa air matanya terus menetes.

Ia menerobos pintu gerbang yang belum waktunya untuk terbuka tanpa bersalah. Langkahnya semakin tidak jelas kemana arah tujuannya. Hingga akhirnya langkah itu kian mendekati sebuah tempat.

Coffee House.

Di sanalah ia duduk. Menenangkan pikiran yang sedang kacau balau. Ia tidak tahu harus mencurahkan isi hatinya kepada siapa. Yang ia tahu hanya datang ke kedai kopi lalu semua pikiran yang menghantui hilang entah kemana.

'Seharusnya gue nggak ngasih tau, kalo dia disekap di gudang. Harusnya gue diem aja. Harusnya gue nggak usah sok bahagia demi kebahagiaan dia sama orang lain. Harusnya, harusnya,..'

Perempuan itu mencaci perbuatannya sendiri, sambil mengacak rambut panjang yang ia biarkan tergerai.

'Kenapa sih lo nggak pernah mikirin perasaan gue? Kenapa lo selalu egois? Kenapa lo berani meluk orang lain di depan gue? Kenapa lo lakuin itu di depan gue? Kenapa lo jahat?'

Lagi-lagi ia mengacak rambut gusar bersamaan dengan tangannya mengepal kuat. Rasanya ingin meninju siapa pun yang hadir di depannya.

"Gue boleh duduk di sini nggak?"

BUGH. BUGH. PLAK.

Tanpa kesadaran yang terkendali, tangannya berhasil meninju orang yang tiba-tiba saja datang menghampirinya. Tangannya terasa gatal, hingga ia benar-benar tidak megenali si pemilik wajah.

"Eh, stop! Stop!" seru orang itu seraya menahan pergelangan tangan yang terus menerus memukulnya.

Perempuan itu membuka mata dan langsung mengenali siapa yang barusan ia pukul. "Sorry."

"Lo kalo cemburu, serem juga ya." Lantas ia tertawa geli. Perempuan itu menatap bingung ke arah lawan bicaranya. Ia merasa canggung karena belum pernah berinteraksi langsung dengan cowok itu. Bahkan namapun belum tahu.

Cowok itu tersenyum, memamerkan deretan giginya yang diberi pagar biru. "Gue Ifan, temennya Natasya. Lo Andiny kan?"

*****

Nata melangkahkan kaki keluar dari kantor kepala sekolah. Ia tidak sendirian, melainkan ada Deva di sampingnya. Mereka berdua berjalan dengan tangan yang saling bergandengan. Hal itu membuat jantung Nata seakan ingin meloncat keluar.

Sebentar lagi bel pulang dan mereka sengaja membuang waktu untuk kembali ke kelas. Di antara mereka tidak ada satupun yang membuka suara. Hanya terdengar suara angin menyapu reruntuhan daun yang terdegar asri.

I'm Into You!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang