[1] Kamvret Moment

6.8K 534 160
                                    

Wydi membuka mata perlahan dan mengerang pelan. Dengan keadaan mata setengah tertutup, tangannya bergerak kesana kemari, meraba dengan asal tempat di samping bantal bentuk lopelope kesukaannya. Kenapa harus lope? Katanya sih bantal itu memberi kekuatan lebih untuk dia yang masih jomblo. Oke abaikan, sekarang dia udah nemuin barang yang sedari tadi dicari.

Handphone. Barang yang selalu dicarinya saat pertama kali membuka mata untuk melihat dunia. Padahal yang chat aja ga ada, tapi selalu aja ngelakuin hal yang sama tiap pagi dengan alasan jomblo juga harus eksis.

Dia menggulirkan layar ponsel, mencari aplikasi berlogo burung biru langsing yang konon katanya lagi menjalani diet ketat. Niatnya mau update status dulu gitu, biar gaul.
Tapi eh tapi, kedua mata sipitnya langsung melebar selebar cintaku padanya saat melihat jam di sudut layar ponsel.

06.30 am.

Mampus! Wydi bisa telat dateng ke sekolah kalo gini caranya. Spontan dia loncat dari kasur dan dengan kecepatan penuh berlari menuju kamar mandi. Tak berhenti sampai situ, di dalem kamar mandi dia sempat dilanda rasa bingung dan dilema.

"Mandi jangan? Mandi jangan?"

Pikirannya terus berputar mencari jawaban. Dan akhirnya gadis itu memutuskan untuk mandi, walaupun ga pake sabun.

Setelah lima menit berlalu, Wydi membuka pintu dan berlari-lari kecil menuju kamar. Namun, kamvret moment part 2 kembali menimpanya.

BRAK!

Suara dentuman keras terdengar. Wydi terkapar tak berdaya di atas lantai dengan posisi bokong mendarat duluan. Sungguh naas.

"Argh sakidh! Argh," ringisnya kesakitan.

"Salah apa hambamu ini ya Allah."

Karena keadaan yang ga memungkinkan buat berdiri, akhirnya dia pun ngesot sampe kamar. Dan setelah diolesi obat salep anti jomblo, rasa sakitnya sedikit berkurang. Wydi pun berdiri dan secepat kilat mengenakan kameja putih, rok abu-abu, juga kerudung khas anak SMA. Diluar sana sudah terparkir mobil yang setia menjemputnya setiap hari, angkot.

Mobil terhenti tepat di depan gerbang sekolah yang ternyata masih terbuka. Namun suasana mencekam pun terasa, karena tak ada satupun siswa yang berlalu lalang. Kemungkinan besar mereka semua udah berada di dalem kelas.

Dengan perjuangan penuh, Wydi akhirnya tiba di depan pintu kelasnya yang kini masih tertutup. Dia menghembuskan napas dan sejenak merapikan baju yang udah compang-camping ga karuan. Kenop pintu terbuka dan---

Krik.. Krik

Kosong melompong, ga ada satu orangpun di dalam kelas. Apa mereka semua udah pada pulang ya? Ga mungkin, perasaan Wydi cuma telat beberapa puluh menit aja kan. Terus mereka semua kemana? Mungkinkah tertelan ke dalam lautan coklat coco crunch.

Keningnya berkerut samar, dia melangkah maju lalu duduk di salah satu bangku, masih terlihat kebingungan. Satu menit terdiam tak berkutik, Wydi pun melirik ke arah jam dinding di belakangnya dengan gerakan slow motion.

5.45

5.45

Puja kerang ajaib! Cobaan apa lagi ini ya Allah, berarti jam di HP Wydi error, pantes aja masih sepi kaya gini. Dia hanya bisa melafalkan istigfar sembari beberapa kali menghembuskan napas panjang dan mengelus dada.

Belum berhenti sampe disitu, dia juga harus menerima kenyataan bahwa ternyata ini adalah hari senin. Hari dimana para pelajar sering menyebutnya sebagai monster day, hari dimana kita harus berdiri di bawah terik matahari sampe kaki gempor. Wydi tau ini salah, harusnya dia senang tak perlu berjuang sampe bertumpah darah melawan penjajah, hanya berdiri dan hormat pada bendera merah putih. Tapi kalau emang gasuka ya harus gimana lagi.

Tapi bisa ga sih kalau dia request petugas upacara setiap senin. Misalnya pemimpin upacara dipandu David Bekam, protokolnya Marc Markes, terus yang baca doa Zayn Kebalik, paduan suaranya Wandi atau Bities gitu. Pasti semangat banget upacara kalo gitu caranya kan. Sudahlah lupakan, ini tak berguna sama sekali.

