Jika kita hidup disebuah dunia dimana "aku cinta padamu" lebih bermakna, maka aku akan selalu berkata padamu "aku cinta padamu"
(Ozge Dilsiz)°
°
°
°
Mungkin benar kata pepatah, 'Berakit-rakit dahulu, berenang ketepian. Bersakit-sakit dahulu, lalu bersenang kemudian'. Aku bisa merasakannya sekarang. Setelah segala kesakitan yang kurasakan kemarin, kini aku merasakan betapa bahagianya melihat Nathan berada disisiku.Dia tak lagi pelit dalam hal bicara, bahkan dia lebih sering menggodaku. Seperti halnya kemarin sewaktu di Supermarket.
Bahkan sebelum tidur kami mengobrol layaknya sepasang kekasih. Bukan lagi aku yang memandangnya diam-diam.
"Kau terlihat lelah" ucapku sambil memijit dahinya pelan. Aku tadi sedang membaca novel dikamar, dikagetkan dengan kedatangannya yang tiba-tiba dan kemudian meletakkan kepalanya diatas pahaku.
"Em. Pekerjaanku menumpuk" ucapnya seraya menutup matanya menikmati pijatan didahinya.
"Jangan terlalu lelah, aku tak mau kau jatuh sakit" Nathan itu sangat gila kerja, dia tidak akan memikirkan dirinya jika sudah larut dalan pekerjaannya.
"Kan ada kau" ucapnya yang kemudian memeluk pinggangku dan membenamkan wajahnya di perutku. Oh Tuhan, aku baru tau Nathan begitu manja.
"Jangan begitu, aku tak ingin kau kesakitan" membayangkan dia kesakitan saja sudah membuatku khawatir.
"Aku tak akan sakit selama kau masih di sampingku"
"Em? Maksudmu? Aku manusia penangkal sakit begitu?"
Tak ada sahutan darinya, melainkan dia bangkit dari posisinya dan duduk menghadapku.
"Ri.." ucapnya serius.
"Iya?"
"Riana" oh oke. Sekarang apa.
"Iya, Nathan"
"Terima kasih" em? Buat apa?
Aku yang masih memikirkan alasan dia berterima kasih tiba-tiba dikagetkan dengan gerakannya yang membungkus wajahku dengan kedua tangannya membuat wajahku semakin dekat dengan wajahnya.
"Terima kasih sudah mau bertahan untukku, terima kasih sudah berjuang untuk pernikahan kita, dan terima kasih karna kau yang jadi istriku" sepertinya ucapan terima kasih yang terakhir bukan buatku. Aku tak berkata apapun, hanya mendengarkan dia berbicara. Aku tau, butuh keberanian yang besar untuknya untuk mengatakan ini semua."Maaf, maafkan aku karna membuatmu menangis. Aku tak bisa berjanji jika dalam pernikahan kita tak akan ada masalah. Tapi aku bisa menjamin, aku tak akan pergi meninggalkanmu dan tak akan membiarkan kau pergi" hatiku menghangat mendengar perkataannya. Benar yang iya katakan. Tak mungkin dalam sebuah hubungan tidak akan ada masalah. Namun semua itu tergantung pada kami bagaimana menyikapinya.
"Kalau aku pergi, bagaimana?" Tanyaku.
"Jangan harap. Walaupun kau memohon padaku untuk melepaskanmu, tak akan aku lakukan. Itu hanya ada dalam mimpimu" ucapannya sukses membuatku tertawa. Aku juga tak berniat meninggalkannya.
Tapi tawaku terhenti karna gerakan tiba-tibanya yang menarikku semakin mendekat padanya. Bahkan hidung kami sudah bersentuhan.
"Aku punya teka-teki untukmu. Apa kau mau mendengarnya?" Ucapnya lirih, hembusan nafasnya bahkan sangat kurasakan diwajahku.
"Em" gumamku pelan. Aku tak sanggup mengeluarkan suaraku sekarang.
"Apa hal yang paling membahagiakan didunia?" Ucapnya seraya semakin mendekat, semakin mendekat ke wajahku. Kurasakan bibirnya sudah sangat dekat dengan bibirku.

KAMU SEDANG MEMBACA
Riana
RomanceSenyum itu yang membuatku terikat, sampai pada akhirnya aku terjebak dalam ikatan itu. Tapi, sampai kapan aku bisa bertahan? Riana Wulandari Bukan aku yang menyuruhmu untuk mendekat, jadi jangan salahkan aku bila kau sampai terluka Nathan Alvedro ...