Aku rasakan tempat tidurku bergoyang, menandakan dia sudah selesai dengan pekerjaannya. Sudah berapa lama aku melamun sampai aku tidak mendengar pintu terbuka.
Ku balikkan badan untuk melihatnya, ternyata dia sudah memejamkan mata. Dia terlihat sangat lelah.Ingin ku memijatnya, mengurangi rasa lelah ditubuhnya, tapi aku tak berani, takut dia tidak suka atau bahkan marah. Lebih baik aku tidur saja. Posisi tidurku kini menghadapnya, dengan begini aku bisa dengan jelas melihat pahatan indah ciptaan tuhan yang tercetak jelas diwajah itu. Perlahan beban terus menutup mataku sampai aku terlelap.
Keesokan paginya aku tebangun disambut dengan wajahnya yang berada sangat dekat dengan wajahku. Hembusan nafasnya seakan menggelitiki wajahku. Ku rasakan beban menimpa pinggangku dan kulihat lengannya melingkari pinggangku memelukku erat.
Dia memang terbiasa begitu. Mungkin dia melakukannya tanpa sadar. Tapi, itu saja sudah membuatku bersyukur. Ternyata walaupun disaat dia membuka mata dia seakan tak melihatku, tapi disaat dia menutup matanya, aku merasa ada.
Kubiarkan posisi kami tetap seperti ini. Biarlah ku nikmati masa-masa ini selama beberapa menit.
Aku mengangkat tanganku perlahan, menggerakkan jari telunjukku mengikuti lekukan wajahnya tanpa menyentuh. Matanya, mata coklat yang selalu menatapku datar dan terkesan dingin. Jariku turun ke hidung mancungnya, kemudian turun lagi sampai dibibir merah miliknya. Bibir ini yang dulunya menampilkan senyuman yang membuatku mencintainya sampai sekarang.
Kuputuskan tidak terlalu berlama-lama menatapnya, takut dia akan terbangun dan mata itu akan menatapku tidak suka. Perlahan ku longgarkan rangkulan lengannya dipinggangku.
Dia sedikit bergumam tidak jelas saat aku meletakkan tangannya dan dia merubah posisinya menjadi terlentang. Kulihat jam masih menunjukkan pukul 5 pagi. Masih terlalu pagi untuk membangunkannya.
Kulangkahkan kakiku ke kamar mandi yang juga berada di dalam kamar. 20 menit kemudian aku keluar kamar mandi dengan pakaian lengkap. Aku tidak biasa mengganti bajuku selain di dalam kamar mandi, terlalu malu untuk ku lakukan. Aku sering melihat Nathan yang hanya mengenakan handuk jika selesai mandi, tapi tidak denganku. Dan kami tidak seitintim itu.
Setelah memoleskan sedikit bedak kewajahku, kulangkahkan kakiku mendekatinya yang masih terlelap. Kujulurkan tangan menyentuh pundaknya perlahan, disusul dengan gumama khas bangun tidur darinya.
"Nathan bangun, sudah jam setengah enam" ucapku dan kembali mengguncang bahunya.
Tak lama mata coklat itu terbuka dan menatapku sayu. Kuberikan senyumanku, perlahan dia bangun sambil mengusap kelopak matanya 'cute sekali, suamiku ini' melihatnya seperti ini lebih manusiawi pikirku."Air hangatnya sudah kusiapkan, aku akan menyiapkan sarapan. Kalau perlu sesuatu panggil aku" ujarku, tanpa menunggu jawabannya ku balikkan tubuhku dan berjalan ke arah pintu.
"Siapkan bajuku" suara itu seketika menghentikan langkahku. Saat aku membalikkan badanku, kulihat dia sudah melenggang masuk ke dalam kamar mandi.
Kusiapkan sarapan kami seperti biasa. Roti bakar, telur mata sapi dan dua gelas teh hangat. Beginilah rutinitasku setelah aku berhenti bekerja. Aku sudah bekerja selama 2 tahun di sebuah perusahaan di bagian marketing, tapi aku harus berhenti dari 8 bulan yang lalu. Nathan yang menyuruhku berhenti kerja. Saat aku tanya apa alasannya dia hanya berkata 'aku masih bisa membiayaimu, jadi berhentilah bekerja'.
Terkadang aku menyesal membuat keputusan itu, yang hasilnya aku hanya menghabiskan waktuku di rumah.
Tapi mau bagaimana lagi, aku akan melakukan apapun yang dia mau. Sounds crazy memang, tapi kata Mario Teguh, jika tidak gila tidak cinta namanya.Tak lama setelah aku menata sarapan kami, kulihat Nathan berjalan dengan gagahnya dengan pakaian yang kupilihkan tadi. Tak lama dia sudah berada di hadapanku dengan sebuah dasi di tangannya. Aku menatapnya dan dia membalas tatapanku seolah mengatakan 'pakaikan dasiku'.
Aku sampai harus berjinjit untuk memasangkan dasinya. Maklumlah, tinggiku hanya sebahu dia.
Selagi aku memasangkan dasi, perlahan ku hirup aroma wood dari parfume yang dia pakai. Menenangkan, pikirku. rasanya ingin ku rebahkan kepalaku di dada bidangnya. Dan bisa kupastikan aku tidak akan bosan melakukannya sepanjang hari.
Setelah selesai, kami duduk berhadapan dan keheningan kembali menghampiri.Ku lirik dia yang sedang menyantap sarapannya dengan anggun. Aku bersyukur dia mau memakan masakan yang aku buat. Pada awal pernikahan aku sempat takut jika dia tidak ingin berinteraksi langsung denganku. Tapi ternyata tidak. Ya walaupun perkataannya terkadang terlalu singkat tapi dengan dia memakan masakanku, membuatku bahagia. Semudah itu memang.
"Tehnya enak" ucapnya pelan, dan senyum di wajahku semakin lebar.
Kulihat dia menyudahi sarapannya dan kemudian aku bergegas untuk mengambil tas kerjanya."Ini" ucapku sambil menyerahkan tasnya.
"Aku pergi" balasnya kemudian berlalu meniggalkanku di depan pintu. Tak ada kata-kata seperti 'aku pergi dulu, kau hati-hati dirumah ya' atau 'tunggu aku pulang ya, i love you'
Dan itu hanya dalam hayalanku.Semoga kalian suka
Jangan lupa di vote :)

KAMU SEDANG MEMBACA
Riana
RomanceSenyum itu yang membuatku terikat, sampai pada akhirnya aku terjebak dalam ikatan itu. Tapi, sampai kapan aku bisa bertahan? Riana Wulandari Bukan aku yang menyuruhmu untuk mendekat, jadi jangan salahkan aku bila kau sampai terluka Nathan Alvedro ...