"WYDI!" teriak seseorang yang baru nongol dari pintu kelas. Namanya Ranting, tapi jangan salah sangka dulu, dia bukan kayu-kayu yang bergelantungan di atas pohon, dia manusia biasa kaya kita.

"What's up Tink!" balas gue. Ya, dibanding Ranting, Wydi lebih memilih memanggilnya dengan sebutan Tink. Alasannya ya biar keliatan gaul aja.

Tink berjalan maju dan duduk di samping Wydi. Dari kelas 7 sampe sekarang kelas 11, mereka selalu duduk bareng. Walaupun orangnya sedikit sengklek dan sering ngomong pake bahasa planet yang sulit dimengerti, tapi Wydi tetep aja sayang. Sayang itu ga butuh alasan kan?

Beberapa saat setelahnya, datang para member Bejana Heroes lain. Mereka adalah Dals, Dry, Sabil, dan Naya.

H a j i   M e n d e s

KRIINGGG!!!

Bel istirahat udah bunyi.

Ah akhirnya~

Tanpa ba bi bu lagi, Wydi langsung nyeret-nyeret si Tink sama temen-temennya yang lain pergi ke kantin. Dia laper banget, tadi pagi ga sempet sarapan, coy!

"Ini berapa, Wydi?" tanya Tink.

"Dua ribu," Wydi menjawab.

"Kalo ini?"

"Seribu setengah."

"Kalo yang ini?"

"Ehh buset nih anak, emang gue tukang dagangnya apa."

"Hehehe," si Tink cuma nyengir kuda sambil nunjukkin muka watado.

Dia juga heran kenapa bisa hafal semua harga makanan di kantin. Semua temen-temennya, terutama Bejana's, sering nyebutin Wydi anak pak Abidin. Kalian tau pak Abidin ga? Pak Abidin itu guru mtk sekaligus pengurus kantin sekolah. Apa dia emang titisan pak Abidin ya?

Ya sudahlah, ngapain juga ngebahas masalah kaya gini.

Habis jajan, mereka semua balik lagi ke kelas sambil sedikit berbincang-bincang.

•••

Selang lima belas menit, bel masuk kembali berbunyi. Mereka semua udah ada di kelas, kembali ke posisi duduk masing-masing.

Sekarang itu pelajaran IPA. Pak Edi langsung masuk ke kelas sambil bawa buku di tangannya.

"Assalamu'alaikum," sahut Mr. Ed.

"Waalaikum salam Mr!" jawab semua murid kompak.

"Hari ini kita akan membahas tentang organ reproduksi." Mendengar itu, anak-anak cowo langsung pada ngacir pindah duduk ke depan. Wydi cuma bisa geleng-geleng kepala ngeliatnya.

Mr. Ed ngejelasin materi panjang lebar, tapi dia ga ngerti, sebenernya bapak itu ngomong apa sih dari tadi? yang Wydi bisa denger cuma suara anak-anak cowo yang hebohnya ga ketulungan.

"Kerjakan paket hal 120," perintah Mr. Ed pada akhirnya.

Wydi mengehembuskan napas lega. Oke deh, mendingan ngerjain soal daripada bosen ngedengerin.

Wydi ngeluarin buku tulis dan pulpen. Dia bersiap untuk menggoreskan tinta hitam ke buku, tapi--

"Wydi minjem pulpen dong," ucap Sabil tiba-tiba.

Wydi ngambil pulpen cadangan di dalem tas terus dia kasih. Pas mau nulis lagi--

"Wydi minjem tipe-x dong," ucap Sabil. LAGI.

Dengan sabar, Wydi kasih tipe-x nya ke si Sabil. Pas dia mau nulis lagi--

"Wydi penggaris."

"YAELAHH!! Ga modal banget nih anak!!Emang gue toko buku berjalan apa?" Wydi mulai frustasi. Bukunya masih kosong melompong.m sejak tadi.

"Hehehe, Sorry! Sorry!"

Sabil gak jadi minjem, dia beralih ke Dals. Soalnya Dals itu pelariannya pas Wydi ga minjemin alat tulis. Dasar ga modal, Bulawuk!

•••

Hai! Mungkin si kece Shawn Mendes bakal muncul di part selanjutnya..

Gaje? Emang iya. Biarin aja lah ya, cerita ini emang terlahir untuk alasan itu.

Haji MendesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang