Tigabelas - A Date

142 18 1
                                    

Sabtu pagi yang cerah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sabtu pagi yang cerah.

Nata menghirup udara segar dari balkonnya. Ditemani sinar matahari yang perlahan-lahan memunculkan batang hidungnya. Setelah sepekan penuh menghadapi ujian, kini waktu yang sangat tepat untuk bermalas-malasan.

Entah mengapa, di saat liburan seperti sekarang ini Nata tidak pernah absen bangun pagi. Aneh, tapi nyata. Sedangkan tidak seperti hari-hari sekolah biasanya, Nata tidak pernah absen dari bangun siang hingga telat masuk sekolah.

"Ah ya, kak Deva jadi mau jemput kapan ya?" ujar Nata bertanya pada dirinya sendiri seraya kembali masuk ke dalam kamar. Sesaat ia mengamati dirinya yang terpantulkan oleh cermin.

"Hari ini lo jadi pergi?" Sebuah suara tiba-tiba saja terdengar di dalam kamar Nata. Gadis itu melirik kakaknya dari cermin sesaat kemudian kembali mengalihkan pandangan pada dirinya yang berdiri di depan cermin.

Setelah itu Nata mengiyakan pertanyaan Nafisya hanya dengan anggukan.

"Sama Alfan atau Deva?"

Nata mendengus pelan, kemudian melempar diri ke atas ranjang. "Nggak bunda, nggak kak Nafi. Kenapa sih semuanya selalu nyangkut pautin nama Alfan?"

"Gue kan hanya memastikan." Dengan santai, Nafisya ikut merebahkan tubuh di sebelah adiknya. "Jadi, lo suka-eh sayang sama yang mana?"

"Loh, emangnya suka sama sayang itu beda ya?" tanya Nata yang sedang menerawang ke arah langit-langit kamar.

Nafisya menghela nafas pelan. Pertanyaan Nata membuat dirinya sedikit bingung untuk memberikan jawaban yang tepat. Lantas ia bergumam cukup panjang, memikirkan rangkaian kata yang mudah untuk dipahami adiknya.

"Suka itu ibaratnya kayak lo suka sama One Direction, sekedar kagum dan nggak lebih. Nah, kalo sayang itu lo pasti udah jadiin dia sebagai prioritas. Kayak gue ngeprioritasin Adit."

"Nata sayang kok sama kak Deva."

"Lo yakin bisa bedain rasa sayang sama kagum?" selidik Nafisya.

"Kenapa harus nggak yakin?" balas Nata tidak mau ambil pusing. "Terus kenapa tiba-tiba kak Nafi nanya soal ini ke Nata? Tumben banget."

Nafisya melipat kedua tangannya di atas dada, seraya mengatakan, "Gue sebagai kakak perempuan yang baik hati dan tidak sombong. Cuma nggak mau liat adek gue satu-satunya yang paling ngeselin dan jelek kayak lo, salah pilih orang."

Mendengar kalimat yang diucapkan Nafisya, Nata mengulas senyum manis di bibirnya. Meski ia jarang sekali curhat dengan Nafisya, sekarang ia merasa bahwa kakaknya sangat peduli dengan dirinya.

"Kak Nafi emang kakak terbaik buat Nata," ucapnya sambil tersenyum. Kemudian tanpa basa-basi ia langsung memeluk Nafisya erat.

"Lebay lo ah," usir Nafisya agar Nata berhenti memeluk dan menyingkirkan tangan dari tubuhnya.

I'm Into You!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang