12. Avoid

743 67 1
                                    

Aku berjalan mengikuti alur skenario Tuhan, bahkan apa yang akan kulakukan ke depan adalah kehendaknya. Apa itu berarti aku mencintainya, juga karena hendaknya. Apa terjebak dalam situasi ini juga rencananya.

Aku tidak tahu menahu tentang itu, karena bagaimanapun juga aku tidak berhak menyalahi takdirku. Semenjak janji yang kubuat dengannya kemarin, aku bahkan tidak tahu apa aku bisa memenuhi janji itu, mengingat bahkan sebelum berjanji aku sudah lebih dulu mencintainya.

Lalu ketika perasaanku terbongkar akankah ia membenciku karena telah melanggar janji. Janji yang bahkan walau terucap namun tak mungkin bisa kutepati.

Pikiranku melayang-layang sepanjang berjalan di koridor ini. Murid-murid yang berlalu lalang bahkan sampai tak sengaja mendorongku pun tak kuhiraukan. Pikiranku terlalu kacau untuk sekedar meladeni mereka.

Belum lagi, tadi pagi bang Renan untuk yang kesekian kalinya menyatakan perasaannya padaku. Argh, bisakah dia memberiku sedikit ketenangan. Aku bosan mendengar itu terus-menerus, setelah ia tahu bahwa aku hanya membohonginya ia tak lantas putus asa malah semakin gencar membujukku.

Suara anak-anak yang berlalu lalang tertawa, saling menyapa, dan mengolok-olok terdengar jelas olehku. Jelas saja masa SMA seperti ini adalah masa-masanya kami dipenuhi dengan canda tawa, suka duka, dan haru pilu.

Pikiranku masih melayang sampai suara yang sangat kukenal itu memekikkan telingaku.

"Agnesss!" Teriaknya padaku, namun aku tak menoleh dan melanjutkan perjalananku.

"Woy tunggu!" Lagi-lagi dia, siapa lagi yang punya suara sekenceng itu, yah Nata pastinya.

"Lo kok gak nyaut sih gua panggil-panggil" ucapnya saat sudah di sampingku dan menggenggam tanganku.

"Kenapa sih Nat?" Ucapku tak peduli, entah mengapa hari ini aku malas sekali menginjakkan kakiku di sekolah.

"Lo jahat banget sih Nes" ucapnya mengguncangkan tubuhku.

"Jahat apaan sih?" Aku berusaha menjauhkan diriku darinya.

"Kemarin lo jalan kan? katanya gua sahabat terbaik lo. Tapi lo malah jalan sama si kucrut gak ngajak-ngajak gua lagi" ucapnya sendu dan mengerucutkan bibir depannya.

"Iya deh maaf, soalnya juga mendadak banget kemarin" ucapku mengelak.

"Oh jadi gitu ya, lo mulai jahat sama gua" lagi-lagi ia menudingku.

"Kok gitu sih, kan gua udah minta maaf" bukannya menjawabku ia malah berlari meninggalkanku menuju kelas.

Argghh Nata kenapa sih? Batinku mulai tak tenang.

Saat memasuki kelas, kejadian yang sama yang selalu terjadi setiap harinya. Pasti di bangkuku ada cewek lagi. Yah cewek cantik itu adalah pacarnya David. Gak tau deh kapan jadiannya. Perasaan baru kemaren putus sama Pamela sekarang udah ada pengganti aja.

Ahh dia bener, emang gak seharusnya aku suka sama orang sebrengsek dia.

"Sayang temenin aku ke mall yuk pulang sekolah" ucapnya manja, menggelayuti lengan David.

"Iya sayang" ucap David sembari mengacak rambut pacarnya.

"Ehem!" Aku berdehem sekali demi mengingatkan mereka bahwa ada makhluk lain di sisi mereka.

"Maaf ya bisa minggir gak?" Ucapku mencoba sesopan mungkin. Lalu menaruh tasku di bangku.

"Sayang kamu kok mau sih duduk sama dia?" Ucapnya sambil melirik diriku dari ujung kepala sampai ujung kaki. Ya Allah segitu rendahnya kah diriku? Sampai selalu mendapat tatapan seperti itu dari orang-orang.

I Can't Believe YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang