Epilog

70 8 2
                                        

Perpisahan nyatanya tidaklah sesulit yang aku bayangkan. Setelah berpisah, aku mulai menyadari apa yang benar-benar aku inginkan. Aku menghabiskan masa-masa bersedihku dengan kegiatan positif seperti menjadi asisten rumah tangga dadakan bagi Mama dengan selalu berusaha terlihat sibuk. Aku belajar banyak hal baru saat itu, dan memiliki waktu luang untuk berkumpul bersama teman-temanku. Kadang aku memang menangis, tapi aku sadar selama ini aku telah banyak menghabiskan waktuku dengan orang yang mati-matian kuperjuangkan namun selamanya takkan mungkin bisa kumiliki. Jadi daripada galau gak jelas aku lebih memilih melakukan kegiatan positif lainnya.

Seiring berjalannya waktu aku mulai bisa beradaptasi dengan David seperti teman pada umumnya. Aku kembali padanya sebagai teman satu-satunya yang ia miliki, dan aku bahagia dengan statusku itu.

Hubunganku dengan Ali pun berjalan dengan lancar, dalam artian kami tetap menjadi teman yang saling mendukung satu sama lain.

Aku bahagia, sungguh aku tidak berbohong kali ini. Mungkin bagi kalian munafik rasanya jika harus kembali pada David sebagai temannya tanpa ambisi untuk menjalin hubungan asmara dengannya. Memang benar, aku mengakuinya. Aku tidak ingin menjadi naif. Aku pun sempat memiliki pikiran egois seperti "Memangnya kenapa kalo dia beda agama? Toh cuman pacaran kan, ga sampe nikah." Ya sebegitu egoisnya pemikiranku. Tapi aku cukup bersyukur memiliki sahabat yang selalu setia mendampingiku, memberikanku wejangan yang sampai kini selalu membuatku merinding.

"Ketika Tuhan memberikan segala karunianya buat lo, lo malah lebih mencintai makhluknya, dibanding Penciptanya?"

Setelah kalimat keramat itu terucap, aku tidak bisa berkata-kata lagi. Kalimat itu seolah menohokku dan mematahkan keraguanku untuk mencoba kembali pada David. Kalimat itu mengikis semua keegoisan dalam diriku.

Yah, pada akhirnya kami semua bahagia dengan keadaan ini. Walau dengan berat hati, nyatanya keputusan yang kubuat memang benar.

Kebahagiaan tidak hanya kau dapatkan dari orang yang kau suka, namun dari orang-orang terdekat yang selalu ada untukmu, mengasihimu, mendukung setiap keputusanmu, dan selalu bisa menasihatimu di saat kau butuhkan.

●●●

Finally, cerita ini berakhir sudah. Setelah sebelumnya aku stuck memikirkan ide untuk kelanjutan cerita ini, akhirnya setelah setahun terbengkalai cerita ini terselesaikan juga. Makasih untuk yang selama ini telah membaca cerita abal-abal ini. Aku tau masih banyak sekali kekurangan dalam cerita ini. Ya maklum aja, ini cerita terpanjang yang pernah kutulis. Jika ada kritik dan sarannya, boleh dituangkan di kolom komentar.

Sebelumnya aku minta maaf kepada pembaca karena telah menggantungkan cerita ini. Tapi aku sebelumnya pernah bilang kan, aku pasti menyelesaikan cerita ini. Dan untuk tanggapan kok endingnya gini sih? Kesannya maksa banget dan terburu-buru. Aku akui ya memang hanya ending seperti ini yang bisa aku bayangkan. Justru aku malah ga kebayang kalau Agnes dan David tetap menjalin hubungan, apalagi dengan menambah peran Ali sebagai pengganti David misalnya. Sorry to say, aku juga mikirin perasaan Ali yang selama ini seolah jadi plester penyembuh luka buat Agnes serta selau jadi tempat pelarian Agnes. Aku sadar sebagai pencipta tokoh Ali, dia sih legowo aja nerima Agnes.

Tapi yang namanya perasaan kan gak bisa dipaksakan, jadinya ending cerita ini ya begini. Karena fokus cerita ini ke hubungan David dan Agnes, aku gamau lebih menyakiti Ali dengan memaksa endingnya mereka bersama. Dan aku tegasin ya di sini, ini tuh ga sad ending. Ini happy ending untuk semua tokoh, karena kalo pun tetep maksa David sama Agnes, ujungnya juga mereka bakal pisah. Kalau nanti ada yang bilang, David kan bisa aja jadi muallaf nantinya. Oke, mungkin bisa aja, tapi menurutku David juga sangat mencintai Tuhannya. Sehingga ga mungkin dia lebih milih Agnes.

Sedangkan untuk meyatukan Ali dengan Agnes menurutku ga bisa sih. I know, Ali itu pacar idaman banget. Dia baik, pengertian, dan selalu ada untuk Agnes. Tapi sekali lagi aku bilang, "perasaan ga bisa bisa dipaksain guys". Si Agnes dari awal emang sukanya sama David, jadi ya walaupun mereka bersama mereka sama-sama ga bahagia, dalam artian mereka nyaman satu sama lain tapi ga lebih dari sekedar teman. Dan Ali itu spesial buat Agnes. Sosoknya udah mirip sama bang Renan lah. So guys, menurut aku Ali deserve better than Agnes.

Sekali lagi aku minta maaf untuk yang kecewa dengan ending cerita ini, padahal udah nunggu lama buat tau endingnya. Eh, kayanya juga cerita ini udah ga ada lagi yang inget ya sangking lamanya ga diupdate hehehe. Tapi ya gapapa lah, yang penting udah selesai tanggung jawab aku untuk menyelesaikan cerita ini. Sekian untuk cerita ini.

Salam
Penulis amatiran yang sangat kelamaan untuk menyelesaikan cerita😊

I Can't Believe YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang