20. Expression

567 64 7
                                    

Sumpah demi apapun, aku berharap hari ini gak akan pernah berakhir.

Aaaahhhhhh senangnya...

Kali ini entah aku yang terlalu baper, apa memang kenyataannya kalau David lagi mencoba mendekati aku. Eits mendekati dalam tanda kutip 'gak kaya biasanya'.

Yap, seolah tingkat kebaperan yang terlalu tinggi, aku merasa David mulai membalas perasaanku. Haha, lucu bukan? Apa aku mulai mengkhayal saat ini? Mungkin bisa jadi?

Tapi apapun itu aku tetap bahagia, walau apa yang aku artikan sebagai hal yang lebih darinya itu, belum tentu benar. Meski begitu aku berharap hal ini tidak akan berhenti sampai di sini. Yah walaupun aku sedikit 'ngarep' sih sebenernya.

"Nes, napa lu? Diem aja dari tadi" Nata menyentakku dari lamunanku dengan suara supernya yang dapat memekakkan telinga itu.

"Lo tuh ya, orang lagi ngayal juga. Napa sih sibuk bett kali, dasar kepo!" Ujarku ketus dan melempar bantal padanya.

Yah, saat ini Nata dan Andien sedang menginap di rumahku. Jadwal rutin kami adalah hari sabtu, malam minggu. Yah lu pada, pasti tau lah alasannya, apalagi kalo bukan JONES.

Poor Agnes, Nata, Andien.

"Apaan sih Nes, lebay deh. Orang nanya doang juga" ucap Nata sebal, dan mengerucutkan bibirnya.

"Ya bodo! Pokoknya jangan pernah ganggu imajinasi gua lagi"

"Dasar tukang ngayal!" Cibir Andien yang sedari tadi diam, mulai ikut mengangkat suara.

"Bodo amat!" Aku pun berjalan ke arah balkon kamarku meniggalkan Nata dan Andien yang masih tiduran di ambal, dengan novel di tangan Andien dan remote TV di tangan Nata. Kebiasaan lama, kalo nginep gini, pasti doyannya nonton anime ato gak drama korea.

Sumpah, industri perfilman negara kita tuh udah dikuasai oleh negara lain. Kalo perlu bukti, cek aja ANTV pasti lo bakalan nemuin serial India, Turki, dan teman-teman. Emang yah, kita tuh lebih menghargai karya luar dari pada karya sendiri.

Aku pun sampai di balkon kamarku. Kuhirup nafas dalam-dalam dan menghembuskannya. Seperti biasa, pemandangan dari balkon ini memang benar-benar menjanjikan. Hamparan bintang yang tersebar luas di lautan langit yang tengah meredup dan hanya bersinarkan rembulan. Indah, memang indah. Apalagi ditambah dengan suara-suara makhluk malam yang berkeliaran, tentunya menjadi poin plus dari pemandangan ini.

Pikiranku kembali menerawang kejadian tadi siang, saat dimana Aku dan David, untuk kesekian kalinya bertengkar, dan kesekian kalinya berbaikan. Yah bisa dibilang perilaku kami masih seperti bocah. Bocah SD yang masih ingusan yang doyannya ribut mulu, terus besoknya baikan. Tapi itu wajar, sangat wajar sih, mengingat kami masih duduk di bangku SMA kelas X.

Tapi mungkin juga, bagi sebagian orang tingkah kami sangatlah konyol.

Terlebih aku, aku benar-benar konyol. Membuat keputusan, dan melanggarnya, bagai tak punya arah tujuan yang jelas. Tapi David, jujur saja menjauh darinya bukanlah hal yang mudah. Perlu perjuangan keras, tapi perjuangan itu dipatahkan dengan mudah, dengan kata maaf yang terucap di mulutnya. Begitulah aku, tidak pernah konsisten dengan ucapanku.

Seolah tak percaya, aku menanyakannya untuk kesekian kalinya pada diriku,

"David, masa sih dia beneran ngajak gue?"

Begitulah kira-kira. Tapi aku bingung, apa aku harus memenuhi ajakannya itu. Apalagi Ali juga ngajak pergi bareng sama aku.

Terus, aku harus pilih bareng siapa dong? Sebenernya sih, Ali duluan yang ngajakin. Tadi siang pas istirahat dia nyamperin aku ke kelas pas aku sama Nata lagi ngegodain Andien gitu.

I Can't Believe YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang