Sudah kuputuskan.
Sudah kuputuskan, bahwa aku...
Aku akan bertahan.
Aku akan menunggu keputusannya.
Aku tak mau, jika aku harus mengambil resiko yang nantinya akan membuatku menyesal.Walaupun rasa sakit itu belum hilang, walaupun aku harus menebalkan hatiku saat melihatnya. Aku akan bertahan.
Sejak kemarin aku mendengar ucapan Ricky, aku sudah tidak bersikap menghindari Nathan lagi.
Seperti sekarang, aku sedang berada di dalam taxi menuju kantornya, tak lupa dengan mengirimkan pesan bahwa aku akan datang membawakan bekal makan siang.Aku tak mau melihat hal itu lagi.
Aku tak mau mengambil resiko lagi, pikirku.
Tak lama aku mengiriminya pesan, hanphoneku berbunyi petanda pesan masuk.Tak mungkin Nathan yang membalas, kan?
'Aku menunggumu, hati-hati dijalan'
Begitu bunyi pesannya.
Ini nyata? Maksudku, ini benar Nathan yang membalas?Kulihat sekali lagi nama pengirimnya, dan memang dia.
Dia terkena angin apa sampai mau membalas pesanku.
***
Aku sudah berada didalam ruangan Nathan, tapi sang pemilik ruangan tidak ada.
Saat aku menanyakan pada Siska, sekertarisnya itu hanya mengatakan bahwa aku disuruh menunggu di dalam saja.
Jadilah aku disini, duduk disofa yang dulunya berwarna cream kini berubah warna menjadi hitam.
Kemana sofa yang biasanya?
Baru tiga hari aku tak kesini, sudah banyak perubahan yang terjadi.
Saat aku masih memikirkan di buang kemana sofa cream itu, kudengar suara pintu terbuka.Kulihat raut wajahnya yang datar melihatku dan kemudian berjalan kearah sofa yang kududuki.
Jantungku berdetak dua kali lipat dari biasanya. dia hanya duduk disebelahku, tapi aku sudah seperti ini. Bagaimana kalau..
"Kau masak apa?" Ucapnya yang terdengar sangat dekat ditelingaku.
Ku palingkan wajahku ke arahnya, dan benar...
'Wajahnya, kenapa.. kenapa dekat sekali!!' batinku bersorak histeris.
Oh jantung, bisakah kau berdetak normal. Shit!
"A-aku masak capcai udang dan bakso" ucapku sambil beringsut sedikit menjauh darinya. Bahaya buat jantungku.
Tanganku gemetar tak karuan saat mengeluarkan makanannya dari kotak makan. Aku merasakan tatapan matanya menusuk punggungku. Ini hanya perasaanku atau memang dia sedang menatapku?
Perlahan ku alihkan tatapanku dari makanan ke Nathan. Oh, sepertinya aku salah langkah.
Dia
Dia sedang menatapku.Cepat-cepat ku palingkan wajahku kembali ke makanan dan tangan sialku yang gemetaran ini dengan perlahan memberikan makanan padanya.
"Makanlah, maaf cuma itu yang kumasak" ucapku sambil menundukkan wajahku.
"Apapun yang kau masak, aku akan memakannya" ucapnya menerima kotak makan siangnya.
Benar. Dia memang memakan apapun yang aku masak. Hal itu
Yang membuatku merasa bahwa aku merasa menjadi istri yang diterima.Keheningan kembali menghampiri. Biasalah, dia sedang makan. Tapi, jantungku tak mau berdetak normal. Lagian, kenapa Nathan malah memilih duduk disampingku? Biasanyakan dia akan duduk di lain sofa.

KAMU SEDANG MEMBACA
Riana
RomanceSenyum itu yang membuatku terikat, sampai pada akhirnya aku terjebak dalam ikatan itu. Tapi, sampai kapan aku bisa bertahan? Riana Wulandari Bukan aku yang menyuruhmu untuk mendekat, jadi jangan salahkan aku bila kau sampai terluka Nathan Alvedro ...